“Taehyung?” Jeongguk memanggil, “Kamu kenapa?” tanyanya menyelidik. Tangannya berusaha menyentuh wajah sang suami, “Habis dari toilet kok mukanya langsung pucat?”
Tepisan refleks dari Taehyung membuat Jeongguk mengernyit bingung atas sikap aneh yang ditunjukkan oleh pemuda di hadapannya. Taehyung tampak terdiam sejenak sebelum tawa hambar keluar dari mulutnya. “Enggak,” kilahnya pelan, sama sekali tidak memiliki mood untuk berbicara. Tapi Taehyung tetap memaksakan kalimat keluar dari mulutnya, “Tadi habis muntah.”
“Muntah?”
mata Jeongguk menyipit, mencoba menelisik ke dalam obsidian Taehyung yang tampak memerah, setitik air mata menggantung di kelopaknya, hanya saja sang pemilik tampak
enggan menjatuhkan ke pipi. “Kenapa bisa muntah? Perasaan kita nggak mesen aneh-aneh,”
Jeongguk mengendikkan dagunya ke arah meja yang masih menyisakan setengah porsi
steak milik Taehyung.
Taehyung
mengangkat tangannya, memberi isyarat pada Jeongguk untuk berhenti bertanya.
Tubuhnya dia sandarkan pada kursi, tatapan mendongak ke langit-langit restoran
sementara Jeongguk di sisinya semakin dibuat tidak mengerti oleh perangai
Taehyung yang mendadak aneh sejak pria itu meminta izin untuk pergi ke toilet
dan makin aneh lagi ketika dia sudah kembali dengan wajah pucat masai dan mata
memerah seolah menahan tangis.
“Masih
mual?” Jeongguk bertanya lagi, dirinya memutuskan untuk percaya perkataan
Taehyung dan tidak mendesak pemuda itu untuk menjelaskan lebih jauh karena
kondisi Taehyung tampak benar-benar seperti orang sakit.
Tangannya
terulur, menepuk-nepuk punggung Taehyung lembut dan memijit pangkal lehernya, “Mau
pulang sekarang?” bisik Jeongguk halus dengan nada menenangkan, “V juga
kayaknya udah ngantuk,” tunjuknya pada balita yang terantuk-antuk dengan mata
yang mulai menutup, “Aku aja yang nyetir.”
Dan Jeongguk tidak bisa untuk tidak memekik terkejut ketika dengan tiba-tiba tubuhnya ditarik oleh Taehyung kedalam sebuah pelukan yang terasa asing.
Nyaman dan hangatnya masih sama
seperti biasa, Jeongguk tetap dapat merasakan bahwa pelukan yang Taehyung berikan
padanya adalah rumah. Tapi sisi lain Jeongguk
mengatakan bahwa tidak akan menyukai jenis pelukan ini. Pelukan yang seolah
menyiratkan jika mereka tidak akan bisa lagi melakukannya. Pelukan perpisahan.
“Hey,”
Jeongguk mengelus rambut Taehyung penuh sayang, “Kenapa?”
Dipelukannya,
Taehyung menggeleng lemah, menyenderkan kepalanya pada bahu Jeongguk lelah.
Pelukannya mengerat, dan Jeongguk hanya bisa memberikan sentuhan lembut pada
punggung Taehyung, berusaha membuat pemuda itu merasakan ketenangan dari hal apapun yang sedang mengganggunya.
Hingga
tatkala Taehyung membuka suara, begitu parau dan sarat akan kesedihan, “Jangan pergi.”
Jeongguk
diposisinya tercenung menanggapi kalimat ambigu yang terlontar dari mulut
suaminya. Dia berusaha menjauhkan tubuh dari Taehyung hanya untuk menatap kedua
bola mata pemuda itu yang telah meredup dengan satu garis bekas air mata di
pipinya.
Taehyung-nya menangis. Hal yang nyaris tidak pernah dilakukan Kim
Taehyung dalam kondisi sesulit apapun hidupnya tengah diuji. Bahkan ketika
pertengkaran hebat mereka ketika masalah Jeongguk yang tidak sengaja meniduri
Jennie, Taehyung masih bisa mengata-ngatainya dan pertengkaran itu dilalui
tanpa ada tangisan dari keduanya. Aneh rasanya melihat Taehyung sebegitu lemah
begini sampai merengek dan menangis padanya seperti anak kecil hanya
karena muntah. Taehyung memang manja jika sedang sakit dan rewel minta apapun hingga Jeongguk mau tidak mau akan menjadi baby
sitter pemuda itu seharian, tapi tetap saja tanpa menangis.
Lantas,
tangan Jeongguk bergerak untuk mengusap lembut jejak air mata di pipi Taehyung
dengan ibu jarinya, “Kenapa, sayang?”
Tarikan
napas dari Taehyung sebelum tangannya menangkup telapak Jeongguk dan membawanya
ke dalam sebuah genggaman erat, “Nggak papa,” Taehyung berkata lemah setelah dengan
susah payah menekan segala emosinya hingga dasar kesadaran, “Tadi habis overthinking.”
“Katanya
muntah.”
“Overthinking terus muntah.”
Jeongguk
mendengus atas jawaban yang Taehyung berikan. “Emang mikirin apa? Masa overthinking di toilet restoran dan
siang-siang begini, nggak elit banget.”
Taehyung
berhasilkan meloloskan tawa ringan, “Overthinking
bisa datang kapan aja, cantik,” mencium pipi Jeongguk sekilas menghasilkan
delikan tajam dari lawan bicaranya, namun Taehyung tidak peduli. “Ayo pulang?”
“Jawab
dulu.”
“Jawab
apa?”
“Tadi
mikirin apa?” Jeongguk masih tidak menyerah akan rasa penasarannya, “Sampai
bikin nangis gitu.”
Tidak
mungkin bagi Taehyung untuk menceritakan segalanya pada Jeongguk sekarang
terkait kehamilan Jennie. Disamping karena takut Jeongguk akan melakukan hal
gila lainnya dengan otaknya yang hanya mengandalkan emosi ketimbang logika saat
menghadapi masalah, Taehyung juga masih belum siap.
Dia
tidak berani membayangkan Jeongguk lepas dari genggamannya. Skenario yang ada
di kepala Taehyung tentang kehilangan Jeongguk hanyalah bayangan jika pemuda itu
diambil Tuhan mendahului dirinya. Tidak pernah terlintas skenario-skenario
lainnya karena Taehyung tidak akan membiarkan manusia manapun menjadi sumber
kebahagiaan Jeongguk selain dia sendiri. Taehyung tidak akan segan melakukan apapun jika sesuatu mencoba merenggut Jeongguk-nya dari kehidupan Taehyung.
Tapi
di situasi sekarang, Taehyung tidak
berdaya. Mungkin dia masih bisa tega membiarkan semuanya dan bersikap persetan jika itu adalah
orang lain. Namun yang menjadi masalah adalah; ini Jennie, sepupunya, keluarga
Taehyung sendiri sekaligus teman masa kecilnya. Tidak mungkin bagi Taehyung
untuk membiarkan Jennie menanggung semua hasil dari segala drama yang terjadi
di antara mereka.
“Taehyung,
kok diem?” Jeongguk menepuk pelan bahu Taehyung, membuat suaminya terkesirap
kecil, “Kamu kenapa deh? Aneh banget.”
Taehyung
menggeleng pelan, “Nggak papa.”
“Nggak
papa terus dari tadi.”
“Emang
beneran nggak papa.”
“Bohong.”
“Emang.”
“Taehyungggg!”
Setidaknya,
yang bisa Taehyung lakukan sekarang adalah mengulur,
mencari hari yang tepat untuk dirinya bisa melepaskan Jeongguk dengan
lapang.
Sekalipun Taehyung benar-benar paham, tidak ada kehilangan hal terkasih yang disertai dengan keikhlasan.
kak risa. sedih banget ini
BalasHapus😭😭
BalasHapusASTAGA LUNAAAR 😭😭😭
BalasHapusPokoknya udah janji happy ending y
BalasHapusYaampun, siang siang gini melow gua kaak 😭😭😭
BalasHapusOh, gitu.
BalasHapuspokoknya harus happy ending ya kak lunar, aku sakit hati banget ini:(
BalasHapusKak lunar happy ending ya? 😔😭
BalasHapusAku nangis tanggung jawab 😭
BalasHapusKa Lunar happy ending ya? :(
BalasHapusNANGISSS😭
BalasHapus:'(((
BalasHapus💔💔💔💔💔
BalasHapus