“Aku
mendapat pesan dari Namjoon Hyung beberapa saat lalu.”
“Hm?”
“Dia
mencarimu, katanya kau menolak panggilannya dan tidak membuka pesan yang dia
kirim.”
“Aku
menolak panggilannya?”
“Ya,
dan dia memintamu untuk ke ruangan kerjanya sekarang, ada yang ingin
dibicarakan denganmu.”
“Siapa?”
“Namjoon Hyung.”
“Apa
katanya?”
Sang
lawan bicara—Jeongguk mulai merasa kesal, dia mendecih dan memutar bola
mata jengah, menyaringkan nada bicaranya dan menekan setiap kata pada
kalimatnya, “Dia. Ingin. Kau. Ke.
Ruangan. Kerjanya. Sekarang.”
“Namjoon Hyung?”
Jeongguk
menarik napas, setengah membanting stik game-nya, ia kemudian
bangkit dan melangkah menghampiri Taehyung. Pria besar itu tengah berbaring di
sofa sejak beberapa jam lalu dengan pandangan fokus pada ponsel pintarnya. Dia
bahkan mengabaikan Jeongguk ketika ditawari ajakan bermain overwatch bersama
dan menolak panggilan serta tidak membaca pesan pribadi maupun pesan group yang
dikirimkan Namjoon lewat Kakao Talk.
Jeongguk
lantas menarik paksa ponsel Taehyung, menghasilkan umpatan terkejut yang
disusul delikan tajam setelahnya.
“What
the fuck,” Taehyung berseru tersentak, “Jeon Jeongguk. Kembalikan ponselku.”
Jeongguk
menyalak dengan intonasi yang lebih nyaring, “Kau yang harus dengarkan aku
lebih dulu.”
Taehyung
mendengus, “Kenapa aku harus?”
“Karena
Namjoon Hyung akan memenggal kepalamu jika kau tidak segera
menemuinya dalam lima belas menit. Terhitung dari sekarang.”
* * * *
“Kau
tahu, Taehyung.” Namjoon memulai, “Comeback kita hampir
mendekati deadline,” suaranya begitu tegas dan dalam, “Tapi yang
kulihat kau tampak sangat rajin dengan sering membolos
latihan akhir-akhir ini.”
Taehyung
tidak bersuara.
Namjoon
kemudian mengusak rambutnya, sedikit kewalahan menghadapi Taehyung yang
bertingkah aneh sejak sebulan terakhir. Padahal, mereka sedang dalam masa tiga
bulan menjelang perilisan album terbaru; yang berarti semuanya akan sangat sibuk dan
saling membutuhkan kerja sama satu sama lain agar hasil yang mereka peroleh
nanti tidak akan mengecewakan penggemar. Namun, Taehyung dengan segala sikap
tidak kooperatif-nya membuat Namjoon selaku leader group mendapat
sedikit teguran dari pihak agensi.
“Dengar,”
ujarnya lagi. “Apa kau sedang tidak
sehat? Kau memiliki masalah?” katanya penuh perhatian. Ditatapnya Taehyung
intens, “Kau tahu bahwa kau selalu bisa mengandalkanku atau member lain, kan?”
Taehyung
tetap mememutuskan bungkam dan mendengarkan semua petuah yang diberikan para
member tertua dengan diam. Sama sekali enggan untuk membuka suara apabila tidak
disuruh karena hal itu hanya akan menciptakan konflik yang panjang. Jadi,
sekalipun diadili dan disudutkan oleh para Hyung tertuanya,
Taehyung membiarkan dengan lapang agar situasi ini segera
selesai dan dia bisa kembali ke kamarnya.
“Taehyung,”
Yoongi menambahkan, “Apapun itu, selesaikan sekarang.” Dia menjeda kalimat dan
menenggak americano sebelum melanjutkan dengan penuh
ketenangan, namun hal itu justru membuat bulu kuduk Taehyung merinding. “Kau
sudah dewasa. Jika kau merasa tidak bisa membagikan masalahmu dengan kami, maka
selesaikan sendiri dengan segera.” kelakarnya.
Yoongi
tersenyum mengerikan, “Kau tentu tidak ingin masalah internal ini ditangani
oleh pihak lain bukan?” ujarnya lagi, dengan
sengaja menekankan kata pihak lain pada Taehyung yang dibalas
dengan deheman kikuk oleh yang termuda.
Taehyung
menggaruk pipinya canggung, “Maaf,” cengirnya jenaka, “Aku hanya sedang dalam
keadaan mood yang buruk.”
Hoseok
menepuk-nepuk pelan pundak Taehyung, memberikan gestur menenangkan. Taehyung
sedikit bersyukur akan fakta bahwa Hyung-nya
satu ini jauh lebih lunak dari Yoongi dan Namjoon.
“Tidak
apa-apa, man.” Hoseok menampilkan senyum cerianya yang menular, “Aku
juga pernah mengalaminya,” ujarnya. “Mungkin kau hanya harus sedikit
menyegarkan otakmu.”
Taehyung
menjerit dalam hati. Ini tidak semudah itu, sial.
“Y—yeah.”
Taehyung memaksakan sebuah tawa renyah, “Kalian benar,” tambah Taehyung
menampilkan senyum ramah, “Mungkin aku hanya perlu sedikit beristirahat,
maka semuanya akan baik-baik saja.”
Ketika
melihat Yoongi hendak membuka suara, Taehyung buru-buru menambahkan, “Seminggu,”
sanggahnya cepat, “Aku akan
mengembalikan mood-ku dalam waktu seminggu.”
Begitu
semuanya telah selesai membahas tentang kesepakatan mereka, Seokjin yang
setengah badannya sudah berada di ambang pintu menoleh ke arah Taehyung yang
masih duduk di dalam ruangan, “Taehyung,” panggilnya tiba-tiba, “Omong-omong,
apa kau bertengkar dengan Jeongguk?”
“Eh?”
Taehyung mengerjap.
“Dia
bilang akhir-akhir ini kau seperti menjauhinya.”
Taehyung
mengusap pangkal lehernya, merasa tidak nyaman. Dia menjawab sambil lalu,
“Mungkin hanya perasaannya.”
* * * *
“Hyung!”
Ponsel
Taehyung terlempar ke lantai dengan bunyi berisik yang nyaring. “Jeongguk,”
Taehyung mendesis, menepis keras rangkulan dari Jeongguk. “Apa yang kau
lakukan?” serunya dengan intonasi sedikit kesal.
Jeongguk
mengernyitkan kening, merasa bingung akan sikap Taehyung yang merespon dengan
kekagetan yang berlebihan. “Ada apa, Hyung?” balasnya tak mengerti.
“Tidak,”
Taehyung mendengus, “Aku hanya kaget.” Dia lalu mengibaskan tangannya, “Kenapa
ke kamarku? Pergi sana.”
“Sekarang
jam makan malam,” gumam Jeongguk masam.
Taehyung
berjongkok untuk mengambil kembali ponselnya, meringis sewaktu melihat retakan
besar yang memanjang pada layarnya. Selagi menghidupkan benda persegi itu, dia
menjawab malas, “Skip, aku makan sendiri nanti.”
“Nanti itu
kapan?” ujar Jeongguk sinis, “Besok malamnya?”
Taehyung
merotasikan bola matanya menanggapi ucapan penuh kekahwatiran yang lebay dari
Jeongguk. “Kid, Aku tidak akan mati hanya karena melewatkan makan
malam.”
Jeongguk
berdecak, “Ya, tapi asam lambungmu akan berpotensi kambuh,” sahutnya
tajam.
Diperhatikan
seperti itu entah kenapa justru membuat Taehyung merasa muak, “Jangan sok
peduli.”
Mendengar
jawaban Taehyung kontan membuat Jeongguk emosi, “Tentu saja aku peduli.”
Ditatapnya Taehyung penuh kebingungan, “Kenapa kau ini?”
“Keluar.”
Suara Taehyung berubah berbahaya.
“Tidak
tanpamu.” Jeongguk membalas sama-sama ngotot.
“Gguk.”
Taehyung berkata memperingati, tapi Jeongguk sama sekali tidak ambil pusing.
Dia lantas menarik paksa tangan Taehyung dan menyeret pemuda kurus itu keluar,
mengabaikan Taehyung yang tidak berhenti mengutuknya sampai dasar neraka.
* * * *
Jeongguk
memiliki kebiasaan tidur di kamar Taehyung.
Biasanya,
mereka akan bermain game sampai tengah malam— dan baru akan
berhenti jika Yoongi atau Namjoon sudah menggedor kamar diselingi dengan
beberapa kalimat makian akibat tawa Taehyung dan Jeongguk yang menganggu.
Selain
itu, faktor kasur bertingkat dan kamarnya yang dipenuhi berjubel barang-barang
tidak penting membuat Jeongguk semakin enggan tidur di sana. Padahal dia sendiri
yang menginginkan desain kamar seperti itu, awalnya.
Lagipula,
Jeongguk senang berbagi tempat tidur dengan Taehyung. Mereka akan saling
melempar lelucon norak lalu bergulat sampai salah satu di antaranya tertidur,
atau hanya sekadar melakukan gosip ala pria-pria hingga dini
hari. Dan pada paginya Jeongguk akan mendapati sebuah kaki yang memeluk
pinggangnya; bonus wajah inosen Taehyung yang tertidur adalah semacam keindahan
lain yang patut Jeongguk syukuri ketika itu.
Tapi,
selama lebih satu bulan belakangan Jeongguk tidak lagi melakukannya.
Taehyung
tiba-tiba memiliki kebiasaan untuk rutin mengunci pintu setiap kali pemuda itu
ada di kamar, mendekam di sana seharian dan jarang keluar. Dia bahkan tidak
menghiraukan saat Jeongguk mengetuk dan memanggil namanya ketika dia terkena
insomnia parah; yang Jeongguk yakin bahwa Taehyung sebenarnya mendengar
suaranya.
Taehyung
juga mulai menjaga jarak dengan Jeongguk tanpa alasan. Hal yang kemudian
menyebabkan renggangnya hubungan di antara keduanya.
Jeongguk
enggan bertanya dan Taehyung yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan
menjelaskan segala situasi membingungkan itu membuat Jeongguk berakhir dengan
bermain bersama Jimin, sedang Taehyung menjadi lebih sering mengintili Yoongi
atau memilih menyendiri di kamar. Yang lagi-lagi dikunci.
Jadi,
ketika menemukan pintu kamar Taehyung sedikit terbuka dengan lampu masih
menyala, hal itu membuat langkah Jeongguk yang ingin kembali ke kamarnya —setelah
dia terbangun tengah malam akibat rasa haus berlebihan— terhenti total.
Mengikuti
naluri, Jeongguk mengambil langkah penuh kehati-hatian dan membuka pintu
perlahan agar tidak menimbulkan suara. Jantungnya berdegup oleh adrenalin tidak
masuk akal; seperti penjahat yang sedang mengendap dan ketakutan dipergoki oleh
orang rumah.
Setengah
berjinjit, dia berjalan dengan amat pelan menuju tempat tidur. Otak lurus
Jeongguk sebenarnya hanya berpikir masuk ke kamar Taehyung dengan maksud
mematikan saklar lampu lalu kembali ke kamarnya sendiri. Tapi guratan wajah
menggemaskan dan damai Taehyung yang tertidur pulas membuat niatnya berputar
haluan hingga dia berakhir duduk di samping pemuda itu, memperhatikan Hyung-nya
lamat-lamat. Jeongguk lantas menghela napas kasar ketika pandangannya terhenti
pada ponsel putih yang berada pada genggaman tangan Taehyung.
Taehyung
sangat kecanduan bermain ponsel belakangan ini. Entah itu saat mereka berkumpul
bersama, makan-makan, atau membahas pekerjaan; bahkan saat latihan. Taehyung
menjadi jarang menghabiskan waktu mengobrol dengan dia atau member lainnya. Yang
dilakukan pemuda itu saat mereka sedang beramai-ramai dalam ruangan yang sama
adalah melipir ke sudut ruangan sendiri dan asik dengan ponselnya.
Tentu
saja, hal itu kemudian menciptakan berbagai pikiran-pikiran aneh tentang
Taehyung yang mungkin sedang menjalin hubungan diam-diam dengan orang lain
namun enggan memberitahukan siapapun karena malas berurusan dengan agensi.
Sebab
itulah, Jeongguk yang kepalang penasaran akhirnya iseng mengambil ponsel pria
itu dari genggaman Taehyung yang lemah dengan sangat pelan agar sang pemilik
tidak terusik. Dia lalu menekan tombol on pada ponsel
Taehyung, sebuah pola kunci yang berlatar belakang potret selca dirinya dan
Taehyung terpampang kemudian.
Jeongguk
menyeringai, beruntung dia tahu pola kunci milik laki-laki bersurai abu itu,
jadi ini perkara mudah.
Begitu
pola berhasil dibuka, Jeongguk sudah memikirkan banyak sekali rencana untuk
mengoloki Taehyung mengenai rahasia besar yang coba lelaki itu sembunyikan dan
berniat menggunakannya untuk ancaman sebuah traktiran makan setiap kali dia
lapar. Jeongguk bisa menjadikan informasi rahasia ini sebagai kartu AS.
Namun
yang terjadi selanjutnya adalah dirinya yang justru dibuat nyaris tersedak saat
obsidiannya menemukan layar tersebut memampangkan deretan huruf dan paragraf
rapi dengan judul besar dan nama penulis serta tagline warning di
kepala kalimat pada sebuah aplikasi untuk membaca fiksi penggemar.
Tidak
aneh sebenarnya apabila seorang pria memiliki hobi membaca semacam novel dengan
genre teenlit—sekalipun itu tetap menggelikan, Jeongguk masih
paham. Tapi yang menjadikan Jeongguk terpekur membisu adalah fiksi penggemar
itu berkisahkan tentang dia dan Taehyung sebagai karakter utama.
A
Taekook Fanfiction. Begitu bacaan
yang tertera pada rentetan kalimat pertama sebagai pembuka cerita.
Jeongguk
menelan ludah kasar, melirik Taehyung beberapa kali sebelum atensinya kembali
pada layar ponsel. Jantungnya seakan jatuh hingga ke tumit kaki ketika dia
mulai menggulirkan laman itu semakin ke bawah dengan jarinya yang gemetar dan
mulai berkeringat.
Sial, ini fanfiction dewasa.
Jeongguk
mencermati isi cerita itu dengan napas tercekat, kepalanya mendadak pusing,
namun dia tetap melanjutkan. Hingga kemudian gulirannya terhenti pada paragraf
di bagian dirinya yang dimasuki oleh Taehyung. Yang
brengseknya adalah; Jeongguk digambarkan sebagai pihak paling menikmati,
berteriak paling nyaring, dan mencapai klimaks lebih dulu sambil menyerukan
hal kinky dengan memanggil Taehyung daddy.
Apa-apaan.
“Fuck,
Jeon Jeongguk!”
Jeongguk
refleks berdiri dan melempar ponsel Taehyung saat sebuah suara bergema
memekakan telinganya. Dalam hati dia sedikit meringis dan yakin umur ponsel
Taehyung tidak akan bertahan lama lagi karena terlalu sering terbanting.
“Apa
yang kau lakukan di sini?” Taehyung mendesis luar biasa emosi, berdiri menyalak
pada Jeongguk. Bola mata memerah yang menatapnya luar biasa tajam membuat
Jeongguk bertanya-tanya apakah ini adalah akibat dari bangun tidur atau karena
angkara yang membumbung pada pemuda itu.
Jeongguk
tergagap, kesadarannya seakan tercecer dan mencair seperti lelehan es akibat
tatapan menghakimi yang Taehyung tujukan padanya. “Aku—” dia berucap gugup,
memutar otaknya untuk memikirkan sebuah kalimat kelitan, “—itu.. earphone,
ya, aku.. aku mencari earphone milikku.” Jeongguk merutuki
kosakatanya yang berantakan setelahnya.
“Earphone?”
Taehyung mengulang kalimat Jeongguk sinis, “Orang gila mana yang mencari earphone sambil
mengotak-atik ponsel?” Intonasi bicaranya semakin menanjak, namun bukan
merupakan sebuah bentakan. “Terlebih itu ponsel milik orang lain.”
Ini
bukan pertanda baik.
“A—aku
hanya..” mendadak Jeongguk merasa kelimpungan, “Yah, maaf Hyung,
aku harus kembali ke kamar.”
Taehyung
mencengkal lengan Jeongguk kuat tepat ketika pemuda itu berniat hendak beranjak
kabur.
“Kau
membacanya?” tukas Taehyung dengan hazelnya yang memancarkan kilat berbahaya.
Genggamannya pada lengan Jeongguk menguat, menciptakan ruam sedikit merah yang
membekas pada kulit pemuda Jeon.
Jeongguk
memutar tubuh, terbatuk kecil dan berusaha mengeluarkan tawa santai dengan
maksud menutupi kegugupan. Namun hal itu justru terdengar semakin aneh dan
sedikit mengerikan. “Hahaha,” kekehnya kikuk, “Apa maksudmu, Hyung?
aku tidak—”
“Kau membacanya,”
potong Taehyung telak.
Jeongguk
tahu ucapan Taehyung barusan bukanlah pertanyaan, melainkan sebuah kalimat
berimplikasi retorik.
Habis
sudah.
“A—aku
tidak bermaksud melanggar privasimu.” Jeongguk bernapas susah payah, tiba-tiba
digerogoti oleh perasaan bersalah karena telah mengusik hal pribadi Taehyung. “Aku
berjanji tidak akan melakukannya lagi.”
Taehyung
mendadak melepas pergelangan Jeongguk, menciptakan kernyitan bingung pada yang
termuda. Ditambah dengan tawa hambar yang kemudian keluar dari mulut Taehyung,
menjadikan Jeongguk merinding. “Kau sudah tahu,” kelakarnya.
Hening
sejenak. Sementara Jeongguk tidak tahu bagaimana harus bersikap.
Taehyung
menatap ke sekeliling kamar, menghindari iris hitam pekat Jeongguk yang
ditujukan padanya, “Kau boleh membenciku jika kau mau.”
Jeongguk
berdehem canggung, “T—tidak,” sergahnya ragu, “Maksudku—” Jeongguk memaksakan
satu kekehan lolos di bibirnya, “Kenapa aku harus membencimu hanya karena kau
hobi membaca fanfiction. Itu tidak masuk akal, Hyung.”
Taehyung
terdiam sejenak. “Kau tidak marah?” matanya menyipit, menatap Jeongguk
untuk memastikan.
Jeongguk
mengerjap, tampak linglung, “A—apa aku harus marah?”
“Aku
membaca fanfiction gay, Jeongguk.” Taehyung menerangkan
sekali lagi, “Dengan aku dan kau—kita sebagai karakter utama.”
Telinga
Jeongguk berdengung dan dia tidak bisa menampik dirinya sendiri untuk tidak
merasa risih dengan kalimat itu, tapi menyembunyikannya dengan satu senyuman
kaku adalah pilihan tepat yang dia lakukan sebagai respon kemudian. Jeongguk
hanya tidak ingin melukai perasaan Taehyung.
“Tidak
apa-apa,” sanggah Jeongguk buru-buru, takut kalau-kalau membuat Taehyung
berpikir macam-macam dan akan membencinya.
“Bukankah penggemar yang membuat fanfiction itu?”
Dia melanjutkan dengan memaksakan sebuah senyum cerah, “Aku akan menghargai
apapun yang mereka lakukan,” jelasnya meyakinkan. “itu bentuk kasih sayang yang
mereka coba tunjukan kepada kita dengan cara masing-masing, benar, kan?”
Sebuah
binar kekanakan dari sepasang mata cokelat kelam itu muncul seketika,
menghantarkan segenap firasat buruk pada Jeongguk.
Gawat, apa dia salah bicara?
Taehyung
menyengir lebar, menuntun Jeongguk—setengah memaksa pria itu untuk duduk di
tempat tidur. Hal yang kemudian membuat Jeongguk merinding akan perubahan sikap
Taehyung yang dia tunjukkan dengan begitu drastis.
Mengabaikan
raut pucat Jeongguk, Taehyung mendadak menjadi vokal dan begitu kasual
berceloteh gembira. Sedang Jeongguk rasanya ingin membenturkan kepala ke
dinding saja.
“Apa
kau tertarik membacanya?” tanya Taehyung, nadanya sedikit bersemangat dan tidak
sabaran untuk menanti jawaban dari sang dongsaeng.
“A—ah,
itu..” Jeongguk menggaruk pipinya.
“Ini
menyenangkan, Jeongguk.” potong Taehyung cepat, “ Percaya padaku.”
Percaya
padaku, kepalamu. Jeongguk menjerit
dalam hati.
Mengambil
napas dalam-dalam, Jeongguk sudah akan menolak dengan halus ajakan Taehyung.
Tapi saat matanya bersirobok dengan obsidian penuh binar dari Hyung-nya,
Jeongguk jadi menelan ludah. Dia tidak mungkin meredupkan binar antusiasme itu.
Maka, yang keluar dari mulutnya justru sebuah kata yang membuatnya memaki diri
sendiri dalam hati.
“B—baiklah.”
* * * *
Risih
adalah kesan pertama yang Jeongguk rasakan ketika Taehyung tanpa tedeng
aling-aling menyodorinya sebuah fanfiction gay —Taehyung
berkata jika dia lebih suka menyebutnya yaoi agar terdengar
keren , padahal menurut Jeongguk sama saja—dengan genre romance.
Jeongguk
merasa matanya seolah akan mengalami pendarahan.
Baginya,
seorang pria membaca fanfiction romance adalah lelucon paling
mengerikan di dunia. Namun yang dia lakukan sekarang justru lebih parah dari
itu. Dia membaca fanfiction romance dengan tambahan gay di
dalamnya.
Informasi
lain, dia sendiri yang menjadi tokoh utama dalam cerita tersebut.
Bedebah Taehyung.
Jeongguk
hanya tidak ingin semakin memperburuk hubungannya dengan Taehyung, karena hal
itu akan berdampak terhadap kinerja pekerjaan mereka. Sedangkan membahas dengan
para member mengenai masalah ini juga bukan solusi yang tepat. Bisa-bisa, hal
yang terjadi justru Taehyung kemungkinan akan semakin marah.
Namun
celakanya, berawal dari keterpaksaan itu, mulai datang rasa terbiasa dalam
dirinya hingga lama-lama Jeongguk berada dalam taraf menikmati.
Dan
Taehyung adalah seratus persen tersangka atas segalanya.
Sebenarnya,
Jeongguk telah beberapa kali mencoba untuk berhenti. Dirinya amat sangat
menyadari bahwa apa yang telah dia lakukan merupakan sebuah kesalahan. Jeongguk
merasa bahwa apabila ini diteruskan, dia takut akan melakukan sesuatu yang
tidak seharusnya.
Yang
menjadi masalah adalah, setiap kali dia menemui Taehyung, dirinya selalu
direcoki oleh berbagai rekomendasi fanfiction; bahkan tanpa
sempat dirinya menyuarakan apapun.
Dan
sama dengan hari-hari sebelumnya, usaha Jeongguk untuk berhenti hanya berupa
tekad bulat tanpa realisasi. Seperti yang tengah dia laukan sekarang, asik
berdua dengan Taehyung, duduk bersandar pada kepala tempat tidur dan berbagi
selimut yang sama.
Sebelah
tangan Jeongguk memegang sebuah tab yang menampilkan
laman blog dengan judul Rekomendasi Fanfiction Taekook —Jeongguk
bahkan kaget mengetahui bahwa nama yang dia buat secara iseng di video unggahan
waktu lalu justru menjadi icon name untuk sebutan couple dirinya
dan Taehyung—, sementara tangannya yang lain bergerak memainkan jemari kurus
Taehyung sembari mengomentari penuh keirian tentang betapa panjang dan indahnya
kuku lelaki itu.
“Bagaimana
dengan ini?” Jeongguk menunjuk sebuah link yang tercantum pada
laman website yang mereka kunjungi.
Kepala
Taehyung mendekat pada tab, “Kau suka dengan karakterku yang
berandal, ya?” Taehyung tertawa setelah membaca sinopsis alur yang bercerita
tentang dirinya sebagai remaja nakal dan Jeongguk si pemuda pintar yang cupu.
Tipikal dan mainstream sekali, pikir Taehyung. Tapi dia tidak
mengomentari apapun, selama Jeongguk menyukainya, dia akan senang-senang saja.
Jeongguk
mengangkat bahu acuh, menyandarkan kepalanya dengan nyaman pada bahu Taehyung. “Setidaknya
aku bisa melihat sisi kerenmu di sana.”
Taehyung
mendengus tertawa, “Aku yang sekarang kurang keren?”
“Jika
mandi dua hari sekali saat musim dingin, tidak mencuci piringmu setelah makan,
tidur dengan dengkuran nyaring, manja saat sakit itu keren—yeah, kau keren sekali, Hyung.”
“Sialan.”
Jeongguk
balas tertawa, jemarinya bergerak mengetuk link, menunggu loading sedikit
lama akibat WiFi gedung yang bermasalah. Begitu deretan
paragraf bacaan mulai muncul, keduanya kemudian membaca dalam diam untuk
beberapa saat.
Selama
mereka berkutat dengan dunia fanfiction, mereka berdua semacam
membuat kesepakatan dalam diam untuk menghindari bacaan yang mengandung unsur
dewasa. Mungkin karena keduanya sama-sama malu jika harus membaca berdua—atau
justru hanya Taehyung yang takut sesuatu tidak diingankan pada bagian selatan
tubuhnya akan bereaksi macam-macam. Padahal, jika Taehyung sendirian, dia akan
dengan senang hati membaca fanfiction yang dominan berisi
unsur dewasa dan kemudian berakhir di kamar mandi dengan tisu toilet yang
berjubel di tempat sampah.
Awalnya
berjalan biasa saja, Jeongguk dan Taehyung sudah larut ke dalam cerita. Namun
saat Jeongguk makin menggulirkan jari ke bawah, dia mulai merasa tidak
nyaman dengan alur cerita yang terpampang pada layar; tentang adegan ciuman
liar antara dirinya dengan Taehyung yang mendominasi. Adegan tersebut
dideskripsikan begitu detail dan makin memanas seiring cerita.
Taehyung
yang menangkap hal itu pada wajah Jeongguk buru-buru menguap, “Aku mengantuk,”
ucap Taehyung pura-pura.
Jeongguk
menanggapi hal itu dengan diam-diam menghembuskan napas lega, dia mengangguk
kemudian. “Yeah. Sudah larut malam,” sahutnya seraya menutup laman
dan keluar dari aplikasi. ”Aku juga sudah mengantuk.”
“Lagipula
besok kita ada latihan,” Taehyung menimpali lagi, “Kita harus istirahat yang
cukup agar tetap fit.” Taehyung lalu memerosotkan badannya,
memeluk guling dan memejamkan mata, “Ke kamarmu sana.”
* * * *
“Taehyung.
“
“Hm?”
Taehyung menoleh pada Jimin. Mereka sedang berdua di ruang latihan, lelaki itu
tengah melakukan pemanasan sebelum memulai sesi latihan mereka. Akibat terlalu
sering membolos di jam latihan beberapa waktu lalu, Taehyung tertinggal jauh.
Dan dia membutuhkan latihan ekstra dari Jimin. Jeongguk juga sering membolos
karena ajakannya, tapi sialnya lelaki itu seseorang yang cepat belajar, jadi
tidak butuh waktu lama baginya untuk mengejar ketertinggalan.
“Kau
dan Jeongguk semakin menempel akhir-akhir ini.”
Taehyung
meregangkan otot-otot pergelangan tangannya ketika menjawab, “Setahuku aku
memang dekat dengan Jeongguk. Tidak ada yang aneh.”
“Tentu
saja ada yang aneh,” balas Jimin, tampak bingung menyusun kalimat. “Kalian
terlalu dekat. Terlalu sering melakukan skinship dengan kadar
berlebihan. Terlalu sering berdua.”
Taehyung
tertegun sejenak namun dia menyembunyikannya dengan tertawa kemudian, “Kau tahu
aku suka bermain dengan anak kecil,” ujarnya membuat alasan, “Dan maknae kita
satu itu benar-benar menggemaskan.” Dia menghadap pada cermin besar yang
mengelilingi mereka. “Kenapa kau bertanya? “
Jimin
menghela napas, memutuskan untuk tidak melanjutkan hal ini lebih jauh. “Tidak..”
dia lalu memulai latihan menarinya, “Lupakan pertanyaanku tadi.”
Taehyung
membalas dengan seringai diam-diam.
* * * *
“Hey, brengsek.”
Jeongguk
membuka pintu kamar Taehyung dan menghampiri lelaki itu setelah tidak lupa
menguncinya. Taehyung memutar bola mata oleh sapaan tidak sopan yang keluar
dari mulut Jeongguk. “Merindukanku, dongsaeng?” ucapnya sambil
lalu, fokusnya tertuju pada tayangan televisi yang menampilkan siaran National
Geographic Channel tentang acara survival balap
lintas hutan—siaran favorit Taehyung.
Jeongguk
menghempaskan tubuhnya pada tempat tidur Taehyung dengan posisi tengkurap, dia
lalu menggeleng keras dengan kepala yang ditenggelamkan ke bantal. “Aku lebih
merindukan kasur nyaman ini.” Jeongguk mengerang, suaranya teredam. “Bisa aku
mengangkut ini ke kamarku?”
Taehyung
hanya menanggapi dengan dengusan main-main, dia meraih remote di
atas nakas di dekatnya, mematikan televisi, lalu ikut membaringkan diri
menghadap pemuda Jeon. Dia menumpukan kepalanya pada siku dan telapak
tangan, “Tidak membawa tab?”
“Tidak,”
balas Jeongguk, dia mengubah posisinya menjadi berbaring. “Aku bosan.”
“Bosan?”
alis Taehyung terangkat naik.
Jeongguk
menggumamkan sesuatu yang membuat Taehyung mengerut bingung. “Aku bosan
membaca fanfiction.” Jeongguk menguap. “Ayo lakukan hal lain.”
Taehyung
mengangguk paham, sebenarnya dia juga agak bosan setiap hari membaca fanfiction dengan
Jeongguk. Terlebih, semakin hari stok bacaan cerita mereka semakin berkurang;
sebenarnya ada banyak, tapi rata-rata mengandung unsur dewasa, dan keduanya
tidak mungkin membaca itu bersama.
Melirik
sekilas pad PSP 4di sudut ruangan yang sudah lama tidak dia sentuh, Taehyung
menoel bahu Jeongguk, “Bagaimana dengan bermain game?”
Namun
Jeongguk menggeleng sebagai jawaban, wajahnya semakin suntuk, “Kau selalu
kalah,” cibir yang termuda. “Tidak menantang sama sekali.”
Taehyung
berdecih, “Lalu apa?”
Jeongguk
berguling ke kiri ke kanan secara berulang hingga berakhir dengan posisi
telentang. Dia menatap menerawang pada langit-langit kamar, tampak berpikir.
Namun berujung mengendikkan bahu pada akhirnya. “Entahlah, ada usul?”
Taehyung
menggigit bibirnya, sebuah ide konyol mendadak melintas di kepala. Sebuah ide
yang berasal dari keinginan terpendam Kim Taehyung sendiri yang setengah mampus
ditumpuknya di bawah sadar karena pemikiran superego- nya yang
masih waras. Tapi tampaknya id dalam diri Taehyung sudah
perlahan merangkak naik. Maka, dia setengah menimbang ragu ketika berkata, “Ada,
tapi aku yakin kau tidak akan tertarik.”
“Kau
bahkan belum mengatakan apa-apa.”
“Permainan fanfiction?”
Taehyung berkata cepat dengan amat pelan, menurunkan nada bicaranya hingga
nyaris setengah berbisik.
“Huh?”
Jeongguk mengerjap. Sebenarnya bisa mendengar ucapan Taehyung, namun dia tidak
memahami sama sekali maksud dari kalimat yang keluar dari mulut Hyung-nya
itu.
“Maksudku..”
Taehyung meremat jemarinya sedikit gelisah, sejenak merutuki ucapan
spontanitasnya yang tidak bisa dia kontrol. Tapi kemudian dia mempersetankan
hal itu. Sudah kepalang tanggung. “Kita bisa melakukan hal seperti yang ada
di fanfiction itu,” katanya menggantung, memikirkan kalimat
selanjutnya untuk dia ucapkan. “Karena kita adalah wujud virtualnya.
Itu pasti akan menyenangkan.”
Jeongguk
masih tidak menangkap maksud dari kalimat berbelit yang Taehyung suarakan,
wajahnya menciptakan raut bingung, “Misalnya?”
“Saling
berbicara?” jawab Taehyung tidak yakin.
Jeongguk
membuang napas kasar akan jawaban bodoh Taehyung. “Dan?” desaknya sedikit
tergesa menunggu jawaban Taehyung.
“Uhm,”
Taehyung menjeda, dia meneguk ludahnya, “Berpelukan, mungkin?” cicitnya lirih.
“Berpelukan?”
ulang Jeongguk.
“Y—yeah,”
Taehyung tertawa kikuk, berdehem sekali untuk menghilangkan rasa gugup, “Kita
biasa melakukannya bukan? Jadi itu oke-oke saja.”
“Ah,”
Jeongguk berujar, mulai mengerti arah pembicaraan Taehyung. Jantungnya mendadak
berdegup dua kali lebih cepat tanpa alasan, apalagi ketika Taehyung menatapnya
dengan begitu dalam. Dengan gamang, dia membalas lagi, ”Baiklah.”
“A—aku
akan memelukmu sekarang,” gumam Taehyung ragu yang dibalas anggukan kaku dari
Jeongguk.
Taehyung
kemudian beringsut mendekati Jeongguk, mengikis jarak di antara keduanya.
Kepalanya mendadak pusing dan mual oleh perasaan gugup ketika tangannya
merambat ke atas perut Jeongguk, menariknya lembut ke dalam sebuah pelukan
janggal yang penuh ketegangan. Keduanya sama-sama menahan napas. Terlebih saat
Jeongguk memutar badannya menghadap Taehyung dan ikut melingkarkan tangan pada
pinggang Taehyung.
“Rasanya
aneh saat kau meminta izin memeluk, kita biasa melakukannya secara spontan,”
kekeh Jeongguk menyamarkan rasa gugupnya. Taehyung mencoba menetralkan suasana
dengan ikut tertawa, namun keadaan kembali berubah canggung begitu tawa
keduanya mereda dan keheningan mulai tercipta lagi.
Kepalanya
berada pada bahu Taehyung. Aroma deterjen dan kopi khas Taehyung menyeruak
masuk ke dalam penciumannya hingga Jeongguk dibuat merinding.Apalagi ketika dia
merasakan Taehyung mengusap punggungnya naik turun dengan begitu lembut,
sedikit membuat kaosnya tersingkap hingga kulit pinggangnya bersentuhan dengan
telapak tangan besar Taehyung.
“Setelah
itu apa?” tanya Taehyung memecah keheningan.
“M—mungkin
tidur.” Jeongguk meneguk ludahnya, “Kita bisa tid—”
“Tidak
ada ciuman?” potong Taehyung tanpa berpikir. “Dalam fanfiction,
seseorang akan mencium kekasih sebagai ucapan selamat malam.” Lantas Taehyung memaki
dirinya dalam hati sebanyak yang dia bisa setelahnya.
Sekujur
tubuh Jeongguk panas tanpa alasan atas ucapan yang Taehyung katakan beberapa
detik lalu, dia bergerak tidak nyaman dalam pelukan Taehyung. “T—tapi, kita
bukan sepasang kekasih, Taehyung.” cicitnya hati-hati.
“Yeah,”
Taehyung tertawa serak, ”Kau benar.” Dia menelan ludahnya kasar, “Sebaiknya
kita tidur.”
Jeongguk
mengangguk, dia tampak menunggu sesuatu namun Taehyung tidak melakukan apapun
lagi. Jadi Jeongguk memberanikan diri berkata, “Apa kita tetap akan tidur
dengan posisi seperti ini?”
Taehyung
tersentak sadar, sedikit gelagapan dan terbatuk. Dia dengan cepat melepas
pelukannya. “Ah,” ujarnya, “Maaf.”
“Tidak
apa.” Jeongguk menyengir, merubah posisinya menjadi duduk, “ Aku rasa aku akan
tidur di kamarku saja. Aku—”
“Tidak,”
Taehyung menarik lengan Jeongguk hingga pemuda itu jatuh ke tempat tidur lagi. “Kau
akan tetap tidur di sini.”
“Tapi—”
“Jangan
membantahku,” ucap Taehyung dengan nada memperingati, kilatnya memancarkan
emosi berbahaya. Tapi tak lama hal itu berubah menjadi seringai jenaka
main-main, “Aku lebih tua darimu, ingat?”
“Kau
selalu mengancamku menggunakan faktor usia,” dengus Jeongguk namun dia tetap
bertahan pada posisi berbaring kemudian. Jeongguk menyamankan diri, menarik
selimut dengan kakinya dan menutupi setengah badan dengan fabrik lembut itu.
Dia lalu memejamkan mata. “Selamat tidur, Taehyung.”
Taehyung
merosotkan tubuhnya, menyusul Jeongguk untuk masuk ke dalam selimut,
matanya ikut terpejam. “Pakai 'hyung', dasar tidak sopan.”
Jeongguk
berdecak, “Selamat tidur Taehyung Hyung.”
“Selamat
tidur, Jeongguk-ie.”
“Hanya
Jeongguk.”
“Mm,
selamat tidur hanya Jeongguk.”
“Dasar
menyebalkan.”
* * * *
“Jeongguk-ie,”
Taehyung memanggil Jeongguk lembut, menghasilkan sebuah suara erangan
pelan dan garukan pipi serta mulut terbuka yang mendengkur halus dari
Jeongguk sebagai respon.
Taehyung
beranjak duduk hingga selimutnya turun sampai paha. Dia mengusak rambut
berantakannya dan memijat kelopak mata, merasa perih serta panas juga
mengantuk. Kepalanya pusing, akan tetapi dirinya tidak bisa tertidur sekalipun
sudah berusaha keras untuk mencari bunga tidur. Sedangkan sosok lebih muda
disampingnya yang memang mudah sekali untuk tidur dimana saja seperti
Yoongi Hyung sudah menjelajah alam mimpi sedari tadi. Taehyung
menghela napas, melirik jam dinding yang bergerak pada angka empat dinihari.
Dia
meraih ponselnya dan menyalakan layar, matanya sedikit menyipit untuk
beradaptasi dengan cahaya yang masuk pada penglihatannya. Taehyung lalu tiduran
kembali dan menarik selimut. Dia menggulirkan jarinya sembarang, membuka sosial
media sebentar, lalu mengecek notifikasi serta pesan masuk yang isinya tidak
terlalu penting—hanya email berisi masalah pekerjaan dan
Seokjin Hyung yang mengoceh di group chat; berkata
bahwa dia baru selesai belajar menu masakan baru dari youtube dan
akan memasak kudapan itu esok hari, jadi mereka harus ada di gedung pada pukul
empat sore setelah sesi latihan koreografi selesai sebagai bahan
percobaannya.
Taehyung
awalnya sudah akan meletakkan kembali ponselnya dan mencoba untuk tidur lagi.
Tapi jemarinya terpeleset memencet aplikasi untuk bacaan penggemar yang sering
Jeongguk dan dirinya kunjung untuk membaca fanfiction.
Setelah loading beberapa saat, terpampang cerita yang berisi
lima ribu words dengan delapan puluh persen adalah unsur
dewasa—Taehyung membaca itu dua hari lalu sebagai stimulus untuk ereksinya dan
dia lupa mengembalikan cerita ke halaman awal.
Mendadak
saja, Taehyung merasakan tubuhnya memanas. Dia menahan napas sementara jarinya
begitu licin menggulirkan layar terus ke bawah; padahal, Taehyung sudah pernah
membaca ini, tapi sensasinya tetap sama seperti sebelumnya. Ditambah ketika
obsidiannya melirik beberapa kali pada sosok Jeongguk yang tertidur begitu
pulas. Ketika Taehyung mendapat sinyal bahwa bagian selatannya mulai
menunjukkan tanda-tanda ereksi, dia cepat-cepat menutup aplikasi dan meletakkan
ponselnya ke atas nakas dengan sedikit gugup.
Taehyung
meraup udara banyak-banyak, mengatur napasnya dengan susah payah untuk
menjernihkan kembali isi otaknya. Setelah lima menit waktu yang menyiksa dan
Taehyung merasa tubuhnya sudah bisa dikontrol kembali, dia melirik lagi pada
jam dinding. Hanya terlewat lima belas menit dari waktu awal tadi. Dia
lantas mendengus frustrasi, hari semakin beranjak pagi tapi matanya sama sekali
tidak mau diajak kompromi, sementara dirinya sendiri kebingungan untuk
melakukan apa disaat begini. Membuka kembali ponselnya tentu hanya akan membuat
Taehyung berakhir di kamar mandi dan itu bukan pilihan bagus; terlebih akan
sangat riskan apabila Jeongguk mendengar bahwa setiap kali dia melakukan
pelepasan, nama pemuda itulah yang dia selipkan di setiap geramannya.
Dia
kemudian merubah posisinya menjadi berbaring menyamping. Taehyung memutuskan
untuk menghabiskan waktunya dengan mengamati wajah Jeongguk—dan rahang
pria termuda yang mulai tirus kembali adalah alasan dia berdecak sebal
kemudian.
Jeongguk
bersikeras diet untuk mempersiapkan comeback mereka. Padahal
menurut Taehyung, pemuda itu lebih cocok berpenampilan menggemaskan dan menjadi
bayi semua orang. Tapi dipuji bagaimanapun, pria itu tetap ngotot untuk
menurukan lima kilogram bobot tubuhnya, bahkan pelototan tajam dari Taehyung
yang dia layangkan setiap kali Jeongguk menyuap makanan hanya beberapa sendok
juga tidak mempan. Aku ingin menjaga penampilanku agar Army senang,
katanya.
Dan
Taehyung tidak punya alasan mendebat lebih jauh lagi apabila itu sudah
berkaitan dengan penggemar mereka. Ditambah, Jeongguk sama keras kepalanya
dengan dirinya. Memperpanjang hal itu tentu akan menambah daftar panjang
pertengkaran remeh keduanya yang berujung dieksekusi oleh Namjoon dan dimarahi
seharian.
Fokus
Taehyung terusik saat Jeongguk sedikit menggigil yang membuatnya semakin
merapatkan tubuhnya pada Taehyung dan memeluk lelaki itu secara tiba-tiba
dengan begitu erat. Sifat naluriah manusia, ketika merasa dingin, maka dia akan
mencari kehangatan. Taehyung terkekeh gemas. Tangannya bergerak untuk membenarkan
letak selimut Jeongguk hingga pangkal leher pemuda itu, memastikan bahwa
Jeongguk benar-benar dalam kondisi yang hangat. Jemarinya lalu beralih
memainkan rambut pemuda itu, memelintirnya atau sekedar mengacak-acak lembut
penuh sayang.
Taehyung
tahu, Jeongguk tidak mudah dibangunkan, jadi dia memanfaatkan itu untuk
beberapa kali mengecup kecil pipi Jeongguk. Dirinya tersenyum ketika merasakan
kulit Jeongguk yang begitu halus menyentuh bibirnya. Jeongguk memiliki tekstur
pipi seperti bayi, sangat enak untuk dicubuti.
Mulanya,
memang hanya sebuah kecupan kecil di pipi, namun rasa candu kemudian melingkupi
dan membuatnya menambahkan kecupan-kecupan lain di sekujur wajah Jeongguk. Dia
memejamkan matanya, merekam semua lekuk wajah Jeongguk dengan sentuhan bibirnya.
Satu-satunya hal yang dia lewatkan hanya bibir Jeongguk, dia terlalu takut
melakukannya, akan runyam perkara apabila dirinya kedapatan melakukannya. Gemas
tidak lagi bisa menjadi alasan kepada Jeongguk ketika pemuda itu mengetahui hal
tersebut jika dia benar-benar mencium bibirnya.
Hanya
saja, kutuk Taehyung beserta rasa penasaran lelaki itu yang jauh lebih besar
dan mendominasi dibanding ketakutannya sendiri. Salahkan juga angin musim
dingin yang memasuki ventilasi jendela kamarnya.
Hanya
ciuman kecil, Taehyung. Batinnya
terus menerus meneriakkan kalimat yang sama.
Taehyung
melirik Jeongguk, dia masih tertidur nyenyak dan tidak ada pertanda akan
terbangun. Jadi, mengumpulkan seluruh keberanian, Taehyung mendekatkan wajah,
melirik sekali lagi pada mata Jeongguk, menahan napasnya, sebelum mencium kilat
dengan sangat sekilas bibir pemuda itu.
Hangat,
kenyal, dan manis dengan caranya sendiri.
Jantung
Taehyung berdentum anomali. Campuran antara adrenalin dan rasa was-was karena
takut dipergok sang pemilik bibir.
Taehyung
memerangi batinnya untuk berhenti tapi tubuhnya bersikap adiktif terhadap
eksistensi Jeongguk tanpa sanggup dia cegah. Dia kembali menciumi bibir
Jeongguk berulang-ulang. Lagi. Hanya berupa kecupan singkat. Akan
tetapi, semakin lama kecupan itu berubah menjadi ciuman yang lumayan panjang
bertahan di bibir Jeongguk, ditambah fakta bahwa saat dia melihat pemuda Jeon
tampak tidak terusik sama sekali.
Lelaki
itu benar-benar tidur dengan baik.
Menyadari
itu, Taehyung mulai meliar dan ingin terus melakukan lebih dan lebih lagi. Dia
bahkan dengan berani telah menyelipkan lidahnya pada mulut Jeongguk yang
sedikit terbuka, memeta mulut pemuda itu, menggerusi dinding mulutnya, dan
memainkan lidah Jeongguk yang tidak memberikan respon apa-apa. Dengan napas
tersengal dan suhu tubuh seakan terbakar, Taehyung kehilangan kewarasan dan
terus melumatnya penuh tuntutan. Dia sudah sejak lama memfantasikan hal ini di
kepalnya. Membayang betapa seksi dan panasnya Jeon Jeongguk jika berada dalam
kukungannya. Taehyung terus menciumi Jeongguk, menggigit bibir atas dan bawah
pemuda itu lalu menghisapnya secara bergantian. Dia hanya akan berhenti saat
merasa Jeongguk dan dirinya membutuhkan asupan oksigen.
Hormon
berlebihan yang menguasainya membuat ia tanpa sadar telah berpindah posisi dan
menindihi Jeongguk. Setengah tersengal oleh napas yang terburu, Taehyung
memandangi wajah pria itu lama dengan pandangan berkabut dan penuh nafsu. Ia
kemudian dengan tidak sabaran menurunkan wajahnya untuk mengendusi tulang rahang
Jeongguk, membauinya lamat-lamat sebelum menjilati dengan penuh afeksi menuju
leher yang lebih muda.
“Sial,”
Taehyung bernapas susah payah di kulit Jeongguk, “Aku bisa gila,” erangnya
tertahan. Dia mengambil napas dalam-dalam di balik ceruk leher Jeongguk lantas
menghisapnya dalam-dalam, tubuhnya seketika merinding bersaman dengan dirinya
yang memberikan tanda kemerahan di berbagai permukaan kulit pemuda itu.
Taehyung memutuskan untuk persetan. Dirinya sudah kepalang nafsu, dia bisa
mencari alasan kenapa leher Jeongguk penuh bercak merah besok.
Jemarinya
perlahan turun, mengelusi perut Jeongguk dari fabrik kain sementara mulutnya
masih sibuk dengan leher pemuda itu. Namun, tepat ketika telapaknya bergerak
untuk menelusup ke dalam kaos Jeongguk, sebuah tangan menahan pergerakannya
hingga membuat Taehyung membeku.
Taehyung
menjauhkan wajahnya, obsidiannya bertabrakan dengan hazel kembar Jeongguk.
Pemuda di bawahnya itu menatapnya begitu lekat, tidak ada ekspresi apa-apa di
sana hingga Taehyung kesulitan untuk membaca Jeongguk. Namun,
ketika sebuah kalimat begitu lirik keluar dari mulut Jeongguk yang serak,
Taehyung kontan membisu.
“Hentikan,
Taehyung.”
Maka
Taehyung berhenti. Pergerakannya, sensor motoriknya, bahkan nyaris jantungnya.
Setelahnya,
tidak perlu usaha keras untuk Jeongguk mendorong tubuh Taehyung yang
menindihnya. Lantas ia kemudian ikut bangun, duduk menghadap Taehyung yang
masih tak berkedip tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Taehyung
membuka suara, hendak berucap namun tak ada suara apapun yang terutarakan oleh
mulutnya. Keduanya saling menatap dalam sunyi yang menggelisahkan, saling
menilisik isi hati masing-masing melalui bola mata yang berpendar, berharap
keduanya dapat menyampaikan perasaan satu sama lain lewat sorot itu. Jeongguk
menghela napas kemudian, mengambil aksi lebih dulu dengan beringsut sedikit
menjauh dari posisi Taehyung dan berdeham canggung.
Seketika
membuat Taehyung mengerti.
Apa
yang dia lakukan barusan adalah kesalahan.
Pemahamannya
mengenai semua aktifitas yang akhir-akhir ini dia lakukan bersama Jeongguk
ternyata meleset, Jeongguk tidak memiliki pandangan sebagaimana
Taehyung memandang Jeongguk. Jeongguk menerima ajakannya untuk
menikmati bacaan gay hanya karena dia menghargai Taehyung dan
tidak ingin membuat dirinya tersinggung. Jeongguk sebenarnya tidak menikmati
itu; harusnya Taehyung dapat menangkap segala kerisihan yang Jeongguk tunjukan
ketika mereka membaca cerita yang terlalu romansa dan clingy.
Harusnya Taehyung dapat memahami bahwa Jeongguk hanya melakukan hal itu untuk
memperbaiki hubungan mereka agar tidak memberikan dampak yang negatif terhadap
pekerjaan keduanya. Jeongguk hanya kasihan.
Taehyung
tersenyum tipis.
“Kau
boleh ke kamarmu,” ucap Taehyung datar, tidak memandang sama sekali ke arah
Jeongguk, “Atau kau bisa memukulku atas kekacauan tadi sebelum beranjak pergi.”
****
“Ada
apa dengan memar di wajahmu?”
Taehyung
hanya memutar bola matanya, tidak tertarik menjawab pertanyaan Seokjin dan
memilih menuju lemari pendingin lalu mengambil karton susu dari sana, menuangnya
ke dalam gelas kemudian meletakan kembali ke dalam lantas menutupnya
menggunakan kaki dan berjalan malas dengan langkah diseret menuju meja makan.
Dia mendudukan dirinya dengan lemas dan helaan napas panjang seolah seluruh
hidupnya memikul satu semesta beban.
Merasa
Taehyung tak kunjung akan memberikan jawaban, Seokjin menendang tulang
keringnya hingga Taehyung yang sedang minum tersedak parah.
“Brengsek.”
Taehyung berucap susah payah, matanya berair, dan keadaan tenggorokannya yang
perih tidak lebih baik dari air susu yang bahkan keluar dari lubang
pernapasannya.”Aku pikir aku akan mati.”
Mengabaikan
perkataan penuh umpatan dari Taehyung, Seokjin kembali berucap, “Aku barusan
bertanya padamu, bocah bodoh.”
Taehyung
menyapu mulutnya dengan beberapa lembar tisu sebelum menjawab tak acuh, “Mm,”
ia menggumam tidak tertarik, “Bukan hal penting untuk dibicarakan.”
Sebuah
tarikan dari kursi lain menginterupsi, membuat keduanya menoleh bersamaan.
Taehyung memandang tak berminat pada sosok yang sedang mendaratkan bokongnya
dengan kasar ke tempat duduk dan bersikap cuek dengan mengunyah sarapan rotinya
begitu santai sementara reaksi Seokjin justru melotot sempurna.
“Apa
yang terjadi pada lehermu?!” Seokjin berseru histeris, menunjuk-nunjuk pada
warna merah keunguan memanjang yang memenuhi leher Jeongguk.
Jeongguk
yang ditanya hanya mengangkat bahu dan lanjut menggerus potongan roti dengan
acuh, “Bukan hal penting untuk dibicarakan.”
Usai
berkata demikian, seolah telah melakukan kesepakatan lebih dulu, baik Jeongguk
maupun Taehyung beranjak bersamaan dan berjalan berlawanan arah.
Menghasilkan
tatapan tak mengerti dan pemikiran-pemikiran yang sedang Seokjin coba untuk
pahami.
****
Taehyung
tidak ingat kapan terakhir kali dirinya menatap Jeongguk berbeda. Tatapan
yang bukan sebagai seorang adik kesayangannya yang menggemaskan
lagi.
Perkara fanfiction, dia
cukup yakin bahwa bukan itu penyebab utama dia menyukai Jeongguk
yang tidak sebagaimana mestinya. Taehyung sudah merasa bahwa ada yang salah
dengan perasaan jengkel tidak beralasannya saat Jeongguk terlalu dekat dengan
member lain, terlalu posesif ketika Jeongguk berkata dia senang bermain dengan
salah satu member dari group lain—Yugyeom.
Hanya
saja, dia terlalu mengerti bahwa hal tersebut adalah tabu dan salah. Dia
tidak boleh gegabah dan membuat persepsi yang berbahaya karena bisa saja itu
hanyalah semacam brother complex atau cuma perasaan sesaat
karena dia terlalu dekat dengan Jeongguk dan pilihan menjadi idol tidak
bisa membuatnya berkencan dengan wanita manapun karena terlalu riskan. Dari
situasi itulah, muncul perasaan aneh yang seharusnya tidak ada. Jadi, Taehyung
terus meyakinkan pada dirinya bahwa dia hanya kesepian.
Namun
kenyataannya tidak begitu.
Untuk
mencari pembenaran atas itu, Taehyung sudah beberapa kali mencoba berteman dan
menjalin hubungan dengan wanita dari girl group lain, mengajak
mereka bertemu dan mengabaikan resiko tertangkap media hanya untuk meyakinkan
perasaannya. Tapi ketika dia menerima pesan dari Jeongguk bahwa pemuda itu
sedang tidak enak badan dan meminta Taehyung membelikannya makan, Taehyung
tanpa berpikir dua kali meninggalkan kencan mereka.
Maka,
Taehyung berhenti berusaha.
Dia
menerima segala perasaan yang dia rasakan pada Jeongguk dengan lapang.
Menikmati semua emosi yang menyenangkan namun juga kadang membuatnya
kelimpungan karena makin membengkak setiap harinya. Tapi tetap saja,
sangat sulit baginya untuk bersikap biasa pada Jeongguk. Taehyung kepayahan
mengontrol hormonnya ketika Jeongguk dengan segala sikap serampangannya itu
tidur di kamar Taehyung tanpa mengenakan baju. Dirinya tidak bisa berhenti
terlonjak kaget setiap kali Jeongguk mulai melakukan skin ship yang
berlebihan padanya; menggelondoti Taehyung layaknya bayi, kadang menciumi
kepala Taehyung sesuka hatinya, memeluk Taehyung jika pemuda itu ingin, dan
hal-hal lainnya yang membuat Taehyung tidak bisa bernapas dengan baik.
Karena
itu lah, dia memutuskan untuk mulai menghindari pemuda polos itu demi
ketentraman jantung dan ereksinya. Taehyung sebenarnya hanya ingin mengurangi
sedikit sentuhan berlebihan dari Jeongguk saja pada awalnya, tapi rupanya
hubungan mereka justru semakin merenggang. Kedekatan Jeongguk dengan Jimin pada
akhirnya menambah kecemburuan dalam diri Taehyung hingga dia menjadi muak dan
menghindar secara totalitas.
Taehyung
mendongak, bertumpu tangan pada pagar pembatas. Dirinya mendapati ketenangan
yang menyenangkan bersamaan dengan dinginnya cuaca malam di rooftop yang
sama sekali tidak menyebabkannya bergidik, dia sudah terbiasa dengan udara
dingin. Taehyung menyukainya. Berbanding terbalik dengan Jeongguk yang sangat
tidak menyukai udara dingin dan menaruh kecintaannya pada musim panas.
Ada
helaan napas berat ketika dia mengingat Jeongguk memukulnya keras dan
mengucapkan kalimat bagus kau menawarkannya, aku memang
berniat melakukan itu lebih dulu dengan raut marah.
Tidak
cukup sampai di sana, ketika Jeongguk bergesa keluar, suara anggap hal
memalukan ini tidak pernah terjadi, dan bersikaplah sepantasnya pada
dongsaeng-mu yang disertai bantingan keras pintu semakin menambah rasa
bersalah pada diri Taehyung.
Suara
langkah kaki yang menaiki tangga dengan langkah terseret membuat Taehyung
membeku, dia mengenali suara langkah itu, bahkan aroma peach manis
menguar yang sudah sangat dia hapal menjadi penguat asumsi yang membuatnya
merasa tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa sosok yang kini berjalan
semakin mendekat dan berhenti di sampingnya.
“Kau
tidak berniat bunuh diri karena frustrasi ku tolak, kan?” tanya suara di
sampingnya begitu santai. Mulutnya sibuk mengulum permen tangkai varian
stroberi yang dia dapatkan hasil memalak dari Hoseok Hyung.
Taehyung
melirik sekilas, mendengus malas dan bergumam, “Seperti kau pantas saja menjadi
alasanku untuk mati.”
Jeongguk
tertawa atas jawaban dari Taehyung. “Apa itu sakit?” tanya Jeongguk hati-hati,
turut meringis ketika matanya melirik pada bekas keunguan hasil bogeman mentah
yang sudah dia perbuat kemarin malam.
Taehyung
termenung sejenak, memandangi kerlipan lampu dengan suasana kota Seoul yang
tidak juga istirahat bahkan ketika malam sudah menyambut. “Ya, sakit.”
Jeongguk
mengamati siluet tubuh Taehyung, mengagumi akan betapa sempurnanya pahatan
wajah itu tercipta. Taehyung sangat tampan hingga terkadang Jeongguk merasa
begitu kesal karena rasa iri yang membuncah dalam dadanya. Sorot mata pemuda
itu terlalu dominan, berbahaya, menyesatkan. Aroma tubuhnya
terlalu maskulin, perpaduan antara cengkeh, bergamont, mint,
sedikit aroma kopi, deterjen, dan keringat. Jeongguk terkadang muak dengan
semua aura dominasi yang melingkupi seluruh intetitas Taehyung. Karena hal
tersebut akan membuat pernapasannya tercekat, jantungnya berdetak tidak wajar,
dan akalnya menjadi tidak waras.
“Taehyung.”
Jeongguk berkata setelah mematahkan tangkai permen dari mulutnya, melempar
tangkai tersebut tepat sasaran pada tong sampah di sudut ujung rooftop.
Taehyung
berdengung sebagai jawaban, “Hm..”
“Maaf
aku tidak membawa P3K untuk mengobati wajahmu,” Jeongguk bersuara setelah
selesai menggerus sisa permen dalam mulutnya sampai habis. Dia melirik lagi
pada memar di wajah Taehyung yang sedikit membengkak, “Well, sepertinya
kau juga tidak membutuhkanya. Kau bukan terkena luka tusuk, hanya
tamparan ringan.”
Taehyung
mendengus, memutar badan menghadap Jeongguk dan bersedekap dada. “Apa aku juga
boleh melayangkan tamparan ringan padamu?” tanyanya sarkatik.
Dia sedikit mendesis nyeri ketika membuka mulut untuk mengucapkan kalimat yang
panjang.
Jeongguk
mendecih, balas menatap Taehyung tepat di matanya, “Kau pendendam sekali.”
Setelahnya,
hening cukup lama mengambil alih diantara keduanya, sampai Jeongguk kembali
bersuara. Taehyung tidak berniat untuk menanggapi lebih lanjut karena dia juga
tidak tahu harus membahas apa. Dia ingin sekali membahas mengenai hal yang
terjadi tadi malam, tapi dirinya takut jika Jeongguk merasa tidak nyaman jika
masalah itu diungkit kembali. Jadi, diam dan menunggu adalah pilihan paling
bijak yang akan dia lakukan hingga Jeongguk akhirnya membuka suara lagi.
“Taehyung.”
“Ya?”
Taehyung menjawab setenang mungkin, mengusahakan nadanya tidak terdengar
terlalu antusias.
“Kau
tahu..” Jeongguk berdehem kikuk, dia menjeda agak lama, hampir sekitar tiga
menit menundukkan wajahnya ke bawah sebelum berkata dengan begitu lirih dan
sangat pelan. “Aku minta maaf atas kejadian tadi malam.”
Taehyung
mengerjap. Dia dapat menebak bahwa Jeongguk kemari karena ingin membahas
hal ini padanya, tapi bukan permintaan maaf dari pemuda itu
yang dia ekspetasikan. Taehyung mengira Jeongguk akan mengajaknya berbicara
secara baik-baik dan meminta Taehyung membuang perasaannya pada Jeongguk lalu
semuanya selesai dan keduanya memulai kehidupan baru seperti biasa. Bukan
seperti ini. “Bukankah harusnya permintaan maaf itu bagianku?” tanya
Taehyung setengah bercanda.
Jeongguk
terkekeh ringan, dia mendongakkan kepalanya, menyengir main-main pada Taehyung.
“Tentu saja kau harus minta maaf karena mencabuli orang yang sedang tidur.”
ucapnya sengaja dengan nada yang dikesal-kesalkan. Taehyung menyoroti Jeongguk
tajam saat kalimat cabul diucapkannya, tapi lelaki itu tetap
melanjutkan, “Tapi aku juga ingin minta minta karena kata-kata kasarku..” dia
menjeda, memelankan suaranya setengah mencicit, “..dan pukulan itu,” dia
buru-buru menambahkan lagi dengan cepat-cepat. “Aku hanya terkejut.”
Taehyung
terdiam sepintas, namun senyumnya mengembang ketika dia membalas, “Tidak
masalah,” kelakarnya santai, “Aku pantas menerimanya.”
“Dan..”
“Dan?”
Taehyung mengernyit atas kalimat menggantung yang Jeongguk ucapkan.
Jeongguk
menggaruk tengkuknya, dia mengigit bibir ragu. “Aku memang tidak bisa mengobati
rahangmu,” katanya kikuk, “Tapi aku bisa—ugh, mengobati
hal lain.” Dia menunjuk dada Taehyung dengan jarinya sembari
tersenyum gugup, sementara Taehyung terlalu dungu untuk bisa memproses keadaan
ketika Jeongguk berjinjit sedikit dan mencondongkan badan ke arahnya. Lalu,
entah keberanian dari mana yang membuat Jeongguk memberanikan diri untuk
memejamkan mata perlahan dan membungkam Taehyung dengan sebuah kecupan ringan
di bibir.
Otak
Taehyung macet sempurna dan tidak bisa memikirkan hal
lain saat Jeongguk menyudahi ciuman mereka dengan sebuah kalimat “The
moon is beautiful, isn't it?” yang dibisikkan tepat di telinga.
“Ah, sial,
Taehyung.” Jeongguk menutup wajahnya dengan kedua tangan setelah selesai
mengucapkan kalimat itu, “Aku sangat malu.” dia memutar badannya membelakangi
Taehyung. “A— aku harus pergi.”
Belum
sempat Jeongguk melangkahkan kaki, Taehyung sudah menarik tangan Jeongguk, melingkarkan
tangannya pada pinggang Jeongguk dan membawa mereka pada sebuah ciuman
yang lebih lama. Sebuah desiran menyenangkan yang meletup-letup pada rongga
dada dan perasaan kunang-kunang yang berterbangan di atas kepala melingkupi
keduanya. Tidak ada nafsu di sana, hanya kelembutan dan rasa tulus yang ingin
keduanya hendak bagi satu sama lain.
Taehyung
menautkan jemari mereka erat, menyalurkan rasa hangat yang mengakibatkan
dentuman jantung keduanya semakin menggila. “Well, kalimatmu
barusan memang agak memalukan dan sedikit cringe,” Taehyung tertawa
saat merasakan Jeongguk memasang ekspresi masam, “Tapi,” Dia mengecup bibir
Jeongguk sekali lagi, “Aku juga mencintaimu, Jeongguk.”
Rasanya,
beban Taehyung yang berbulan-bulan ini dia rasakan dan menggerogotinya hingga
Taehyung nyaris mati terangkat sepenuhnya bersamaan kalimat cinta yang dia
utarakan pada Jeongguk. Keduanya saling berpelukan lama, berciuman panjang
hingga napas keduanya sesak oleh rasa suka yang saling berdentum penuh euforia
membahagiakan. Hingga keduanya berakhir dengan saling menyamankan posisi
masing-masing dengan Jeongguk yang bersandar di bahu Taehyung dan Taehyung yang
melingkarkan lengannya pada pinggang Jeongguk.
“Tapi
aku serius marah karena kau lancang sekali melakukannya ketika aku tidur.” ucap
Jeongguk tiba-tiba, “Kau terlihat seperti pecundang.” cibirnya sedikit kesal
jika mengingat peristiwa kemarin malam lagi. “Kau bahkan belum mengatakan
apa-apa tentang perasaanmu tapi sudah hampir memperkosaku.”
Taehyung
nyaris menyemburkan tawa karena perkataan Jeongguk, dia mencium kepala Jeongguk
sayang. “Jadi kau marah karena itu?”
“Tentu
saja,” sahut Jeongguk setengah kebingungan. “Memangnya apalagi?”
“Aku
pikir kau tidak menyukaiku yang seperti itu.” jemari kurusnya
naik dan merambat ke pipi Jeongguk, mengelusnya dengan hangat.
Jeongguk
memejamkan matanya, merasakan jemari Taehyung yang bersentuhan dengan permukaan
kulitnya, dia merinding. “Tadinya.”
“Tadinya?”
ulang Taehyung bingung.
“Sebelum
aku cukup yakin dan sadar kalau aku ereksi tadi malam saat dicabuli olehmu.”
* * * *
“Kau
dan sifat budak cinta-mu itu benar-benar membuatku
sakit mata.”
Taehyung
hanya mencibir Jimin yang lewat sambil lalu namun masih sempat-sempatnya
melemparkan makian padanya. Sementara Taehyung sendiri sibuk memasukan potongan
wartel, dua sendok gula, dan segelas air ke dalam blender lalu
menekan tombol on.
Suara
mesin yang menggiling potongan itu menjadi pengisi keheningan di ruangan dapur
sebelum Taehyung berucap untuk membalas kalimat Jimin, “Seperti kau tidak saja.”
Jimin
yang menghampirinya dengan menggigit satu buah apel yang tidak dikupas
mengendikkan bahu, “Setidaknya Yoongi Hyung tidak
memperlakukanku seperti pembantu.”
Taehyung
mendecih, menekan tombol off ketika dirasanya wortel itu
telah berubah menjadi cukup halus. Dia lalu menuangkan cairan jingga itu
ke dalam gelas selagi dia berkata lagi, “Yeah, tidak heran.” Taehyung
berujar mengejek, “Jangankan memperlakukanmu seperti pembantu, bahkan ketika
kau menawarkan diri untuk menjadi budak pun, rasanya Yoongi akan enggan.”
Sebuah seringai muncul di bibir Taehyung, “Kau tidak masuk kriteria manapun
yang akan mendapat atensi darinya.”
“Kau
benar.” Jimin mengangguk mengiyakan, dia tersenyum antipatif, “Seharusnya aku
tidak membantu kalian berdua saat Jeongguk mendatangi kamarku dan berkata
dengan panik bahwa dia telah mengasarimu karena terkejut kau hampir
memperkosanya. Aku yang menenangkannya dan meminta dia untuk tidak panik
saat dirinya kebingungan karena ereksi akibat kelakuan brengsekmu. Seharusnya
aku juga tidak perlu membantu kalian ketika kalian berdua hendak berterus
terang kepada para Hyung dan pihak agensi mengenai hubungan
kalian. Harusnya juga aku tidak perlu repot ikut mengurus masalah skinship berlebihan
kalian yang mengundang gosip miring dari media dan spekulasi-spekulasi aneh
dari para penggemar. Seharusnya aku tidak menolong dengan melobi pada stalker
gila yang memotret kalian ketika tengah makan malam di restoran waktu itu dan
kedapatan tengah berciuman. Harusnya—”
“Okay.
Cukup sahabat. “ Taehyung menginterupsi, mulai jengah dengan Jimin
apabila dia sudah kambuh mendikte segala jasanya atas hubungan Taehyung dengan
Jeongguk. “Aku sangat amat mengerti akan jasa-jasa luar biasamu itu,” Taehyung
memaksakan sebuah senyum muak, “Tapi Jeongguk-ku sedang membutuhkan
jus wortelnya sekarang, dan dia tidak bisa menunggu.”
Taehyung
beranjak meninggalkan Jimin yang mengumpat sepenuh hati kepadanya.
TAMAT.
p.s;
ini sebenarnya fiksi yang ingin kusetor untuk project sebuah fanbook, tapi karena shit things happen, aku nggak lagi jadi bagian dari sana.
So, dari pada tulisan yang aku persiapkan lama ini berdebu, aku kasih ke kalian aja.
Last;
Thank
you for staying, thank you for coming back, thank you for leaving, and thank you
for hating.
With love, Lunar.
huhu😭😭😭kak lunar semangat apapun yg terjadi sayang kak lunar banyak banyak sekali 💜💜💜💜💜💜💜🍀🍀
BalasHapusSAYANG KA LUNAR BANYAK BANYAK NO TIPU TIPU💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
BalasHapusHUEEEEE NANGISSSS 😭
BalasHapusSayang kak lun banyak7"🍀🍀🍀
BalasHapusIndahnya bulan tak seindah taekook, manis madu tak semanis taekook~ *nyanyi
BalasHapusBtw, bayangin Jungkook ngadu ke Jimin kalo lagi ereksi... Ugh
G tau ...harus kasih suport yg kayak gimana lagi buat kmu ....
BalasHapusHanya segelintir orang yg Pham akan sifat kmu ...tp kmu ttep mmberi yg terbaik bgi readers mu..
Apa kamu tahu kalau p.s nya sangat menusuk hati hamba 😭 Lunar love u so machaaaa. Be happy. Karya mu selalu bagus pokoknya 😭🍀💜💜💜
BalasHapus💜💜💜💜💜
BalasHapusAlways smile kak :)
Lunar...... 💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
BalasHapusGemes ga tuh😭😭😭💜💜💜 luv u kalunar
BalasHapusLunar,,,, thankyou udh kuat dan stay utk ttep nulis :")
BalasHapuslunar tu artinya bulan kan ya
BalasHapusaku bayangin kalo ini nyata alias mampusss feelnya ngena bgt😭😭😭
BalasHapusSAYANG KAK LUNAR 100 TON💜💜💜💜💜💜🍀
BalasHapusJujur aku suka banget sama karya tulisannya kak Lun. Km bener2 berbakat teruslah menulis ka tp jngn lupa jaga kesehatan! Ka Luna keren kenapa gk coba bikin fanbook ver. Pdf sendiri ka? Aku dukung banget semangat!
BalasHapusAku udah pernah baca ternyata. Di post di fb kan, kak? Oh, iya. P.s nya duh. Jangan disedihin ya kak project fanbooknya. Nanti bikin bareng aku aja. Tapi nunggu aku pantas dan terkenal dulu bersanding dgn kakak ya, ehehe. Love you😘
BalasHapusGEMESS, SEMANGAT KA LUNAR!!!!😍💜
BalasHapusHello Kak Lunar ILY u know ❤️ Please be happy. We always with you~
BalasHapus💜💜💜💜💜💜💜
BalasHapusBeneran sayang kamu beb
BalasHapusTrimakasih lunar.. Sdh bertahan.. Karya2mu sangat menginspirasi ku.. Untuk saat ini kamu author terbaik buatku..
BalasHapusLOVE U
Tumben sekali taekook kali ini gemoy banget hueee
BalasHapusWhatever does shit things happen, however I will stay with u.
BalasHapusKEREN BGT KAK LUNAR WOY YALLAH😭😭😭 SAYANG U BANYAK2, TAPI JANGAN SAYANG BALIK SAMA GUE😭😭
BalasHapuskak lunaaarrr!!!💜💜💜💜💜 juara umum
BalasHapusThankyou juga udah bertahan dan lanjut sharing karya-karya yang bagus kaya gini 💜
BalasHapusDid i deserve this beautiful fic?🥺Kak lunar makasih buat segalanya, ya. Makasih buat karya karya indahnya💜
BalasHapusSayang kak lunar
BalasHapusAs always yah kak gak pernah mengecewakan baca karya kakak 💜💜💜
BalasHapusKak Lunar??
BalasHapusThe moon is beautiful, isn't it?🥺💜
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIni bagus bgt kak huhuuuuu.... Ringan dan manisnya nyampe.
BalasHapusTtp semangat kak.
Dan terima kasih banyak kita bisa baca cerita ini secara gratis dan sekaligus dapat ketulusan dr kk. Makasih banyak juga buat gak berhenti nulis cerita2 indah.
Request part yoonminnya tambahin kak. Eheeee
Lunar makasih bangeet. Ini bagus banget :') kenapa kamu baik banget sih :(( ini harusnya kita baca dengan bayaran malah dikasih gratis modal kuota doang sama kamu :( semoga selalu diberi kebahagiaan yaa.. aku dan teman2 selalu support kamu. Semangaatt♡♡♡
BalasHapusSUKA BANGET SAMA CERITANYA
BalasHapusMAKASIH
LOVE YOU 💜
kak lunar keren 💜😭😭😭
BalasHapusUwu Sekali asu bengek aku
BalasHapusKeren bgt pokonyaa semangttt ka lunar
BalasHapusYaampuun 😭😭 tadi sempet down liat komen katanya ini sad ending, taunya -- 🤧🤧🤧 luv kak Lunar 🍀🍀
BalasHapusGapapa cuy, makasih juga mental lo kuat gini, bukan bagian dari mereka ga akan rugiin lo kok, karna lo sendiri bisa bangkit tanpa harus bareng mereka. disini masih banyak yang dukung lo walopun orng² ini bukan penulis juga kayak lo 💜💜💜
BalasHapusBAGUSSSSSSS BANGEETTTT GA NGERTI LAGII UEUEEEE😭😭😭😭😭😭
BalasHapusSEMANGAT TERUS KAAA😍KARYA2 KAKA LUAR BIASAA💜💜
BAGUS BANGET NGGA NGERTI LAGI 😭💜💜💜💜💜
BalasHapuskaaluunnn bikin ginian lagi dong 😭 BAGUS BANGET HUEHUE, GW UDAH BACA SAMPE BERKALI KALI TETEP KAGA BOSEN 😭😭😭💜
BalasHapus