MUDITA; 272

Jeongguk bergerak-gerak gelisah, menggigit bibir bawahnya gusar sedangkan ponsel di genggamannya yang menyala memapangkan sebuah panggilan satu pihak dari Jeongguk yang tidak juga tersambung sebelum mati dan layar kembali pada wallpaper dengan selca dirinya dan Taehyung. 

 

Terhitung sudah lima kali Jeongguk mencoba menghubungi Jimin, namun pemuda itu tidak juga menjawab panggilannya.

Putus asa, Jeongguk me-dial nomor Yoongi, segera mencecar begitu panggilan tersambung dengan seputar pertanyaan mengenai apakah saudara tirinya itu tengah minggat ke tempat Yoongi seperti biasa yang dia lakukan. Namun jawaban dari Yoongi makin membuat dirinya resah. Yoongi berkata bahwa terakhir kali Jimin bisa dihubungi adalam enam jam yang lalu, mengirim selca random padanya dan membahas beberapa hal sebelum obrolan mereka terputus dari pihak Jimin yang tidak membalas lagi pesannya. Padahal, dihari kasual lainnya, Jimin adalah pria vokal yang suka spamming chat dengan Yoongi nyaris setiap jam kecuali disela waktu belajar atau ketika pemuda itu tengah tidur siang. Aneh rasanya melihat roomchat kosong dengan keberadaan Jimin yang tanpa kabar.

Jeongguk sendiri terlalu fokus dengan Taehyung kemarin, keduanya ada dalam fase perkembangan remaja labil yang sedang mabuk cinta dan tengah meraba-raba soal hubngan asmara. Memangkas dua jam pertama ketika tiba di rumahnya dengan melanjutkan ciuman mereka. Keduanya terbawa candu, tidak tahu bahwa sensi berciuman akan seadiktif ini hingga mereka tidak tahu cara untuk berhenti. Stimulus pada akal sehatnya hanya meng-silabelkan kata lebih, lebih, lebih yang membuat ciuman itu mulai merambat kemana-mana. Hanya saja, saat Taehyung sudah tergulung nafsu dan hendak menarik lepas kaos Jeongguk, dia lantas tersadar dan cepat-cepat mengakhiri semuanya dengan satu kecupan panjang pada bibir Jeongguk sebelum kewarasannya yang tinggal setitik itu menghilang dan berujung mereka melakukan seks di bawah umur. Dia kemudian menarik selimut dan menutupi tubuh mereka saat jam telah menunjukkan pukul tiga dinihari, melakukan obrolan ringan yang didominasi oleh ocehan Jeongguk hingga tertidur dengan posisi saling berpelukan bersama kaki yang menaut dan kepala Jeongguk yang bersandar pada lengan Taehyung sampai pagi. 

 

Dalam posisi seperti itu, tentu saja rasanya tidak ada waktu dan tempat untuk Jeongguk dapat berpikir tentang Jimin, otaknya sudah lebih dahulu diinvasi oleh Taehyung, Taehyung, Taehyung.

Namun ketika Taehyung sudah tidak ada lagi disatu ruangan yang sama dengannya, ditambah pesan dari Bunda beberapa waktu lalu tentang rokok itu, Jeongguk lantas langsung terhempas pada realita. Dia baru mengingat bahwa dirinya telah melakukan hal bodoh dengan memberikan sesuatu yang sangat ekstrim pada Jimin tanpa pikir panjang. Jeongguk tidak memikirkan kemungkinan lanjutan bahwa Jimin bisa saja mengonsumsi narkotika itu, atau lebih parahnya, dia ketahuan oleh seseorang. Semua akan menjadi kasus yang panjang dan Jeongguk pun pasti akan terseret.

Maka, dibandingkan menjadi seperti orang bodoh yang menunggu kepastian akan kabar Jimin untuk menghubunginya, Jeongguk memutuskan mencari pemuda itu. Dia mengantongi ponsel, mengambil dompet dan hoodie yang tergantung lalu keluar dari kamar. 

Tapi saat dia baru hendak menuruni anak tangga pertama, Jeongguk tanpa sadar teralihkan pandangan pada pintu kamar Jimin yang di celah atasnya sedikit berpendar terang. Lampu kamar Jimin menyala. Jimin biasanya selalu mematikan lampu jika tengah keluar, kebiasaan yang serupa dengan Jeongguk. Karena itu, dia bergegas memutar badan dan melangkah menuju kamar Jimin untuk mematikan saklar. 

Saat mencapai pintu, Jeongguk agak ragu, Jimin kerap mengunci pintu kamar ketika tidak ada di dalam, dan Jeongguk sudah akan berpikir untuk memarahi Jimin nanti mengenai dia yang membuang-buang energi listrik kalau benar dia tidak bisa masuk untuk mematikan (alasan saja, Jeongguk memang hanya ingin mencari-cari kesalahan pemuda itu), jadi dia setengah tidak yakin memutar kenop pintu dan edikit terkejut ketika terdengar bunyi ceklek pelan disusul derit pintu terdorong ke belakang. 

Jeongguk agak ragu melangkah masuk, dia jarang sekali ke kamar Jimin dari sejak pemuda itu tinggal serumah dengannya. Hanya beberapa kali jika dia ada perlu, itu pun kebanyakan hanya sampai ambang pintu. Namun dia terbatuk keras ketika hidungnya menangkap aroma bau menyengat yang menyesakkan dan memeningkan kepala memenuhi seluruh ruangan. Lantas, saat dia berjalan lebih dekat lagi untuk memastikan asal bau yang agak familiar itu, Jeongguk dibuat menganga oleh lintingan bekas rokok yang berserakan di lantai bersama serbuk yang sedikit tercecer di sekitarnya. Ganja.

 

Dia segera memindai sekitar dengan panik, mencoba mencari keberadaan Jimin di tiap-tiap sudut ruangan, membukai kamar mandi juga toilet, mengecek sofa dan tempat tidur, namun nihil. Tapi kemudian, kepalanya total kosong saat menemukan laki-laki itu tengah duduk bersandar di sisi kiri tempat tidur yang terlindung, tengah memegang gunting dengan potongan rambut yang bertebaran di samping serta sebelah tangan lainnya mengapit lintingan batang rokok.

Dan Jeonggu kehilangan akal dan berlari secepat yang dia bisa menuju Jimin ketika melihat pemuda itu hendak mengarahkan ujung gunting yang tajam ke perutnya sendiri.