MUDITA; 234

"Halo." Taehyung membuka kalimat setelah kehingan mencekam yang meliputi keduanya cukup lama, membingkai senyum tipis dan berkata singkat, "Lama gak ketemu."

Jeongguk merasa napasnya terengah lelah, hanya berdiri mematung berhadapan dengan sosok Kim Taehyung yang sudah lama sekali tidak dijumpainya sanggup memicu adrenalin yang Jeongguk pikir setidaknya sudah memudar. Memompa parunya gila-gilaan dan menggema anarkis hingga ke tulang rusuk, menyebarkan deritan nyeri menyesakkan dan membakar rongga dadanya. Pikiran Jeongguk mendadak berantakan. Fokusnya hanya tertuju pada pemuda di hadapannya, memindai rakus dan memeta detil tiap inci tubuh Taehyung lalu menggasaknya sebanyak mungkin ke dalam memori ingatan, seolah dia takut bahwa apa yang dilihatnya saat ini adalah ilusi, seperti yang sudah-sudah.

Taehyung di depannya kini terlihat berbeda. 

Mungkin karena postur tubuh pemuda itu sudah lebih kekar dan bahunya yang semakin lebar. Mungkin juga karena kini Taehyung memanjangkan rambutnya dan diikat ke belakang dengan mengenakan kemeja terbuka dan dilapisi kaos hitam bergambar tengkorak di dalamnya. Atau mungkin karena adanya goretan tatto yang terlihat penuh dan pekat, mengintip dari lengan kemejanya yang digulung hingga siku. Atau karena... Jeongguk mendapati cara Taehyung memandangnya yang tidak lagi sama.

Keterdiaman Jeongguk buyar sesaat Taehyung menarik tangan wanita yang menghampiri mereka berdua. "Edrea," digamitnya tangan wanita itu erat, dan Jeongguk merasa pahit memenuhi indera pengecapnya, "Dia pacar gue."

Seharusnya Taehyung tidak perlu melakukan hal itu pada Jeongguk. Taehyung tidak perlu susah payah menautkan lengan keduanya dengan begitu sengaja, mengucap frasa penegasan bahwa mereka berkencan, menipkan racun pada lukanya untuk membuat Jeongguk mengerti bahwa kehadiran dia tidak akan merubah apa pun dan Jeongguk bukanlah seseorang yang dia tunggu. 

"Hei—" tenggorokannya seakan terikat, mencekatnya begitu perih sampai dia kehilangan suara untuk melanjutkan kalimat. 

Beruntung Eunwoo datang menghampiri mereka, mengalungkan lengannya pada pundak Jeongguk dan meremasnya pelan dan menepuk lemah dua kali, menyalurkan perasaaan aman pada Jeongguk hingga dia bisa menghembuskan napas yang tanpa sadar ditahannya sejak tadi.

"Taehyung?" Eunwoo menyapa kasual, "Kapan balik?"

Taehyung terdiam sejenak, namun kemudian ekspresinya kembali datar dan dia balas berkata, "Minggu kemarin."

Eunwoo mengangguk mengerti, lalu pandangannya beralih pada sosok wanita di samping Taehyung, "Pacar lo?"

Taehyung mengguk dan wanita yang disebutnya Edrea itu memperkenalkan diri dengan sopan pada Eunwoo, mengobrol-ngobrol singkat sebelum kembali pada tujuan utama kehadiran keduanya di toko bunga.

"Lo butuh bunga apa? Bunga buat nikahan?" Eunwoo bertanya dan Jeongguk disisinya menegang sempurna. Namun Eunwoo tetap melanjutkan, "Biar Jeongguk yang bantu nanti."

Taehyung tertawa kikuk, melirik Edrea yang juga salah tingkah. "Gimana, Re?" guraunya bercanda, "Kamu mau bunga nikahan?"

Edrea yang tersipu mencubit pelan perut datar Taehyung. "Bukan, Kak," tujunya pada Eunwoo, "Kita mau bunga pajangan depan toko gitu, buat opening studio tatto Taehyung. Cuma Taehyung orangnya ribet dan katanya mau milih sendiri, soalnya dia gak mau yang terlalu cerah tapi juga nggak mau gelap banget, nanti katanya kayak karangan bunga kematian," ujarnya tertawa ringan di ujung kalimat. "Pokoknya yang suitable sama studio tatto, lah."

Eunwoo bergumam, "Lo mau buka studio tatto?" tanyanya terkejut, "Di mana?"

"Nggak jauh-jauh dari sini, kok," Taehyung mengarahkan pandangan pada Jeongguk selagi dia membalas ucapan Eunwoo."Sepuluh kiloan kalau dikira-kira."

Eunwoo mengangguk mengerti, sedang Jeongguk menyambar kemudian, tidak tahan lagi berada dalam situasi menyesakkan ini lebih lama. "Jadi, lo mau bunga yang gimana?" 

Merespon hal tersebut, Taehyung dan Edrea lalu berjalan mengelilingi toko, memindai bunga-bunga yang tersusun di keranjang dan juga rak-rak, sementara Jeongguk mengikuti di belakang. Mencoba bersikap profesional dengan menawarkan berbagai pilihan bunga yang cocok dengan selera mereka sekalipun dia harus menelan racun setiap kali Edrea melemparkan candaan yang membuat Taehyung tertawa di sela obrolan mereka. Taehyung bahagia. Tapi kenapa Jeongguk rasanya tidak rela.

Lamunan Jeongguk buyar oleh suara Edrea yang mengajakknya mengobrol. 

"Toilet di sini ada nggak?" tanyanya pada Jeongguk yang dijawab anggukan oleh pemuda itu. 

Usai kepergian Edrea setelah diberikan petunjuk oleh Jeongguk ke arah toilet, keduanya lantas diselubungi oleh keheningan. Kini lingkup ruangan tersebut hanya menyisakan keduanya, sementara Eunwoo juga pamit sebentar pada Jeongguk tadi untuk membeli sarapan dan berkata akan membawakan untuknya karena dia hanya memakan potongan sandwich yang tentunya tidak cukup untuk ukuran seseorang hobi makan seperti pemuda itu.

Jeongguk mendapati dirinya dilanda kecanggungan dan gelisah. Tapi bagian kecil dirinya yang lain begitu keras meneriakkan rindu. 

"Jeongguk." Namanya terasa pas ketika hal itu terucap dari belah bibir Taehyung, menciptakan sensasi merinding dan jutaan nostalgia yang menghantam kepalanya. "Gimana kabar lo?"

Hening cukup lama, hingga Jeongguk mengangkat wajahnya dan memandang Taehyung, tersenyum lirih. "Seperti yang lo lihat. Gue baik-baik aja, ada pacar gue yang nemenin gue," ucapnya sengaja menekankan kata pacar untuk mengonfirmasi hubungan dirinya dan Eunwoo pada Taehyung.

Jeongguk berharap ada setitik gurat cemburu yang terekam matanya dari wajah Taehyung. Tapi pemuda itu justru tersenyum untuknya.  "I'm happy for you."

Tepat ketika Jeongguk hendak membalas segala omong kosong yang Taehyung ucapkan, Edrea kembali. Membuatnya urung melakukan apapun yang terlintas di kepala; menampari Kim Taehyung, berteriak di depan wajahnya bahwa dia tidak bahagia dan dirinya merindukan Taehyung setengah mampus.

Mereka kembali fokus memilih komponen untuk rangkaian bunga. Sebagai seseorang yang pernah bekerja di florist, Taehyung pasti akan super cerewet dalam memilah tangkai-tangkai bunga dan lainnya. Benar saja, butuh setengah jam bagi mereka merampungkan proses komposisi rangkaian dengan keranjang penuh berisi sampel bunga untuk didekorasi nantinya. Melakukan proses pembayaran dan meninggalkan alamat studio tatto serta nomor ponsel agar mempermudah proses pengantaran karangan nanti.

Lalu, ketika keduanya hendak meninggalkan toko, langkah Taehyung terhenti. Dia melirik pada rangkaian bunga yang nyaris selesai di atas meja sudut ruangan. Taehyung lalu menghampiri meja tersebut, meraih bunga itu dan berucap, "Ini pesanan siapa?"

Jeongguk menimbang-nimbang sejenak sebelum menjawab, "Nggak ada."

"Gue beli, boleh?"

"Itu belum selesai."

"Nggak papa," Taehyung membawa bunga bunga tersebut ke atas kasir, mengeluarkan uang dari dompetnya. 

Namun Jeongguk dengan sigap menggeleng. "Jangan di bayar." Jeongguk berucap, menciptakan kernyitan pada dahi Taehyung, "Tadi gue bikin iseng-iseng aja. Lagian masih setengah jadi, nggak enak kalau lo ngebayar."

"Guenya yang nggak enak kalau dikasih gratis."

"Lo taroh lagi bunganya ke tempat tadi, atau lo bawa pulang bunga ini gratis," ucap Jeongguk mengancam. 

Taehyung hanya bisa menghela napas, memasukkan dompetnya kembali ke kantong celana dan membawa bunga itu bersamanya, "Thanks."

Jeongguk sudah akan mengukir senyum seperginya Taehyung dari tokonya ketika dari balik kaca pintu yang transparan dia melihat Taehyung justru memberikan bunga tersebut pada Edrea, mengacak rambutnya penuh sayang, dan melangkah dengan tawa di wajah keduanya bersama bunga yang kini ada di genggaman Edrea; bunga yang Jeongguk sengaja buat untuk pemuda itu—Kim Taehyung di hari ulang tahunnya.