Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

Interlude; 190

Ketika Taehyung baru menginjakkan kaki ke dalam unitnya, dia tidak menemukan Jeongguk dimanapun. Padahal biasanya, jika memasuki jam siang begini, Taehyung akan menjumpai suaminya sedang berkutat dengan masakan di dapur yang menunya hanya berputar antara roti bakar, telur berbagai variasi masakan, lauk-lauk yang dipanggang, dan nasi goreng. Kemudian, televisi di ruang tamu akan dibuka dengan volume yang sengaja dinyaringkan untuk mengisi suasana kosong, sementara V dia biarkan bermain di depan televisi bersama mainan yang Jeongguk hamburkan di lantai. Jadi, aneh rasanya ketika dia mendapati ruangan dalam keadaan senyap tanpa desisan minyak dan gesekan spatula pada wajan serta suara berisik tayangan berita yang kadang diwarnai tangisan V. Taehyung melangkah memasuki kamar, melempar sembarang tas dan melonggarkan kerah bajunya. Seingat dia, Jeongguk tidak mengatakan apapun bahwa hari ini dia akan keluar rumah. Jeongguk jarang pergi jika tidak dengannya. Atau setidaknya pria itu pasti ...

Interlude; 189

Jeongguk tidak memiliki praduga aneh ketika Jennie dengan tiba-tiba mengiriminya pesan dan mengajak dia untuk bertemu di kafe saat makan siang. Dikarenakan Taehyung tengah sibuk di kampus  jadi Jeongguk bisa-bisa saja menerima permintaan Jennie.  Membahas tentang suaminya, pria itu tengah kerepotan  mengurusi remedial mahasiswa yang kedapatan mencontek saat masa ujian mata kuliahnya hingga Taehyung murka dan memberi angka nol pada hasil akhir ujian dan E pada indeks nilai keseluruhan sementara mata kuliah yang diampunya. Awalnya Taehyung enggan memberi remedial pada total sembilan belas orang yang kedapatan olehnya sendiri mencontek dengan berbagai variasi; fotocopy kertas yang diperkecil, membuka ponsel, bahkan ada yang nekat membawa buku paket dan catatan sendiri. Namun karena bujukan Jeongguk yang merengek bahwa Taehyung akan menghancurkan masa depan mereka — yang tentu saja diprotes oleh Taehyung, “ Masa depan apanya, dari mereka yang nggak jujur dari awal aja itu...

Interlude; 183

“Taehyung?” Jeongguk memanggil, “Kamu kenapa?” tanyanya menyelidik. Tangannya berusaha menyentuh wajah sang suami, “Habis dari toilet kok mukanya langsung pucat?”   Tepisan refleks dari Taehyung membuat Jeongguk mengernyit bingung atas sikap aneh yang ditunjukkan oleh pemuda di hadapannya. Taehyung tampak terdiam sejenak sebelum tawa hambar keluar dari mulutnya.  “Enggak,” kilahnya pelan, sama sekali tidak memiliki mood untuk berbicara. Tapi Taehyung tetap memaksakan kalimat keluar dari mulutnya, “Tadi habis muntah.” “Muntah?” mata Jeongguk menyipit, mencoba menelisik ke dalam obsidian Taehyung yang tampak memerah, setitik air mata menggantung di kelopaknya, hanya saja sang pemilik tampak enggan menjatuhkan ke pipi. “Kenapa bisa muntah? Perasaan kita nggak mesen aneh-aneh,” Jeongguk mengendikkan dagunya ke arah meja yang masih menyisakan setengah porsi steak milik Taehyung. Taehyung mengangkat tangannya, memberi isyarat pada Jeongguk untuk berhenti bertanya. Tubuhnya di...

Interlude; 168

Ketika mereka mendapatkan gelar wisuda dan mulai menjalani kehidupan masing-masing—Taehyung sudah gemilang dengan  title  dosen sekaligus peneliti tingkat madya diusianya yang baru menginjak dua puluh lima tahun, Mingyu sendiri secara mengejutkan banting setir dan memilih  freelancer  dengan mengambil banyak  job ; pemandu wisata, penerjemah, aktivis lingkungan, ikut dalam kegiatan penelitian mengandalkan otak cerdasnya, dan apapun yang menghasilkan uang selama tidak terikat dengan gaji perbulan, maka dia akan melakukannya. Sementara Jimin, dia biasa-biasa saja, menjalankan restoran keluarga dan bekerja sampingan sebagai pengangguran.  Yang mengejutkan, Kim Mingyu perlahan merubah pribadinya sejak mereka berpisah. Pria itu sedikit demi sedikit meninggalkan kebiasaannya —mengganti kemeja berkerah menjadi kaos biasa, memakai lensa alih-alih kaca mata, dan mulai berbicara informal pada orang-orang. Sementara Taehyung justru sebaliknya,  dia seolah menja...

Interlude; 167

  Taehyung mengenal Park Jimin secara resmi saat duduk di bangku perkuliahan bersama dengan Kim Mingyu —pemuda gemilang yang cerdas, berwibawa, penjilat kesayangan para dosen .   Rambutnya selalu disisir klimis rapi, rutin memakai kemeja berkerah, kaca mata baca bertengger di wajah, dan tidak pernah mengambil jatah tiga kali absensi dari pihak fakultas; alias pria itu turun kuliah benar-benar setiap hari. Sedangkan Jimin hanya pria biasa yang banyak omong dan senang bertingkah seperti seorang ibu dalam lingkup pertemanan mereka. Jimin adalah moodbooster. Pembawaan ceria, ramah, serta mudah tertawa dari pemuda itu menciptakan tali penghubung diantara sikap Mingyu dan dirinya yang saling bertolak belakang. Sebenarnya, alasan Taehyung bisa berkawan dengan Mingyu pun karena Jimin yang memasukkannya dalam circle pertemanan mereka berdua. Padahal, Taehyung hanya tertarik untuk mendekati Jimin, hendak mencari tahu seperti apa orang yang dulu menjadi penyebab dirinya ditolak Jeo...

Interlude; 166

Taehyung bertemu sekali lagi dengan Jeongguk ketika dia berada di bangku kelas tiga menengah atas — dengan situasi yang tidak terlalu menguntungkan. Saat itu dia melihat seseorang terjatuh karena lemparan bola basket dari kawannya, dan ketika dia mendekat untuk mengambil bola yang menggelinding, namun haluan Taehyung berubah begitu dirinya menyadari bahwa yang terjerembab menyedihkan dengan mimisan di hidungnya itu adalah si manis Jeon Jeongguk. Lalu, Taehyung menolongnya, membawa Jeongguk ogah-ogahan ke UKS, melempar kotak P3K ke pangkuan pemuda itu dan  berkata singkat, "O bati sendiri, jangan manja,"  sebelum meninggalkan ruangan dengan pintu setengah di banting.  Taehyung masih merasakan kemarahan yang sama, membekas dalam memori jangka panjangnya hingga dia merasa muak, terlebih ketika dia kembali dipertemukan dengan Jeongguk dengan kondisi yang masih sama merepotkannya —pemuda Jeon terjebak di tengah-tengah tawuran antar sekolah, meringkuk didekat pohon bonsai dan m...

Interlude; 165

Sejak pertama kali Taehyung melihat Jeongguk ketika berada di bangku sekolah dasar, Taehyung sudah merasa bahwa Jeon Jeongguk — si anak manis dengan mata bulat lucu dan bibir tipis kecil yang tengah menangis karena permennya diambil oleh segerombol laki-laki yang merundunginya, dia memutuskan untuk menjadi pahlawan bagi anak kecil itu. Dengan bermodal nekat tanpa pengalaman berkelahi sekalipun, Taehyung memasang badan, merelakan dirinya menjadi bulan-bulanan dan pulang dengan luka sobek panjang di punggungnya akibat terkena goresan paku saat melindungi kepala Jeongguk sewaktu mereka terantuk dinding bangunan yang sudah tua. Ketika Taehyung memperkenalkan dirinya pada Jeongguk, anak manis itu mencibir dan mengatai namanya tidak keren, mengatakan bahwa superhero  sepertinya harus memilki julukan bagus agar terlihat tampan dan berwibawa. Jeongguk yang kesulitan mengeja alfabet di usianya yang masih menginjak kelas satu sekolah dasar pun mencetuskan huruf paling dia ingat, V. Taehyung ...

Interlude; 164

Belah bibir keduanya yang saling menyatu membuat rasional Jeongguk tertarik ke ambang kesadaran, dia mendorong keras tubuh Taehyung dan tangannya bergerak lebih dulu dengan menampar wajah Taehyung hingga suara telapak bersentuhan kulit pipi yang nyaring menggema, memecah senyap yang tercipta di ruangan. Jeongguk bernapas tersengal, berbagai perasaan bertubi-tubi yang menyerangnya tadi mulai memiliki muara emosional; marah .  Jeongguk merasakan kemarahan luar biasa, membumbung pada angkaranya, " Stop ," katanya menggeram, " Berhenti bikin gue bingung. " Jeongguk menarik kerah leher Taehyung, pandangannya berkilat tajam, "Lo nggak bisa ngomong hal omong kosong kayak tadi dengan modal tato," dengan napas terengah dan alis menukik, Jeongguk melanjutkan, "Gue bisa lupa kapan gue naroh kunci mobil, gue bisa lupa apa gue udah beli oleh-oleh waktu ngunjungin Ayah, gue bisa lupa gue udah makan malam atau belom, g ue bisa lupa kapan gue bikin tato, semua orang ...

Interlude; 163

"Lupa ingatan?" Jeongguk mengulang kalimat Taehyung yang barusan pemuda itu ucapkan padanya, sedikit merasa konyol atas perkataan tidak masuk akal tersebut, "Amnesia maksud lo?" Jeongguk membuang napas keras-keras, dipaksanya sebuah tawa lolos dari celah bibir, "Gue kira yang begituan adanya di drama doang," nadanya terdengar geli sekalipun sebenarnya jantung Jeongguk berdegup dua kali lebih cepat. "Nggak usah ngarang-ngarang ya, Taehyung. Ini nggak lucu, sumpah." Jeongguk merasa bahwa Taehyung hanya kembali membuat kebohongan bodoh agar Jeongguk mati muda karena serangan jantung. Tapi di sudut pandang yang lain, jujur saja dia merasa ketar-ketir, gugup, t idak siap . Jeongguk ketakutan apa bila rentetan ucapan yang keluar dari mulut pria itu benar-benar sebuah kenyataan. Kehilangan memori dua tahun peristiwa dalam hidupnya adalah hal mengerikan, dan Jeongguk tidak ingin — sama sekali tidak berharap jika yang Taehyung utarakan itu adalah nyata . ...

Interlude; 162

"Pergi," Taehyung menendang keras paha Mingyu, menarik pemuda itu dan menyeretnya lalu mendorong hingga Mingyu terjerembab ke tanah kembali, "Pesan tiket balik, sekarang. Dan jangan pernah muncul di hadapan gue sama Jeongguk." Di posisinya, Jeongguk total terpaku, logikanya macet dan rasionalitasnya melayang entah kemana. Melihat Mingyu yang dihajar habis-habisan oleh Taehyung secara brutal sama sekali tidak membuat dirinya tertarik untuk memberikan pertolongan. Karena, saat ini, berpikir pun Jeongguk kesulitan. Kepalanya mendadak seperti dihantam bertalu-talu oleh beban berton-ton, menghujaminya sampai Jeongguk kesulitan bernapas. Dia tersengal dan suara bising seperti mic rusak yang menggaung di telinganya sama sekali tidak membantu.  " Taehyung — " Jeongguk terperanjat atas ucapannya sendiri. Ada jutaan glosarium kata dalam kamus otaknya, namun disaat genting begini, justru nama itu yang berhasil dia vokalkan. Tapi persetan, dirinya sangat pusing sampai...

Interlude; 161

Lelucon. Mungkin itu adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan tentang garis hidup yang Tuhan hendak ciptakan untuk Jeongguk, menggambarkan dengan sempurna mengenai kondisi yang tengah dia hadapi sekarang. Semua orang terlihat palsu , memiliki teka-tekinya sendiri yang enggan melibatkan Jeongguk untuk tahu . Dunia seolah bersembunyi darinya, sengaja meninggalkan rahasia besar yang harus Jeongguk pecahkan sendirian. Membuat Jeongguk kebingungan, ketakutan . Dia tidak memiliki pegangan apapun-tidak Mingyu, tidak Namjoon, tidak Jimin,.. apa lagi si keparat Taehyung . Mengingat mengenai pemuda itu menciptakan sekelabat emosi yang muncul kembali ke permukaan. Terekam jelas di memori Jeongguk tentang bagaimana dia dengan gemetar, bingung, dan wajah yang memerah saat pertama kali membaca notifikasi pesan dari Jimin. Otaknya sudah memberi peringatan bahwa seharusnya Jeongguk tidak perlu begitu lancang membuka pesan itu, tidak perlu begitu lancang memberankan diri membalas pesan Jimi...