Taehyung sudah berpikir bahwa ketika Jeongguk membalikkan badannya, yang dia terima adalah sebuah luapan emosi atau tamparan keras dari pemuda itu. Mengingat sikap sembrono dan pemikiran pendek yang selalu Jeongguk tunjukkan setiap kali menghadapi sebuah masalah, pelukan erat tentu bukan hal yang dia ekspetasikan akan didapat dari suaminya
"Gguk?" Taehyung berucap bingung, namun tangannya tetap terulur untuk membalas pelukan Jeongguk yang begitu tiba-tiba.
Tubuh pemuda Jeon yang berada di pelukannya bergetar, disusul isak Jeongguk mulai terdengar oleh Taehyung sampai membuatnya makin salah tingkah, "Loh? Sayang, kenapa?"
Taehyung berusaha menarik tubuh Jeongguk agar bisa melihat wajah sang suami, tapi Jeongguk menggeleng keras di pundaknya dan makin mempererat pelukan.
"...jangan dilepas," Jeongguk berucap tersengguk, membersit hidungnya dengan masa bodoh ke fabrik kain Taehyung, "Nangisku jelek."
Sikap yang Jeongguk tunjukkan padanya menciptakan kerutan dahi dan tanda tanya besar di kepala Taehyung. Dia mulai diserang rasa panik ketika memikirkan bahwa Jeongguk-nya menjadi sangat sakit hati atas penuturan yang dia ungkapkan beberapa saat lalu kemudian memutuskan akan meninggalkannya setelah semua ini. Maka tanpa basa-basi, Taehyung bertanya pada Jeongguk sangsi, "Ini bukan pelukan terakhir kita, kan, Gguk?"
Jeongguk refleks tertawa disela tangisannya, nyaris tersedak ludah sendiri ketika sarafnya mendadak tergelitik geli oleh kalimat inosen Taehyung. Menghapus kasar air mata dan melepaskan pelukannya dari Taehyung, Jeongguk lalu meraih kedua tangan suaminya. Menggenggamnya beserta segenap rasa cinta membuncah dan begitu besar yang hendak dia salurkan pada sang suami. Ada rasa haru yang baru pertama kali tericip sanubarinya, rasa haru yang menyesakkan namun juga begitu luar biasa lapang.
"Taehyung," Jeongguk tersenyum tulus, setitik air mata kembali turun di kulit pipinya, "Makasih," ucapnya parau, menahan isak yang berusaha keluar dari celah bibirnya, "Makasih udah jujur."
Namun hal itu justru membuat Taehyung melongo. Paniknya semakin menjadi-jadi mendapati reaksi yang tidak biasanya akan diberikan oleh Jeongguk jika mereka sedang terlibat prahara rumah tangga. Aneh rasanya ketika tidak ada teriakan, makian, atau tamparan yang menyertai persitegangan mereka. Jadi, dengan cepat Taehyung berucap cemas, "Setelah pelukan perpisahan, sekarang ucapan perpisahan?"
Hal itu kontan membuat Jeongguk yang tadinya larut dalam suasana dengan segala keinginan untuk menyanjung dan bermanis-manis terhadap suaminya menjadi buyar. Dia memukul kepala Taehyung keras, berdecak sebal, "Aku lagi mau sayang-sayang kamu gini malah dibilang mau ninggalin."
Taehyung mengerjap, masih tidak mengerti, "Habisnya kamu nggak jelas banget reaksinya, saking kecewa sama aku atau gimana?"
"Kecewa kalo seandainya tadi nggak jujur."
"Maksud kamu?"
"Aku lihat, Taehyung," ungkap Jeongguk berterus terang, melirik perubahan ekspresi pada wajah Taehyung yang terkesirap dan bola mata sedikit melebar, "Aku tadi sempet ngelihat pas cewek itu ciuman sama kamu."
"Dicium," koreksi Taehyung cepat.
"Ya, terserah," Jeongguk mendengung malas, mengendikkan bahunya, "Intinya aku ngeliat."
"Terus kenapa nggak labrak aku?" tanya Taehyung heran, "Kan biasanya kamu bakal langsung meledak kalo dihadapin sama hal beginian."
"Aku tadi rencananya mau gantung diri di depan pintu tempat tinggal kita, sih."
Mendengar hal itu, sontak Taehyung melotot, tapi Jeongguk cepat-cepat menambahkan, "Aku lari dari ruangan kamu, jalan tanpa arah," Jeongguk terdiam sebentar, "Tapi aku keinget kalimat kamu kalo misal lagi marah itu coba tenangin diri.," diliriknya Taehyung yang tiba-tiba menatapnya dengan sorot kehangatan, "Jadinya aku duduk aja di trotoar, diliatin banyak orang sampe dikira pengemis," dia mendengus saat mengingat banyak pasang mata memberikan pandangan padanya, "Terus pas udah tenang, baru aku balik ke ruangan kamu."
Hening mengonsumsi waktu cukup lama. Taehyung tidak bersuara untuk menanggapi perkataan terus terang yang Jeongguk utarakan padanya. Pun Jeongguk yang juga sibuk menggigit bibirnya, tidak tahu harus berucap apa lagi. Sampai akhirnya dia tidak betah atas senyap yang melingkupi atmosfir di antara mereka, dan lantas berujar, "Taehyung, kok diam?"
"Aku lagi ngebayangin," Taehyung memulai, "Gimana jadinya kalo aku nutupin hal ini dari kamu tadi," dia mendengus tertawa, "Kayaknya aku bakal kehilangan kamu lagi, ya?"
Jeongguk mengangguk setuju, "Emang," akunya jujur, "Aku udah mastiin kamu nggak bakal ketemu aku sama Rana lagi seumur hidup kamu kalo pas aku udah keluar ruangan ini kamunya nggak ngomong juga," bahunya terangkat naik, "Well, nyaris."
Dengan itu, Taehyung membawa Jeongguk lagi ke dalam sebuah pelukan hangat dan begitu defensif. Seolah hendak menunjukkan pada siapa saja bahwa Jeongguk adalah teritorinya, miliknya.
Di posisinya, Jeongguk tersenyum saat mendengar tarikan napas dari Taehyung disusul usapan lembut pada belakang kepalanya, "Lega?" tanyanya singkat, mengecupi pipi Taehyung sekilas.
Taehyung mengangguk di bahunya, memejamkan mata berlama-lama, merasakan punggungnya yang dielus dengan nyaman oleh Jeongguk, "Aku lega karena aku jatuh cintanya sama kamu, bukan sama orang lain."
Karena Taehyung akan melakukan apa saja untuk Jeongguk. Dia tidak masalah menyandang gelar kriminal, orang gila egois, bajingan, dan hal buruk lainnya selama pemuda yang bergelung nyaman dalam dekapannya itu berada di sisi Taehyung.
Namun pada akhirnya, yang keduanya lakukan justru saling belajar. Mencoba beranjak dari sikap buruk yang mengakar dan sama-sama memintal benang untuk menyatukan dua pemikiran yang awalnya saling berdiri sendiri.
"Taehyung."
Taehyung yang tengah menyuap daging yang Jeongguk bawakan padanya dengan begitu lahap sekalipun telah mendingin itu mendongak. Mulutnya penuh makanan, jadi dia hanya bisa bergumam sebagai jawaban.
"Tau nggak," Jeongguk mengambil tisu, membersihkan sisa makanan menempel di sudut bibir Taehyung, "Aku mikirnya kita itu kayak minyak sama air."
Setelah berhasil menelan makanannya, Taehyung meraih botol mineral, menenggak isinya, lantas balas berkata, "Nggak nyatu dong?"
"Awalnya juga aku pikir gitu," balas Jeongguk menjelaskan, tatapanya terpatri pada siluet Taehyung di sampingnya yang sibuk dengan bekal bawaan Jeongguk, "Tapi ternyata mereka bisa nyatu kok."
"Gimana caranya?" tanya Taehyung tanpa absen menyendok makanan ke dalam mulut. Setelah semua yang terjadi dan semua pemikiran buruknya sama sekali tidak terealisasi, barulah lapar yang semula hilang entah ke mana kembali menggerogoti lambungnya.
"Simpel."
"Ya, gimana?"
"Kasih deterjen."
"Oh?"
"Simpel, kan?" kelakar Jeongguk, tersenyum hangat pada Taehyung yang memakan suapan terakhirnya, "Hubungan kita juga harusnya simpel kalo kita nggak kukuh sama ego masing-masing."
Karena memang benar, cinta adalah pengorbanan—mengorbankan keegoisan yang tidak perlu.
[]
kak risaa, aaaaaaaa gemas sekali hikss. aku ikutan nangis 😭 pengen spam komen di tweet nya tapi gak bisa karena lagi pake akun rp 😭 aaaaaaa sayang kak risa banget deh pokoknya 😭
BalasHapusSeneg deh kalian akur ,😭
BalasHapusini gemes banget ya Allah mau nangisss:((( ka lunar asli keren banget!!
BalasHapusHuhu taekook au of the year ga nih 😤💜
BalasHapusSAYANG LUNAR BANYA BANYAAAA 😭😭😭
BalasHapusGEMESSSS BANGETTTT
BalasHapusDari sekian banyak kalimat di part ini. Yg ku pikir adalah, kok deterjen?? Hah? '-'
BalasHapusWkwk aku mikirnya sabun. Tapi samalah sejenis 🤣
HapusAku ingat banget ucapan guru kimia aku. Dulu aku gak tau minyak sama air bisa nyatu gimana. Ternyata pake sabun. Terus bisa dijadikan kata-kata kiasan juga ternyata 🤣
BalasHapusKak risaaa ailovyu😭😭
BalasHapusKA RISA ALAFYU😭
BalasHapuscieee romantis nih
BalasHapusgemessss bangettttttttt
BalasHapusTOLONG INI AKU NANGIS SAMBIL SENYUM GIMANA INII😭😭😭😭😭😭😭😭😭
BalasHapusAAAJSHSKAJDGJWUSJW GEMASSSSSS😭😭😭😭
BalasHapusAAAAAAAAAAA GEMESSS AKU TERHARU KAK 😭😭😭😭😭😭😭😭
BalasHapusAKHIRNYA?*!#($+()#+#)#? PLS BAHAGIA
BalasHapusAAAAA BAPER BANGET😭😭😭🥺🥺🥺
BalasHapusNAHKAN ADEM KALO GINI🥺🥺
BalasHapus