Langsung ke konten utama

Interlude; 247

Taehyung sudah berpikir bahwa ketika Jeongguk membalikkan badannya, yang dia terima adalah sebuah luapan emosi atau tamparan keras dari pemuda itu. Mengingat sikap sembrono dan pemikiran pendek yang selalu Jeongguk tunjukkan setiap kali menghadapi sebuah masalah, pelukan erat tentu bukan hal yang dia ekspetasikan akan didapat dari suaminya

"Gguk?" Taehyung berucap bingung, namun tangannya tetap terulur untuk membalas pelukan Jeongguk yang begitu tiba-tiba. 

Tubuh pemuda Jeon yang berada di pelukannya bergetar, disusul isak Jeongguk mulai terdengar oleh Taehyung sampai membuatnya makin salah tingkah, "Loh? Sayang, kenapa?" 

Taehyung berusaha menarik tubuh Jeongguk agar bisa melihat wajah sang suami, tapi Jeongguk menggeleng keras di pundaknya dan makin mempererat pelukan. 

"...jangan dilepas," Jeongguk berucap tersengguk, membersit hidungnya dengan masa bodoh ke fabrik kain Taehyung, "Nangisku jelek."

Sikap yang Jeongguk tunjukkan padanya menciptakan kerutan dahi dan tanda tanya besar di kepala Taehyung. Dia mulai diserang rasa panik ketika memikirkan bahwa Jeongguk-nya menjadi sangat sakit hati atas penuturan yang dia ungkapkan beberapa saat lalu kemudian memutuskan akan meninggalkannya setelah semua ini. Maka tanpa basa-basi, Taehyung bertanya pada Jeongguk sangsi, "Ini bukan pelukan terakhir kita, kan, Gguk?"

Jeongguk refleks tertawa disela tangisannya, nyaris tersedak ludah sendiri ketika sarafnya mendadak tergelitik geli oleh kalimat inosen Taehyung. Menghapus kasar air mata dan melepaskan pelukannya dari Taehyung, Jeongguk lalu meraih kedua tangan suaminya. Menggenggamnya beserta segenap rasa cinta membuncah dan begitu besar yang hendak dia salurkan pada sang suami. Ada rasa haru yang baru pertama kali tericip sanubarinya, rasa haru yang menyesakkan namun juga begitu luar biasa lapang

"Taehyung," Jeongguk tersenyum tulus, setitik air mata kembali turun di kulit pipinya, "Makasih," ucapnya parau, menahan isak yang berusaha keluar dari celah bibirnya, "Makasih udah jujur."

Namun hal itu justru membuat Taehyung melongo. Paniknya semakin menjadi-jadi mendapati reaksi yang tidak biasanya akan diberikan oleh Jeongguk jika mereka sedang terlibat prahara rumah tangga. Aneh rasanya ketika tidak ada teriakan, makian, atau tamparan yang menyertai persitegangan mereka. Jadi, dengan cepat Taehyung berucap cemas, "Setelah pelukan perpisahan, sekarang ucapan perpisahan?" 

Hal itu kontan membuat Jeongguk yang tadinya larut dalam suasana dengan segala keinginan untuk menyanjung dan bermanis-manis terhadap suaminya menjadi buyar. Dia memukul kepala Taehyung keras, berdecak sebal, "Aku lagi mau sayang-sayang kamu gini malah dibilang mau ninggalin."

Taehyung mengerjap, masih tidak mengerti, "Habisnya kamu nggak jelas banget reaksinya, saking kecewa sama aku atau gimana?"

"Kecewa kalo seandainya tadi nggak jujur."

"Maksud kamu?"

"Aku lihat, Taehyung," ungkap Jeongguk berterus terang, melirik perubahan ekspresi pada wajah Taehyung yang terkesirap dan bola mata sedikit melebar, "Aku tadi sempet ngelihat pas cewek itu ciuman sama kamu."

"Dicium," koreksi Taehyung cepat.

"Ya, terserah," Jeongguk mendengung malas, mengendikkan bahunya, "Intinya aku ngeliat."

"Terus kenapa nggak labrak aku?" tanya Taehyung heran, "Kan biasanya kamu bakal langsung meledak kalo dihadapin sama hal beginian."

"Aku tadi rencananya mau gantung diri di depan pintu tempat tinggal kita, sih."

Mendengar hal itu, sontak Taehyung melotot, tapi Jeongguk cepat-cepat menambahkan, "Aku lari dari ruangan kamu, jalan tanpa arah," Jeongguk terdiam sebentar, "Tapi aku keinget kalimat kamu kalo misal lagi marah itu coba tenangin diri.," diliriknya Taehyung yang tiba-tiba menatapnya dengan sorot kehangatan, "Jadinya aku duduk aja di trotoar, diliatin banyak orang sampe dikira pengemis," dia mendengus saat mengingat banyak pasang mata memberikan pandangan padanya, "Terus pas udah tenang, baru aku balik ke ruangan kamu."

Hening mengonsumsi waktu cukup lama. Taehyung tidak bersuara untuk menanggapi perkataan terus terang yang Jeongguk utarakan padanya. Pun Jeongguk yang juga sibuk menggigit bibirnya, tidak tahu harus berucap apa lagi. Sampai akhirnya dia tidak betah atas senyap yang melingkupi atmosfir di antara mereka, dan lantas berujar, "Taehyung, kok diam?"

"Aku lagi ngebayangin," Taehyung memulai, "Gimana jadinya kalo aku nutupin hal ini dari kamu tadi," dia mendengus tertawa, "Kayaknya aku bakal kehilangan kamu lagi, ya?"

Jeongguk mengangguk setuju, "Emang," akunya jujur, "Aku udah mastiin kamu nggak bakal ketemu aku sama Rana lagi seumur hidup kamu kalo pas aku udah keluar ruangan ini kamunya nggak ngomong juga," bahunya terangkat naik, "Well, nyaris."

Dengan itu, Taehyung membawa Jeongguk lagi ke dalam sebuah pelukan hangat dan begitu defensif. Seolah hendak menunjukkan pada siapa saja bahwa Jeongguk adalah teritorinya, miliknya

Di posisinya, Jeongguk tersenyum saat mendengar tarikan napas dari Taehyung disusul usapan lembut pada belakang kepalanya, "Lega?" tanyanya singkat, mengecupi pipi Taehyung sekilas.

Taehyung mengangguk di bahunya, memejamkan mata berlama-lama, merasakan punggungnya yang dielus dengan nyaman oleh Jeongguk, "Aku lega karena aku jatuh cintanya sama kamu, bukan sama orang lain."

Karena Taehyung akan melakukan apa saja untuk Jeongguk. Dia tidak masalah menyandang gelar kriminal, orang gila egois, bajingan, dan hal buruk lainnya selama pemuda yang bergelung nyaman dalam dekapannya itu berada di sisi Taehyung. 

Namun pada akhirnya, yang keduanya lakukan justru saling belajar. Mencoba beranjak dari sikap buruk yang mengakar dan sama-sama memintal benang untuk menyatukan dua pemikiran yang awalnya saling berdiri sendiri. 

"Taehyung."

Taehyung yang tengah menyuap daging yang Jeongguk bawakan padanya dengan begitu lahap sekalipun telah mendingin itu mendongak. Mulutnya penuh makanan, jadi dia hanya bisa bergumam sebagai jawaban.

"Tau nggak," Jeongguk mengambil tisu, membersihkan sisa makanan menempel di sudut bibir Taehyung, "Aku mikirnya kita itu kayak minyak sama air."

Setelah berhasil menelan makanannya, Taehyung meraih botol mineral, menenggak isinya, lantas balas berkata, "Nggak nyatu dong?"

"Awalnya juga aku pikir gitu," balas Jeongguk menjelaskan, tatapanya terpatri pada siluet Taehyung di sampingnya yang sibuk dengan bekal bawaan Jeongguk, "Tapi ternyata mereka bisa nyatu kok."

"Gimana caranya?" tanya Taehyung tanpa absen menyendok makanan ke dalam mulut. Setelah semua yang terjadi dan semua pemikiran buruknya sama sekali tidak terealisasi, barulah lapar yang semula hilang entah ke mana kembali menggerogoti lambungnya.

"Simpel."

"Ya, gimana?"

"Kasih deterjen."

"Oh?"

"Simpel, kan?" kelakar Jeongguk, tersenyum hangat pada Taehyung yang memakan suapan terakhirnya,  "Hubungan kita juga harusnya simpel kalo kita nggak kukuh sama ego masing-masing."

Karena memang benar, cinta adalah pengorbananmengorbankan keegoisan yang tidak perlu.

[]

Komentar

  1. kak risaa, aaaaaaaa gemas sekali hikss. aku ikutan nangis 😭 pengen spam komen di tweet nya tapi gak bisa karena lagi pake akun rp 😭 aaaaaaa sayang kak risa banget deh pokoknya 😭

    BalasHapus
  2. ini gemes banget ya Allah mau nangisss:((( ka lunar asli keren banget!!

    BalasHapus
  3. Huhu taekook au of the year ga nih 😤💜

    BalasHapus
  4. SAYANG LUNAR BANYA BANYAAAA 😭😭😭

    BalasHapus
  5. Dari sekian banyak kalimat di part ini. Yg ku pikir adalah, kok deterjen?? Hah? '-'

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwk aku mikirnya sabun. Tapi samalah sejenis 🤣

      Hapus
  6. Aku ingat banget ucapan guru kimia aku. Dulu aku gak tau minyak sama air bisa nyatu gimana. Ternyata pake sabun. Terus bisa dijadikan kata-kata kiasan juga ternyata 🤣

    BalasHapus
  7. TOLONG INI AKU NANGIS SAMBIL SENYUM GIMANA INII😭😭😭😭😭😭😭😭😭

    BalasHapus
  8. AAAJSHSKAJDGJWUSJW GEMASSSSSS😭😭😭😭

    BalasHapus
  9. AAAAAAAAAAA GEMESSS AKU TERHARU KAK 😭😭😭😭😭😭😭😭

    BalasHapus
  10. AKHIRNYA?*!#($+()#+#)#? PLS BAHAGIA

    BalasHapus
  11. AAAAA BAPER BANGET😭😭😭🥺🥺🥺

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUDITA; 246

Jeongguk tidak menyadari bahwa tubuhnya telah merosot ke lantai, air mata merembes melalui celah bulu lentiknya.Tidak ada  sekaan  dan usapan seperti biasa, kali ini Jeongguk membiarkannya tumpah begitu saja, mengalir untuk pertama kalinya dengan mulus melalui pipi hingga turun ke dagu. Rasanya sakit sekali. Dada Jeongguk begitu sesak, seakan tidak ada oksigen untuk bisa dikonsumsi parunya. Setiap taluan pada detak jantungnya mengantarkan denyut nyeri yang menjalar melalui aliran peredaran darahnya, menjadikan tubuh Jeongguk bergetar hebat oleh rasa remuk yang begitu hebat menghujam hatinya.   Jeongguk duduk dan meringkuk, terisak keras. Perkataan Bunda beberapa saat lalu mengawang di telinganya, sakitnya masih sama tiap kali ingatan itu berputar di memori Jeongguk, begitu sesak. Jeongguk sungguh-sungguh tidak mengharapkan kata itu keluar dari mulut Bunda untuk kedua kali. Alasan mengapa Jeongguk menjauh dari rumah, menghindar dari Bunda. Cukup sekali, cukup sekali Jeong...

MUDITA; epilogue (3.5/5)

“ Maaf.” Jeongguk menahan geli ketika keduanya telah berada di kamarnya. Taehyung yang salah tingkah adalah pemandangan menyenangkan untuk dilihat. Mereka baru saja dipergok oleh Nyonya Jeon beberapa saat lalu. Wajah pucat bundanya ketika menatap horor pada dirinya yang nyaris dilucuti oleh Taehyung di tempat terbuka pun masih terbayang di ingatan. Mereka kelabakan sewaktu teriakan Nyonya Jeon memecah suasana sensual di antara keduanya. Taehyung nyaris membuatnya terjerembab saat menurunkan Jeongguk dengan tiba-tiba. Jeongguk setengah menahan malu membenarkan pakaiannya yang tersingkap, sementara Taehyung hanya menyengir seperti orang kelimpungan dan mengucapkan hai canggung yang jelas dibalas delikan oleh Nyonya Jeon. “Kenapa minta maaf?” Jeongguk tergelak, mengambil posisi duduk di atas kasur menghadap Taehyung. Taehyung membuang napas keras-keras, “Yang tadi itu kelepasan.” Jeongguk mengangkat bahu tidak peduli, “Santai aja,” jawabnya ringan, “Bunda kaget doang pasti waktu tau anakn...

“The Moon and The Beautiful”

  “Aku mendapat pesan dari Namjoon  Hyung  beberapa saat lalu.” “ Hm ?” “Dia mencarimu, katanya kau menolak panggilannya dan tidak membuka pesan yang dia kirim.” “Aku menolak panggilannya?” “Ya, dan dia memintamu untuk ke ruangan kerjanya sekarang, ada yang ingin dibicarakan denganmu.” “Siapa?” “Namjoon  Hyung. ” “Apa katanya?” Sang lawan bicara — Jeongguk mulai merasa kesal, dia mendecih dan memutar bola mata jengah, menyaringkan nada bicaranya dan menekan setiap kata pada kalimatnya, “ Dia. Ingin. Kau. Ke. Ruangan. Kerjanya. Sekarang. ” “Namjoon  Hyung ?” Jeongguk menarik napas, setengah membanting stik  game- nya, ia kemudian bangkit dan melangkah menghampiri Taehyung. Pria besar itu tengah berbaring di sofa sejak beberapa jam lalu dengan pandangan fokus pada ponsel pintarnya. Dia bahkan mengabaikan Jeongguk ketika ditawari ajakan bermain  overwatch  bersama dan menolak panggilan serta tidak membaca pesan pribadi maupun pe...