MUDITA: 232

Jeongguk yang merasa emosi mencapai puncak kepalanya dengan terburu melangkah menghampiri Taehyung dan menarik paksa lengan pemuda itu menjauh dari Jimin yang masih dalam kondisi belum tersadar. Jeongguk dengan terang-terangan menunjukkan rasa kesal melalui raut mukanya yang dia perlihatkan pada Taehyung. Namun Taehyung terlanjur panik. Dan keselamatan Jimin yang menjadi taruhan tidak membuatnya memiliki waktu untuk meladeni sikap Jeongguk. 

Jadi, dia dengan cepat-cepat melepas kasar  cengkraman pada lengannya dan  kembali menghampiri Jimin, melanjutkan pemberian oksigen hingga tarikan napas panjang disusul batuk yang berasal dari Jimin membuatnya melenguh oleh perasaan lega. Jimin berhasil bernapas. Taehyung lalu dengan perlahan membangunkan Jimin, membopong pemuda itu duduk di atas kursi terdekat dari kolam renang lalu memakaikan selimut tebal yang diberikan oleh Denise. 

"Lo nggak kenapa-napa, kan?" Taehyung bertanya khawatir, "Ada yang sakit?" dia mengecek ekspresi Jimin yang masih memucat efek shock, "Napasnya gimana? Udah normal? Bentar ya, Denise lagi ambilin air hang—" 

Belum selesai Taehyung bicara, tubuhnya lagi-lagi ditarik paksa Jeongguk bersama tamparan keras di pipi yang dia terima kemudian.

"Lo ngapain?!" Jeongguk berteriak penuh amarah.

"Lo yang ngapain?" Taehyung menahan napas untuk menormalkan nada bicaranya agar tidak meninggi,  mengabaikan pipi yang terasa nyeri karena tamparan Jeongguk tidak main-main kerasnya, "Lo mau bikin saudara lo mati? Mau jadi kriminal?" 

"Tapi apa harus lo cium dia?" Jeongguk menunjuk penuh tudingan pada Jimin yang masih menggigil, "Di depan mata gue? Serius?"

Taehyung mendelik jengah, "Gue kasih napas buatan, bukan cium."

"Tetep aja bibir lo nempel sama bibir dia!" Jeongguk memekik, tidak lagi merasa peduli bahwa obrolan mereka disaksikan oleh banyak pasang mata yang berhadir di acara ulang tahun hari itu, menatapi Jeongguk dan Taehyung yang sibuk bertelenovela dengan pandangan tertarik.

"Tadi keadaannya mendesak dan lo masih mikir hal begini?" Taehyung memandang Jeongguk tidak percaya, "Gguk, yang ada di otak lo itu apa?"

"Lo bisa kasih RJP aja nggak perlu pake bibir nempel bibir, kan? Harus banget lo cium, hah? Atau emang lo sengaja nyari kesempatan? Lo sengaja kan datang ke sini buat nemuin Jimin? Iya kan? Terus pas liat dia tenggelam lo ngerasa—"

Lantas, ketika kalimat Jeongguk dibuat berhenti oleh tubuhnya yang dipaksa gravitasi mendekat karena tarikan tangan Taehyung, lalu sewaktu pemuda itu memegangi rahang Jeongguk hingga Jeongguk merasa wajahnya tenggelam dalam kedua telapak lebarnya, dan begitu Taehyung memejamkan mata bersama jarak yang kian terpangkas sampai Jeongguk dapat merasakan napas hangat Taehyung menerpa kulit; Jeongguk total turut memejamkan mata.

Kim Taehyung menempelkan belah bibirnya pada milik Jeongguk.

Tidak ada ciuman penuh gairah yang membangkar nafsu, tidak ada kuluman agresif dan pertukaran saliva yang membuat adrenalin menanjak, tidak ada lenguhan eksotis yang menaikkan birahi. Hanya kecupan inosen. Dengan bibir saling menempel seakan keduanya tengah mengecap suhu tubuh masing-masing. Jeongguk dapat merasakan dingin pada kulit bibir Taehyung yang berada di belah bibirnya, sementara Taehyung diliputi oleh perasaan hangat dari bibir Jeongguk bersama aroma anggur yang tercium melalui pemuda itu. 

Dan saat Taehyung menjauhkan dirinya dari Jeongguk, dia tersenyum singkat, "Itu yang namanya ciuman," jeda sejenak, "Dan gue datang bukan buat Jimin," dia mengelus kepala Jeongguk lembut, "Tapi buat lo."