MUDITA; 274

(t/w; mention of drugs and blood) 

Taehyung melajukan motornya kencang, membelah jalanan kota seperti orang kesetanan. Yang ada di kepala Taehyung hanyalah tentang bagaimana dia bisa tiba di rumah Jeongguk secepat yang dia bisa sebelum hal buruk yang sedari tadi bermain di benaknya benar-benar terwujud. Namun dia harus dibuat mengumpat kala dirinya  menghadapi traffic sign merah di depan matanya. Keinginan untuk menerobos sangat kuat, tapi Taehyung tahu bahwa ada pos polisi yang berjaga di samping kiri belokan yang mengawasi lalu lintas, dan itu akan menjadi urusan panjang jika dia dikejar-kejar polisi dan mendapat surat tilang.

 

Bergerak-gerak gelisah, Taehyung melirik traffic sign di depan. Tujuh puluh lima detik rasanya begitu lama untuknya, ditambah dia tidak bisa menghubungi Jeongguk karena ponselnya sedang berada di warung tempat dia membeli bensin beberapa waktu lalu sebagai jaminan dan berpesan pada sang pemilik warung bahwa temannya nanti akan mengambilkan ponselnya dan membayar uang bensin Taehyung.

 

Tepat ketika lampu sudah berubah hijau seperkian detik, Taehyung tanpa membuang waktu langsung memutar gas dengan kecepatan maksimum. Memarkirkan motornya sembarang ketika telah tiba di halaman rumah Jeongguk dan segera berlari masuk dengan memanggil-manggil nama pemuda itu. 

 

Tapi kosong. Jeongguk tidak ada dimanapun. Tidak di dapur, taman belakang, bahkan kamarnya sendiri. Mendadak Taehyung dihinggapi rasa penyesalan karena  menjadikan ponselnya sebagai jaminan karena di saat sekarang  sebab saat ini dia benar-benar buta akan posisi Jeongguk. 

Dan harusnya, Taehyung bertanya dimana Jeongguk kala itu. Sial. Dia terlalu diserang rasa panik sampai-sampai melupakan hal sepenting ini padahal dirinya sendiri tidak tahu lokasi keberadaan Jeongguk. Rumah pemuda itu pun masih tetap sama seperti dari waktu terakhir dia meninggalkan untuk pulang. Tidak ada tanda kekerasan ataupun barang yang hilang. 

 

Menarik napas, Taehyung yang saat itu sedang berada di kamar Jeongguk segera keluar, dia memutuskan untuk kembali ke warung dan mengambil ponsel untuk menghubungi Jeongguk lagi sekalipun itu adalah pilihan konyol karena dia telah membuang banyak sekali waktu. Tapi jika Taehyung berada di sini tanpa melakukan apapun, itu adalah pilihan yang lebih buruk. 

 

Tetapi, sewaktu dia berjalan beberapa langkah, Taehyung seketika tersadar, ada satu ruangan yang belum dia cek keberadaannya. Kamar Jimin.

 

Maka, dia dengan tergopoh memutar badan dan berlari mendobrak pintu kamar Jimin. Berteriak memanggil Jeongguk frustrasi dan tercekat kala bau menusuk dan menyesakkan menyergap penciumannya. Taehyung tahu bau ini, aroma tubuh sang ayah ketika kerap kali pulang dini hari bercampur bau alkohol dan farfum wanita. Lintingan ganja yang dibakar.

 

Jantungnya berdegup kencang, Taehyung tidak dapat berpikir banyak hal ketika dia membawa langkahnya memasuki ruangan kamar dengan perlahan. Mengitari seisi ruangan dengan rasa gugup yang berdenyut hingga mata kaki, dan dia mendapati dirinya kepayahan dalam menarik napas saat menemukan seseorang tengah terbaring bersama darah yang menyebar di lantai.

 

Kepala Taehyung berdenyut. Dia mual dan pandangan di sekitarnya memburam. Sejenak, peristiwa kematian Jun terlintas di memorinya ketika melihat genangan darah sebanyak itu. Taehyung tidak bisa mengendalikan diri, dia gemetar dan badannya total kaku. Jika dengan luka kecil saja efeknya bisa membuatnya kepayahan dalam mengontrol diri, dihadapkan oleh situasi seperti ini bukanlah sesuatu yang dapat dia sanggupi. 

 

Namun emosinya jauh lebih dulu bergemuruh ketika pemandangan seseorang lain yang duduk bersimpuh dengan gemetar bersama gunting penuh darah di tangah tertangkap matanya.

 

"Jeon Jeongguk!" Taehyung berteriak murka dengan angkara membumbung hingga ubun-ubunnya. Dia menerjang pemuda itu, menarik kerah Jeongguk yang balas memandangnya kosong dan menampar dengan keras hingga kepalanya terantuk dinding, "Apa yang lo lakuin sama Jimin bangsat!" 

 

Jeongguk memejamkan mata, merasakan denyutan di kepala dan meringis kala tamparan lain di rahang dia dapatkan, setengah sadar dia menjawab dengan senyum lemah.

 

 "Mati.. akhirnya dia mati, Taehyung."