MUDITA; 91

Keluar dari studio tato Namjoon,  Jeongguk langsung disambut oleh pemandangan Taehyung yang sudah berada di atas motor, tengah mengenakan jaket jeans biru lusuhnya yang beberapa hari lalu sempat dia pinjamkan pada Jimin. Memikirkan hal itu sontak menjadikan emosinya tersulut kembali. Tapi suara mengudara Taehyung yang memanggilnya mengembalikan Jeongguk pada realitas. 

"Gguk, lo bisa naik motor,  nggak?" Taehyung mengenakan helm bogo cokelatnya, melirik sekilas siluet Jeongguk dari kaca spion, "Kalo nggak bisa, lo pesen taksi aja—" memutar kunci motor vespa merah mecoloknya disusul suara mesin menyala, dia kemudian melanjutkan,  "Titik lokasinya di Gardu Garden. Ntar ketemu di sana."

Takut Taehyung akan segera tancap gas meninggalkannya, dengan nada terburu-buru Jeongguk menjawab,  "Gue bisa." 

Setengah berlari, pemuda itu lalu menghampiri Taehyung, meminta izin untuk memegang pundaknya sebagai tumpuan yang dibalas anggukan setuju oleh Taehyung sebelum naik ke atas motor tersebut. 

Di posisinya, Taehyung menguatkan kaki yang menopang motor supaya tidak oleng. Jeongguk sedikit lumayan berat dari yang dia kira. Sampai Taehyung dapat merasakan bahwa tekanan pada ban vespa-nya menurun. Namun dia tidak ingin mengangkat itu sebagai topik obrolan. Bukan hal sopan menanyakan atau membahas tentang berat tubuh seseorang sekalipun dalam konteks bercanda. Apa lagi, jika dihadapankan oleh orang seperti Jeongguk. Salah-salah,  Jeongguk akan menyiksa dirinya dengan melakukan diet. Padahal, Taehyung hanya ingin menciptakan basa-basi, bukan mengatai Jeongguk gemuk atau apapun. Proporsi tubuh pemuda itu sudah sempurna—berisi pada bagian-bagian yang seharusnya.

"Kali aja lo takut polusi udara, atau masuk angin gitu," Taehyung berucap setengah bercanda.

"Ngapain takut," Jeongguk mendengus ringan,  menghilangkan rasa gugup akibat pahanya yang bergesekan dengan pinggang Taehyung,  "Gue pas kecil sering kok panas-panasan dan kena polusi."

Alis Taehyung terangkat, "Loh,  ngapain?"

Jeongguk menjawab santai, tanpa beban, "Jual koran, kadang nganter susu gitu."

Maka, Taehyung terdiam, memutuskan untuk tidak ingin membahas hal tersebut lebih lanjut. Namun dari situ, dia dapat menangkap sesuatu;  Ayah Jimin yang berperan sebagai malaikat kaya dalam rumah tangga sambung mereka.

Lantas, Taehyung memilih mengubah arah percakapan, "By the way,  maaf gue bawa helm-nya cuma satu."

"Nggak papa," Jeongguk memundurkan duduknya,  mencari posisi sejauh mungkin agar menghindari skin ship dengan tubuh Taehyung atau dia akan kesusahan bernapas selama di jalan karena menerima perasaan mendebarkan secara bertubi-tubi. Tapi hal itu justru membuatnya nyaris terjengkang ke belakang dan mencium aspal jalanan jika saja tangan Taehyung tidak sigap mencengkram paha Jeongguk.

"Lo ngapain sih?" Taehyung menoleh ke belakang dan tergelak geli, "Duduk tuh yang bener. Kita belum jalan lo udah mau jatoh aja."

Jeongguk merasakan panas menjalar dari telinga hingga pipinya, dia menunduk, "Maaf," namun dia dengan refleks tetap memundurkan posisi duduknya.

Melihat hal itu,  Taehyung berdecak, "Majuan duduknya, ntar kejengkang lagi, " dia lalu menarik sebelah tangan Jeongguk,  memaksa pemuda itu untuk berpegangan pada punggungnya, "Lo nggak pake helm,  ntar bahaya misal jatoh. Gue juga kan yang bakal tanggung jawab terus disalahin nanti, nggak mungkin aspal."