MUDITA; 267

Keduanya baru selesai mengisi perut saat Jeongguk tiba-tiba merengek hendak naik ke atas Rooftop tempat mereka makan setelah pelayan di sana yang tengah menyajikan makanan dengan keramah-tamahan itu melemparkan obrolan basa-basi bahwa  malam ini akan terjadi supermoon dan gedung atas yang menyatu dengan tempat makan mereka memiliki Rooftop tinggi sehingga cocok untuk dijadikan tempat menikmati fenomena tersebut.

 

Awalnya, Jeongguk tidak terlalu menanggapi obrolan pelayan tersebut, fokus pada bakso miliknya sementara Taehyung hanya membalas dengan anggukan ringan dan ucapan terimakasih atas informasi tadi. Namun, ketika Jeongguk membayar makanan keduanya (pemuda itu memakasa untuk mentraktir Taehyung dikarenakan mereka bukan makan di pinggiran jalan yang biasanya akibat tutup dan berujung merubah rencana ke tempat makan dengan budget lebih mahal; Jeongguk mengerti akan kesulitan ekonomi Taehyung, tapi dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi sebab perutnya sudah melakukan demonstrasi karena sejak siang belum terisi apapun), dia dengan senyum menggantung tiba-tiba bertanya pada kasir di tempat itu mengenai cara menaiki Rooftop yang menciptakan pelototan sebal dari Taehyung.

 

Penjaga kasir tersebut mengatakan bahwa ada tangga darurat di dinding samping bangunan, berpesan untuk berhati-hati sebab hujan mungkin menjadikannya licin yang disambut anggukan terimakasih dari Jeongguk sebelum pemuda itu menarik Taehyung keluar dan berjalan ke arah yang ditujukan penjaga tadi.

Butuh lebih dari sepuluh menit untuk mereka bisa mencapai puncak, bangunan ini jauh lebih tinggi dari rooftop sekolah Jeongguk, hingga jangkauan pemandangan yang bisa ditangkap oleh pandangan mata pun jauh lebih luas dan objek-objek dibawahnya juga lebih menyusut kecil.

Jeongguk menginjak sedimen atap lebih dulu, disusul Taehyung yang sejak dari awal berjaga-jaga di belakang Jeongguk sembari menyalakan flash agar langkah kaki pemuda itu tidak meleset ketika menaiki anak tangga. 

 

Berjalan menuju ujung rooftop, Jeongguk melipat tangannya pada pagar pembatas setelah sebelumnya memaksa Taehyung mengambil foto dan menguploadnya ke media sosial Twitter. Sempat terjadi protes mengenai caption yang Taehyung gunakan karena simbol love hitam itu menurutnya bermakna jelek, dan Taehyung berhasil membuat Jeongguk bungkam dengan mengatakan bahwa dia tidak tahu menahu istilah itu. 

 

Usai cek-cok kecil yang dibuat-buat oleh oknum Jeongguk, pemuda itu lalu menengok ke bawah, memperhatikan kendaraan berlalu lalang dan lampu-lampu remang di jalanan bawah gedung, kemudian pandangannya beralih ke cakrawala dan satu kernyitan tercipta di dahi, "Mana supermoon-nya?"

 

Taehyung mengantongi ponsel, bersandar pada pembatas menghadap Jeongguk, dia mengendikkan bahu, "Lo dikibulin pelayannya kali."

 

Jeongguk mencibir, "Pasti gara-gara hujan tadi."

 

"Nah, itu tau. Mending kita pulang."

 

Dengusan sebal, "Nggak mau." Tatapannya terarah pada cahaya yang mulai tampak dari balik awan-awan hitam menggumpal, senyumnya merekah, "Itu bulannya bentar lagi nongol."

 

Taehyung tidak peduli, merapatkan kemejanya dan diam memperhatikan Jeongguk  dari sudut matanya yang tengah terpesona pada penampakan supermoon yang menggantung di langit.

 

"Taehyung," Jeongguk menyenggol bahu pemuda itu, tatapannya masih fokus ke depan, "Coba ngehadap sini," tuturnya meminta Taehyung agar berpaling dan mereka bisa menikmati pemandangan yang hanya terjadi setahun sekali. "Lo nggak mau liat supermoon? Bagus tau."

 

Hening sejenak, "Gue udah liat."

 

Jawaban Taehyung menjadikan Jeongguk jengkel, dia membalas ketus, "Dimana lo ngeliat? Oh, lo punya penglihatan di belakang kepala? Punya indera keenam?"

 

"Di mata lo."

Jeongguk tertegun, tatapannya beralih ke arah Taehyung yang juga sedang memperhatikannya.

"Yah," Taehyung berujar, terkekeh kecil, "Bulannya hilang." 

 

Jeongguk mendengus, merasa sebal ketika Taehyung dapat dengan begitu mudahnya membuat dia merona. "Apaan sih lo, cringe banget." 

 

Taehyung tergelak, melanjutkan dengan senyum ringkas, "Instead, i see the galaxy."

"Nggak ngerti."

Taehyung berdengung main-main, "Sengaja."

"Nyebelin."

Taehyung kemudian dengan tiba-tiba menegakkan tubuh, satu tangan lantas terjulur, menangkup pipi Jeongguk dan mengusapnya dengan ibu jari, menarik satu cengiran di sudut bibir kala mendapati pemuda itu merespon dengan memejamkan mata, sekalipun di awal tadi tampak terkejut karena sentuhan Taehyung yang mendadak dan tidak biasa. Taehyung jarang memulai skin-ship lebih dulu, biasanya Jeongguk lah yang berinisiatif menggandeng lengan Taehyung ketika mereka sedang pergi berdua ataupun memeluk pemuda itu jika dia sedang ingin.

 

"Gguk?"panggilnya pelan.

Jeongguk bergumam sebagai jawaban.

"Can i kiss you?" ucap Taehyung cepat, suaranya berubah serak, kemudian dia tersadar sesuatu, "...maksudnya, lo, cium," kalimat Taehyung berantakan, dia berdeham canggung, "Gue boleh cium lo?" lanjutnya mengoreksi dengan bibir bergetar.

Jeongguk yang mendengarnya terdiam sesaat, respirasinya tertahan dan sejenak dia merasa isi otaknya melompong kosong. Yang tertangkap hanyalah aroma khas Taehyung bercampur bau deterjen dari kaos yang dia pinjamkan pada pemuda itu. 

 

Taehyung di posisinya menyadari bahwa Jeongguk tengah gelisah, kaki pemuda di hadapannya itu bergerak-gerak. Namun sudah kepalang tanggung, jika Taehyung menyudahi sekarang, kemungkinan dia tidak akan menemukan tensi yang naik di kepalanya hingga dia berani melakukan hal ini lagi pada Jeongguk. 

 

Maka, pemuda itu memajukan tubuh, dan Jeongguk dapat merasakan napas Taehyung di mulutnya. "Boleh?" bisik Taehyung melirih.

"Lo ngomong gitu keliatannya cabul banget," Jeongguk tiba-tiba berkata dan Taehyung tidak bisa untuk tidak tertawa. 

 

Masih dengan tawa yang tersisa, Taehyung berucap, "Lo ngerusak suasana banget." Taehyung menurunkan tangannya dari pipi Jeongguk dan menjauhkan tubuh, "Mau pulang?"

 

Jeongguk mengangguk  dan Taehyung menanggapi hal itu dengan berjalan lebih dulu, mengeluarkan ponsel dan menuruni tangga beberapa undakan lalu sebelum berhenti. Dia menyalakan flash dari ponsel, menyorot naik dan memberi gestur agar Jeongguk segera turun. 

 

Ketika Jeongguk sudah berada di undakan setingkat di atasnya, Taehyung sudah hendak membalikkan badan dan menuruni tangga kembali, tapi cengkraman pada tangannya membuat tindakan yang akan dia lakukan urung. Dan Taehyung nyaris melepas ponsel dari telapaknya ketika Jeongguk dengan tiba-tiba mencondongkan tubuh merunduk dan mengecup sudut bibir Taehyung singkat. 

Jeongguk tersipu saat dia berkata, "Tuh, udah. Lo tadi mau cium kan."

Taehyung terdiam sejenak, namun kemudian dia menyeringai, "Bukan," memasukkan ponselnya yang masih menyala ke dalam saku celana, sebelah tangan Taehyung meraih pinggang Jeongguk dan satunya lagi memegang leher pemuda itu, memaksa Jeongguk menunduk karena posisi Jeongguk yang berada satu undakan tangga lebih tinggi darinya membuat tinggi Jeongguk sedikit lebih tinggi dari Taehyung. 

Lantas, ketika Taehyung menyatukan bibir mereka dalam satu pagutan lembut, yang Jeongguk dapat rasakan hanyalah nirwana. Pria itu menyesap bibirnya begitu kaku dan berantakan, sementara Jeongguk perlahan mengalungkan lengannya pada leher Taehyung dengan gemetar. 

 

Keduanya sama-sama kosong dalam hal pengalaman untuk situasi semacam ini. Namun, ketika Jeongguk dengan ragu turut membalas ciuman Taehyung, perlahan ikut mengulum bibir atas Taehyung untuk pertama kali, Jeongguk dapat merasakan pelukan di pinggangnya mengerat bersama intensitas ciuman Taehyung yang semakin meningkat. Keduanya saling memagut dengan berantakan dan tertawa kecil ketika keduanya tidak sengaja menggigit bibir masing-masing sedikit keras. 

 

Mereka memang tidak tahu bagaimana cara berciuman yang benar, pun tidak tahu definisi dari cinta yang sesungguhnya. Namun Taehyung dan Jeongguk yakin, debaran pada jantung mereka di malam itu memiliki resonansi seirama.