Langsung ke konten utama

“The Moon and The Beautiful”

 

“Aku mendapat pesan dari Namjoon Hyung beberapa saat lalu.”

Hm?”

“Dia mencarimu, katanya kau menolak panggilannya dan tidak membuka pesan yang dia kirim.”

“Aku menolak panggilannya?”

“Ya, dan dia memintamu untuk ke ruangan kerjanya sekarang, ada yang ingin dibicarakan denganmu.”

“Siapa?”

“Namjoon Hyung.

“Apa katanya?”

Sang lawan bicaraJeongguk mulai merasa kesal, dia mendecih dan memutar bola mata jengah, menyaringkan nada bicaranya dan menekan setiap kata pada kalimatnya, “Dia. Ingin. Kau. Ke. Ruangan. Kerjanya. Sekarang.

“Namjoon Hyung?”

Jeongguk menarik napas, setengah membanting stik game-nya, ia kemudian bangkit dan melangkah menghampiri Taehyung. Pria besar itu tengah berbaring di sofa sejak beberapa jam lalu dengan pandangan fokus pada ponsel pintarnya. Dia bahkan mengabaikan Jeongguk ketika ditawari ajakan bermain overwatch bersama dan menolak panggilan serta tidak membaca pesan pribadi maupun pesan group yang dikirimkan Namjoon lewat Kakao Talk.

Jeongguk lantas menarik paksa ponsel Taehyung, menghasilkan umpatan terkejut yang disusul delikan tajam setelahnya.

What the fuck,” Taehyung berseru tersentak, “Jeon Jeongguk. Kembalikan ponselku.”

Jeongguk menyalak dengan intonasi yang lebih nyaring, “Kau yang harus dengarkan aku lebih dulu.”

Taehyung mendengus, “Kenapa aku harus?”

“Karena Namjoon Hyung akan memenggal kepalamu jika kau tidak segera menemuinya dalam lima belas menit. Terhitung dari sekarang.

* * * *

“Kau tahu, Taehyung.” Namjoon memulai, “Comeback kita hampir mendekati deadline,” suaranya begitu tegas dan dalam, “Tapi yang kulihat kau tampak sangat rajin dengan sering membolos latihan akhir-akhir ini.”

Taehyung tidak bersuara.

Namjoon kemudian mengusak rambutnya, sedikit kewalahan menghadapi Taehyung yang bertingkah aneh sejak sebulan terakhir. Padahal, mereka sedang dalam masa tiga bulan menjelang perilisan album terbaru; yang berarti semuanya akan sangat sibuk dan saling membutuhkan kerja sama satu sama lain agar hasil yang mereka peroleh nanti tidak akan mengecewakan penggemar. Namun, Taehyung dengan segala sikap tidak kooperatif-nya membuat Namjoon selaku leader group mendapat sedikit teguran dari pihak agensi.

“Dengar,” ujarnya lagi.  “Apa kau sedang tidak sehat? Kau memiliki masalah?” katanya penuh perhatian. Ditatapnya Taehyung intens, “Kau tahu bahwa kau selalu bisa mengandalkanku atau member lain, kan?”

Taehyung tetap mememutuskan bungkam dan mendengarkan semua petuah yang diberikan para member tertua dengan diam. Sama sekali enggan untuk membuka suara apabila tidak disuruh karena hal itu hanya akan menciptakan konflik yang panjang. Jadi, sekalipun diadili dan disudutkan oleh para Hyung tertuanya, Taehyung membiarkan dengan lapang agar situasi ini segera selesai dan dia bisa kembali ke kamarnya.

“Taehyung,” Yoongi menambahkan, “Apapun itu, selesaikan sekarang.” Dia menjeda kalimat dan menenggak americano sebelum melanjutkan dengan penuh ketenangan, namun hal itu justru membuat bulu kuduk Taehyung merinding. “Kau sudah dewasa. Jika kau merasa tidak bisa membagikan masalahmu dengan kami, maka selesaikan sendiri dengan segera.” kelakarnya.

Yoongi tersenyum mengerikan, “Kau tentu tidak ingin masalah internal ini ditangani oleh pihak lain bukan?” ujarnya lagi, dengan sengaja menekankan kata pihak lain pada Taehyung yang dibalas dengan deheman kikuk oleh yang termuda.

Taehyung menggaruk pipinya canggung, “Maaf,” cengirnya jenaka, “Aku hanya sedang dalam keadaan mood yang buruk.”

Hoseok menepuk-nepuk pelan pundak Taehyung, memberikan gestur menenangkan. Taehyung sedikit bersyukur akan fakta bahwa Hyung-nya satu ini jauh lebih lunak dari Yoongi dan Namjoon.

“Tidak apa-apa, man.” Hoseok menampilkan senyum cerianya yang menular, “Aku juga pernah mengalaminya,” ujarnya. “Mungkin kau hanya harus sedikit menyegarkan otakmu.”

Taehyung menjerit dalam hati. Ini tidak semudah itu, sial.

Y—yeah.” Taehyung memaksakan sebuah tawa renyah, “Kalian benar,” tambah Taehyung menampilkan senyum ramah, “Mungkin aku hanya perlu sedikit beristirahat, maka semuanya akan baik-baik saja.”

Ketika melihat Yoongi hendak membuka suara, Taehyung buru-buru menambahkan, “Seminggu,” sanggahnya cepat,  “Aku akan mengembalikan mood-ku dalam waktu seminggu.”

Begitu semuanya telah selesai membahas tentang kesepakatan mereka, Seokjin yang setengah badannya sudah berada di ambang pintu menoleh ke arah Taehyung yang masih duduk di dalam ruangan, “Taehyung,” panggilnya tiba-tiba, “Omong-omong, apa kau bertengkar dengan Jeongguk?”

Eh?” Taehyung mengerjap.

“Dia bilang akhir-akhir ini kau seperti menjauhinya.”

Taehyung mengusap pangkal lehernya, merasa tidak nyaman. Dia menjawab sambil lalu, “Mungkin hanya perasaannya.”

* * * *

Hyung!”

Ponsel Taehyung terlempar ke lantai dengan bunyi berisik yang nyaring. “Jeongguk,” Taehyung mendesis, menepis keras rangkulan dari Jeongguk. “Apa yang kau lakukan?” serunya dengan intonasi sedikit kesal.

Jeongguk mengernyitkan kening, merasa bingung akan sikap Taehyung yang merespon dengan kekagetan yang berlebihan. “Ada apa, Hyung?” balasnya tak mengerti.

“Tidak,” Taehyung mendengus, “Aku hanya kaget.” Dia lalu mengibaskan tangannya, “Kenapa ke kamarku? Pergi sana.”

“Sekarang jam makan malam,” gumam Jeongguk masam.

Taehyung berjongkok untuk mengambil kembali ponselnya, meringis sewaktu melihat retakan besar yang memanjang pada layarnya. Selagi menghidupkan benda persegi itu, dia menjawab malas, “Skip, aku makan sendiri nanti.”

Nanti itu kapan?” ujar Jeongguk sinis, “Besok malamnya?”

Taehyung merotasikan bola matanya menanggapi ucapan penuh kekahwatiran yang lebay dari Jeongguk. “Kid, Aku tidak akan mati hanya karena melewatkan makan malam.”

Jeongguk berdecak, “Ya, tapi asam lambungmu akan berpotensi kambuh,” sahutnya tajam.

Diperhatikan seperti itu entah kenapa justru membuat Taehyung merasa muak, “Jangan sok peduli.”

Mendengar jawaban Taehyung kontan membuat Jeongguk emosi, “Tentu saja aku peduli.” Ditatapnya Taehyung penuh kebingungan, “Kenapa kau ini?”

“Keluar.” Suara Taehyung berubah berbahaya.

“Tidak tanpamu.” Jeongguk membalas sama-sama ngotot.

“Gguk.” Taehyung berkata memperingati, tapi Jeongguk sama sekali tidak ambil pusing. Dia lantas menarik paksa tangan Taehyung dan menyeret pemuda kurus itu keluar, mengabaikan Taehyung yang tidak berhenti mengutuknya sampai dasar neraka.

* * * *

Jeongguk memiliki kebiasaan tidur di kamar Taehyung.

Biasanya, mereka akan bermain game sampai tengah malam— dan baru akan berhenti jika Yoongi atau Namjoon sudah menggedor kamar diselingi dengan beberapa kalimat makian akibat tawa Taehyung dan Jeongguk yang menganggu.

Selain itu, faktor kasur bertingkat dan kamarnya yang dipenuhi berjubel barang-barang tidak penting membuat Jeongguk semakin enggan tidur di sana. Padahal dia sendiri yang menginginkan desain kamar seperti itu, awalnya.

Lagipula, Jeongguk senang berbagi tempat tidur dengan Taehyung. Mereka akan saling melempar lelucon norak lalu bergulat sampai salah satu di antaranya tertidur, atau hanya sekadar melakukan gosip ala pria-pria hingga dini hari. Dan pada paginya Jeongguk akan mendapati sebuah kaki yang memeluk pinggangnya; bonus wajah inosen Taehyung yang tertidur adalah semacam keindahan lain yang patut Jeongguk syukuri ketika itu.

Tapi, selama lebih satu bulan belakangan Jeongguk tidak lagi melakukannya.

Taehyung tiba-tiba memiliki kebiasaan untuk rutin mengunci pintu setiap kali pemuda itu ada di kamar, mendekam di sana seharian dan jarang keluar. Dia bahkan tidak menghiraukan saat Jeongguk mengetuk dan memanggil namanya ketika dia terkena insomnia parah; yang Jeongguk yakin bahwa Taehyung sebenarnya mendengar suaranya.

Taehyung juga mulai menjaga jarak dengan Jeongguk tanpa alasan. Hal yang kemudian menyebabkan renggangnya hubungan di antara keduanya.

Jeongguk enggan bertanya dan Taehyung yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjelaskan segala situasi membingungkan itu membuat Jeongguk berakhir dengan bermain bersama Jimin, sedang Taehyung menjadi lebih sering mengintili Yoongi atau memilih menyendiri di kamar. Yang lagi-lagi dikunci.

Jadi, ketika menemukan pintu kamar Taehyung sedikit terbuka dengan lampu masih menyala, hal itu membuat langkah Jeongguk yang ingin kembali ke kamarnya —setelah dia terbangun tengah malam akibat rasa haus berlebihan— terhenti total.

Mengikuti naluri, Jeongguk mengambil langkah penuh kehati-hatian dan membuka pintu perlahan agar tidak menimbulkan suara. Jantungnya berdegup oleh adrenalin tidak masuk akal; seperti penjahat yang sedang mengendap dan ketakutan dipergoki oleh orang rumah.

Setengah berjinjit, dia berjalan dengan amat pelan menuju tempat tidur. Otak lurus Jeongguk sebenarnya hanya berpikir masuk ke kamar Taehyung dengan maksud mematikan saklar lampu lalu kembali ke kamarnya sendiri. Tapi guratan wajah menggemaskan dan damai Taehyung yang tertidur pulas membuat niatnya berputar haluan hingga dia berakhir duduk di samping pemuda itu, memperhatikan Hyung-nya lamat-lamat. Jeongguk lantas menghela napas kasar ketika pandangannya terhenti pada ponsel putih yang berada pada genggaman tangan Taehyung.

Taehyung sangat kecanduan bermain ponsel belakangan ini. Entah itu saat mereka berkumpul bersama, makan-makan, atau membahas pekerjaan; bahkan saat latihan. Taehyung menjadi jarang menghabiskan waktu mengobrol dengan dia atau member lainnya. Yang dilakukan pemuda itu saat mereka sedang beramai-ramai dalam ruangan yang sama adalah melipir ke sudut ruangan sendiri dan asik dengan ponselnya.

Tentu saja, hal itu kemudian menciptakan berbagai pikiran-pikiran aneh tentang Taehyung yang mungkin sedang menjalin hubungan diam-diam dengan orang lain namun enggan memberitahukan siapapun karena malas berurusan dengan agensi.

Sebab itulah, Jeongguk yang kepalang penasaran akhirnya iseng mengambil ponsel pria itu dari genggaman Taehyung yang lemah dengan sangat pelan agar sang pemilik tidak terusik. Dia lalu menekan tombol on pada ponsel Taehyung, sebuah pola kunci yang berlatar belakang potret selca dirinya dan Taehyung terpampang kemudian.

Jeongguk menyeringai, beruntung dia tahu pola kunci milik laki-laki bersurai abu itu, jadi ini perkara mudah.

Begitu pola berhasil dibuka, Jeongguk sudah memikirkan banyak sekali rencana untuk mengoloki Taehyung mengenai rahasia besar yang coba lelaki itu sembunyikan dan berniat menggunakannya untuk ancaman sebuah traktiran makan setiap kali dia lapar. Jeongguk bisa menjadikan informasi rahasia ini sebagai kartu AS.

Namun yang terjadi selanjutnya adalah dirinya yang justru dibuat nyaris tersedak saat obsidiannya menemukan layar tersebut memampangkan deretan huruf dan paragraf rapi dengan judul besar dan nama penulis serta tagline warning di kepala kalimat pada sebuah aplikasi untuk membaca fiksi penggemar.

Tidak aneh sebenarnya apabila seorang pria memiliki hobi membaca semacam novel dengan genre teenlit—sekalipun itu tetap menggelikan, Jeongguk masih paham. Tapi yang menjadikan Jeongguk terpekur membisu adalah fiksi penggemar itu berkisahkan tentang dia dan Taehyung sebagai karakter utama.

A Taekook Fanfiction. Begitu bacaan yang tertera pada rentetan kalimat pertama sebagai pembuka cerita.

Jeongguk menelan ludah kasar, melirik Taehyung beberapa kali sebelum atensinya kembali pada layar ponsel. Jantungnya seakan jatuh hingga ke tumit kaki ketika dia mulai menggulirkan laman itu semakin ke bawah dengan jarinya yang gemetar dan mulai berkeringat.

Sial, ini fanfiction dewasa.

Jeongguk mencermati isi cerita itu dengan napas tercekat, kepalanya mendadak pusing, namun dia tetap melanjutkan. Hingga kemudian gulirannya terhenti pada paragraf di bagian dirinya yang dimasuki oleh Taehyung. Yang brengseknya adalah; Jeongguk digambarkan sebagai pihak paling menikmati, berteriak paling nyaring, dan mencapai klimaks lebih dulu sambil menyerukan hal kinky dengan memanggil Taehyung daddy.

Apa-apaan.

Fuck, Jeon Jeongguk!”

Jeongguk refleks berdiri dan melempar ponsel Taehyung saat sebuah suara bergema memekakan telinganya. Dalam hati dia sedikit meringis dan yakin umur ponsel Taehyung tidak akan bertahan lama lagi karena terlalu sering terbanting.

“Apa yang kau lakukan di sini?” Taehyung mendesis luar biasa emosi, berdiri menyalak pada Jeongguk. Bola mata memerah yang menatapnya luar biasa tajam membuat Jeongguk bertanya-tanya apakah ini adalah akibat dari bangun tidur atau karena angkara yang membumbung pada pemuda itu.

Jeongguk tergagap, kesadarannya seakan tercecer dan mencair seperti lelehan es akibat tatapan menghakimi yang Taehyung tujukan padanya. “Aku—” dia berucap gugup, memutar otaknya untuk memikirkan sebuah kalimat kelitan, “—itu.. earphone, ya, aku.. aku mencari earphone milikku.” Jeongguk merutuki kosakatanya yang berantakan setelahnya.

Earphone?” Taehyung mengulang kalimat Jeongguk sinis, “Orang gila mana yang mencari earphone sambil mengotak-atik ponsel?” Intonasi bicaranya semakin menanjak, namun bukan merupakan sebuah bentakan. “Terlebih itu ponsel milik orang lain.”

Ini bukan pertanda baik.

“A—aku hanya..” mendadak Jeongguk merasa kelimpungan, “Yah, maaf Hyung, aku harus kembali ke kamar.”

Taehyung mencengkal lengan Jeongguk kuat tepat ketika pemuda itu berniat hendak beranjak kabur.

“Kau membacanya?” tukas Taehyung dengan hazelnya yang memancarkan kilat berbahaya. Genggamannya pada lengan Jeongguk menguat, menciptakan ruam sedikit merah yang membekas pada kulit pemuda Jeon.

Jeongguk memutar tubuh, terbatuk kecil dan berusaha mengeluarkan tawa santai dengan maksud menutupi kegugupan. Namun hal itu justru terdengar semakin aneh dan sedikit mengerikan. “Hahaha,” kekehnya kikuk, “Apa maksudmu, Hyung? aku tidak—”

“Kau membacanya,” potong Taehyung telak.

Jeongguk tahu ucapan Taehyung barusan bukanlah pertanyaan, melainkan sebuah kalimat berimplikasi retorik.

Habis sudah.

“A—aku tidak bermaksud melanggar privasimu.” Jeongguk bernapas susah payah, tiba-tiba digerogoti oleh perasaan bersalah karena telah mengusik hal pribadi Taehyung. “Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi.”

Taehyung mendadak melepas pergelangan Jeongguk, menciptakan kernyitan bingung pada yang termuda. Ditambah dengan tawa hambar yang kemudian keluar dari mulut Taehyung, menjadikan Jeongguk merinding. “Kau sudah tahu,” kelakarnya.

Hening sejenak. Sementara Jeongguk tidak tahu bagaimana harus bersikap.

Taehyung menatap ke sekeliling kamar, menghindari iris hitam pekat Jeongguk yang ditujukan padanya, “Kau boleh membenciku jika kau mau.”

Jeongguk berdehem canggung, “T—tidak,” sergahnya ragu, “Maksudku—” Jeongguk memaksakan satu kekehan lolos di bibirnya, “Kenapa aku harus membencimu hanya karena kau hobi membaca fanfiction. Itu tidak masuk akal, Hyung.”

Taehyung terdiam sejenak. “Kau tidak marah?” matanya menyipit, menatap Jeongguk untuk  memastikan.

Jeongguk mengerjap, tampak linglung, “A—apa aku harus marah?”

“Aku membaca fanfiction gay, Jeongguk.” Taehyung menerangkan sekali lagi, “Dengan aku dan kau—kita sebagai karakter utama.”

Telinga Jeongguk berdengung dan dia tidak bisa menampik dirinya sendiri untuk tidak merasa risih dengan kalimat itu, tapi menyembunyikannya dengan satu senyuman kaku adalah pilihan tepat yang dia lakukan sebagai respon kemudian. Jeongguk hanya tidak ingin melukai perasaan Taehyung.

“Tidak apa-apa,” sanggah Jeongguk buru-buru, takut kalau-kalau  membuat Taehyung berpikir macam-macam dan akan membencinya.

“Bukankah penggemar yang membuat fanfiction itu?” Dia melanjutkan dengan memaksakan sebuah senyum cerah, “Aku akan menghargai apapun yang mereka lakukan,” jelasnya meyakinkan. “itu bentuk kasih sayang yang mereka coba tunjukan kepada kita dengan cara masing-masing, benar, kan?”

Sebuah binar kekanakan dari sepasang mata cokelat kelam itu muncul seketika, menghantarkan segenap firasat buruk pada Jeongguk.

Gawatapa dia salah bicara?

Taehyung menyengir lebar, menuntun Jeongguk—setengah memaksa pria itu untuk duduk di tempat tidur. Hal yang kemudian membuat Jeongguk merinding akan perubahan sikap Taehyung yang dia tunjukkan dengan begitu drastis.

Mengabaikan raut pucat Jeongguk, Taehyung mendadak menjadi vokal dan begitu kasual berceloteh gembira. Sedang Jeongguk rasanya ingin membenturkan kepala ke dinding saja.

“Apa kau tertarik membacanya?” tanya Taehyung, nadanya sedikit bersemangat dan tidak sabaran untuk menanti jawaban dari sang dongsaeng.

“A—ah, itu..” Jeongguk menggaruk pipinya.

“Ini menyenangkan, Jeongguk.” potong Taehyung cepat, “ Percaya padaku.”

Percaya padaku, kepalamu. Jeongguk menjerit dalam hati.

Mengambil napas dalam-dalam, Jeongguk sudah akan menolak dengan halus ajakan Taehyung. Tapi saat matanya bersirobok dengan obsidian penuh binar dari Hyung-nya, Jeongguk jadi menelan ludah. Dia tidak mungkin meredupkan binar antusiasme itu. Maka, yang keluar dari mulutnya justru sebuah kata yang membuatnya memaki diri sendiri dalam hati.

“B—baiklah.”

* * * *

Risih adalah kesan pertama yang Jeongguk rasakan ketika Taehyung tanpa tedeng aling-aling menyodorinya sebuah fanfiction gay —Taehyung berkata jika dia lebih suka menyebutnya yaoi agar terdengar keren , padahal menurut Jeongguk sama saja—dengan genre romance.

Jeongguk merasa matanya seolah akan mengalami pendarahan.

Baginya, seorang pria membaca fanfiction romance adalah lelucon paling mengerikan di dunia. Namun yang dia lakukan sekarang justru lebih parah dari itu. Dia membaca fanfiction romance dengan tambahan gay di dalamnya.

Informasi lain, dia sendiri yang menjadi tokoh utama dalam cerita tersebut.

Bedebah Taehyung.

Jeongguk hanya tidak ingin semakin memperburuk hubungannya dengan Taehyung, karena hal itu akan berdampak terhadap kinerja pekerjaan mereka. Sedangkan membahas dengan para member mengenai masalah ini juga bukan solusi yang tepat. Bisa-bisa, hal yang terjadi justru Taehyung kemungkinan akan semakin marah.

Namun celakanya, berawal dari keterpaksaan itu, mulai datang rasa terbiasa dalam dirinya hingga lama-lama Jeongguk berada dalam taraf menikmati.

Dan Taehyung adalah seratus persen tersangka atas segalanya.

Sebenarnya, Jeongguk telah beberapa kali mencoba untuk berhenti. Dirinya amat sangat menyadari bahwa apa yang telah dia lakukan merupakan sebuah kesalahan. Jeongguk merasa bahwa apabila ini diteruskan, dia takut akan melakukan sesuatu yang tidak seharusnya. 

Yang menjadi masalah adalah, setiap kali dia menemui Taehyung, dirinya selalu direcoki oleh berbagai rekomendasi fanfiction; bahkan tanpa sempat dirinya menyuarakan apapun.

Dan sama dengan hari-hari sebelumnya, usaha Jeongguk untuk berhenti hanya berupa tekad bulat tanpa realisasi. Seperti yang tengah dia laukan sekarang, asik berdua dengan Taehyung, duduk bersandar pada kepala tempat tidur dan berbagi selimut yang sama.

Sebelah tangan Jeongguk memegang sebuah tab yang menampilkan laman blog dengan judul Rekomendasi Fanfiction Taekook —Jeongguk bahkan kaget mengetahui bahwa nama yang dia buat secara iseng di video unggahan waktu lalu justru menjadi icon name untuk sebutan couple dirinya dan Taehyung—, sementara tangannya yang lain bergerak memainkan jemari kurus Taehyung sembari mengomentari penuh keirian tentang betapa panjang dan indahnya kuku lelaki itu.

“Bagaimana dengan ini?” Jeongguk menunjuk sebuah link yang tercantum pada laman website yang mereka kunjungi.

Kepala Taehyung mendekat pada tab, “Kau suka dengan karakterku yang berandal, ya?” Taehyung tertawa setelah membaca sinopsis alur yang bercerita tentang dirinya sebagai remaja nakal dan Jeongguk si pemuda pintar yang cupu. Tipikal dan mainstream sekali, pikir Taehyung. Tapi dia tidak mengomentari apapun, selama Jeongguk menyukainya, dia akan senang-senang saja.

Jeongguk mengangkat bahu acuh, menyandarkan kepalanya dengan nyaman pada bahu Taehyung. “Setidaknya aku bisa melihat sisi kerenmu di sana.”

Taehyung mendengus tertawa, “Aku yang sekarang kurang keren?”

“Jika mandi dua hari sekali saat musim dingin, tidak mencuci piringmu setelah makan, tidur dengan dengkuran nyaring, manja saat sakit itu keren—yeah, kau keren sekali, Hyung.”

“Sialan.”

Jeongguk balas tertawa, jemarinya bergerak mengetuk link, menunggu loading sedikit lama akibat WiFi gedung yang bermasalah. Begitu deretan paragraf bacaan mulai muncul, keduanya  kemudian membaca dalam diam untuk beberapa saat. 

Selama mereka berkutat dengan dunia fanfiction, mereka berdua semacam membuat kesepakatan dalam diam untuk menghindari bacaan yang mengandung unsur dewasa. Mungkin karena keduanya sama-sama malu jika harus membaca berdua—atau justru hanya Taehyung yang takut sesuatu tidak diingankan pada bagian selatan tubuhnya akan bereaksi macam-macam. Padahal, jika Taehyung sendirian, dia akan dengan senang hati membaca fanfiction yang dominan berisi unsur dewasa dan kemudian berakhir di kamar mandi dengan tisu toilet yang berjubel di tempat sampah.

Awalnya berjalan biasa saja, Jeongguk dan Taehyung sudah larut ke dalam cerita. Namun saat Jeongguk  makin menggulirkan jari ke bawah, dia mulai merasa tidak nyaman dengan alur cerita yang terpampang pada layar; tentang adegan ciuman liar antara dirinya dengan Taehyung yang mendominasi. Adegan tersebut dideskripsikan begitu detail dan makin memanas seiring cerita.

Taehyung yang menangkap hal itu pada wajah Jeongguk buru-buru menguap, “Aku mengantuk,” ucap Taehyung pura-pura.

Jeongguk menanggapi hal itu dengan diam-diam menghembuskan napas lega, dia mengangguk kemudian. “Yeah. Sudah larut malam,” sahutnya seraya menutup laman dan keluar dari aplikasi.  ”Aku juga sudah mengantuk.”

“Lagipula besok kita ada latihan,” Taehyung menimpali lagi, “Kita harus istirahat yang cukup agar tetap fit.” Taehyung  lalu memerosotkan badannya, memeluk guling dan memejamkan mata, “Ke kamarmu sana.”

* * * *

“Taehyung. “

Hm?” Taehyung menoleh pada Jimin. Mereka sedang berdua di ruang latihan, lelaki itu tengah melakukan pemanasan sebelum memulai sesi latihan mereka. Akibat terlalu sering membolos di jam latihan beberapa waktu lalu, Taehyung tertinggal jauh. Dan dia membutuhkan latihan ekstra dari Jimin. Jeongguk juga sering membolos karena ajakannya, tapi sialnya lelaki itu seseorang yang cepat belajar, jadi tidak butuh waktu lama baginya untuk mengejar ketertinggalan.

“Kau dan Jeongguk semakin menempel akhir-akhir ini.”

Taehyung meregangkan otot-otot pergelangan tangannya ketika menjawab, “Setahuku aku memang dekat dengan Jeongguk. Tidak ada yang aneh.”

“Tentu saja ada yang aneh,” balas Jimin, tampak bingung menyusun kalimat. “Kalian terlalu dekat. Terlalu sering melakukan skinship dengan kadar berlebihan. Terlalu sering berdua.”

Taehyung tertegun sejenak namun dia menyembunyikannya dengan tertawa kemudian, “Kau tahu aku suka bermain dengan anak kecil,” ujarnya membuat alasan, “Dan maknae kita satu itu benar-benar menggemaskan.” Dia menghadap pada cermin besar yang mengelilingi mereka. “Kenapa kau bertanya? “

Jimin menghela napas, memutuskan untuk tidak melanjutkan hal ini lebih jauh. “Tidak..” dia lalu memulai latihan menarinya, “Lupakan pertanyaanku tadi.”

Taehyung membalas dengan seringai diam-diam.

* * * *

“Hey, brengsek.”

Jeongguk membuka pintu kamar Taehyung dan menghampiri lelaki itu setelah tidak lupa menguncinya. Taehyung memutar bola mata oleh sapaan tidak sopan yang keluar dari mulut Jeongguk. “Merindukanku, dongsaeng?” ucapnya sambil lalu, fokusnya tertuju pada tayangan televisi yang menampilkan siaran National Geographic Channel tentang acara survival  balap lintas hutan—siaran favorit Taehyung.

Jeongguk menghempaskan tubuhnya pada tempat tidur Taehyung dengan posisi tengkurap, dia lalu menggeleng keras dengan kepala yang ditenggelamkan ke bantal. “Aku lebih merindukan kasur nyaman ini.” Jeongguk mengerang, suaranya teredam. “Bisa aku mengangkut ini ke kamarku?”

Taehyung hanya menanggapi dengan dengusan main-main, dia meraih remote di atas nakas di dekatnya, mematikan televisi, lalu ikut membaringkan diri menghadap pemuda Jeon. Dia menumpukan kepalanya pada siku dan telapak tangan,  “Tidak membawa tab?”

“Tidak,” balas Jeongguk, dia  mengubah posisinya menjadi berbaring. “Aku bosan.”

“Bosan?” alis Taehyung terangkat naik.

Jeongguk menggumamkan sesuatu yang membuat Taehyung mengerut bingung. “Aku bosan membaca fanfiction.” Jeongguk menguap. “Ayo lakukan hal lain.”

Taehyung mengangguk paham, sebenarnya dia juga agak bosan setiap hari membaca fanfiction dengan Jeongguk. Terlebih, semakin hari stok bacaan cerita mereka semakin berkurang; sebenarnya ada banyak, tapi rata-rata mengandung unsur dewasa, dan keduanya tidak mungkin membaca itu bersama. 

Melirik sekilas pad PSP 4di sudut ruangan yang sudah lama tidak dia sentuh, Taehyung menoel bahu Jeongguk, “Bagaimana dengan bermain game?”

Namun Jeongguk menggeleng sebagai jawaban, wajahnya semakin suntuk, “Kau selalu kalah,” cibir yang termuda.  “Tidak menantang sama sekali.”

Taehyung berdecih, “Lalu apa?”

Jeongguk berguling ke kiri ke kanan secara berulang hingga berakhir dengan posisi telentang. Dia menatap menerawang pada langit-langit kamar, tampak berpikir. Namun berujung mengendikkan bahu pada akhirnya. “Entahlah, ada usul?”

Taehyung menggigit bibirnya, sebuah ide konyol mendadak melintas di kepala. Sebuah ide yang berasal dari keinginan terpendam Kim Taehyung sendiri yang setengah mampus ditumpuknya di bawah sadar karena pemikiran superego- nya yang masih waras. Tapi tampaknya id dalam diri Taehyung sudah perlahan merangkak naik. Maka, dia setengah menimbang ragu ketika berkata, “Ada, tapi aku yakin kau tidak akan tertarik.”

“Kau bahkan belum mengatakan apa-apa.”

“Permainan fanfiction?” Taehyung berkata cepat dengan amat pelan, menurunkan nada bicaranya hingga nyaris setengah berbisik. 

Huh?” Jeongguk mengerjap. Sebenarnya bisa mendengar ucapan Taehyung, namun dia tidak memahami sama sekali maksud dari kalimat yang keluar dari mulut Hyung-nya itu.

“Maksudku..” Taehyung meremat jemarinya sedikit gelisah, sejenak merutuki ucapan spontanitasnya yang tidak bisa dia kontrol. Tapi kemudian dia mempersetankan hal itu. Sudah kepalang tanggung. “Kita bisa melakukan hal seperti yang ada di fanfiction itu,” katanya menggantung, memikirkan kalimat selanjutnya untuk dia ucapkan. “Karena kita adalah wujud virtualnya. Itu pasti akan menyenangkan.”

Jeongguk masih tidak menangkap maksud dari kalimat berbelit yang Taehyung suarakan, wajahnya menciptakan raut bingung, “Misalnya?” 

“Saling berbicara?” jawab Taehyung tidak yakin. 

Jeongguk membuang napas kasar akan jawaban bodoh Taehyung. “Dan?” desaknya sedikit tergesa menunggu jawaban Taehyung.

Uhm,” Taehyung menjeda, dia meneguk ludahnya, “Berpelukan, mungkin?” cicitnya lirih.

“Berpelukan?” ulang Jeongguk.

“Y—yeah,” Taehyung tertawa kikuk, berdehem sekali untuk menghilangkan rasa gugup, “Kita biasa melakukannya bukan? Jadi itu oke-oke saja.”

Ah,” Jeongguk berujar, mulai mengerti arah pembicaraan Taehyung. Jantungnya mendadak berdegup dua kali lebih cepat tanpa alasan, apalagi ketika Taehyung menatapnya dengan begitu dalam. Dengan gamang, dia membalas lagi,  ”Baiklah.”

“A—aku akan memelukmu sekarang,” gumam Taehyung ragu yang dibalas anggukan kaku dari Jeongguk.

Taehyung kemudian beringsut mendekati Jeongguk, mengikis jarak di antara keduanya. Kepalanya mendadak pusing dan mual oleh perasaan gugup ketika tangannya merambat ke atas perut Jeongguk, menariknya lembut ke dalam sebuah pelukan janggal yang penuh ketegangan. Keduanya sama-sama menahan napas. Terlebih saat Jeongguk memutar badannya menghadap Taehyung dan ikut melingkarkan tangan pada pinggang Taehyung.

“Rasanya aneh saat kau meminta izin memeluk, kita biasa melakukannya secara spontan,” kekeh Jeongguk menyamarkan rasa gugupnya. Taehyung mencoba menetralkan suasana dengan ikut tertawa, namun keadaan kembali berubah canggung begitu tawa keduanya mereda dan keheningan mulai tercipta lagi.

Kepalanya berada pada bahu Taehyung. Aroma deterjen dan kopi khas Taehyung menyeruak masuk ke dalam penciumannya hingga Jeongguk dibuat merinding.Apalagi ketika dia merasakan Taehyung mengusap punggungnya naik turun dengan begitu lembut, sedikit membuat kaosnya tersingkap hingga kulit pinggangnya bersentuhan dengan telapak tangan besar Taehyung.

“Setelah itu apa?” tanya Taehyung memecah keheningan.

“M—mungkin tidur.” Jeongguk meneguk ludahnya, “Kita bisa tid—”

“Tidak ada ciuman?” potong Taehyung tanpa berpikir. “Dalam fanfiction, seseorang akan mencium kekasih sebagai ucapan selamat malam.” Lantas Taehyung memaki dirinya dalam hati sebanyak yang dia bisa setelahnya.

Sekujur tubuh Jeongguk panas tanpa alasan atas ucapan yang Taehyung katakan beberapa detik lalu, dia bergerak tidak nyaman dalam pelukan Taehyung. “T—tapi, kita bukan sepasang kekasih, Taehyung.” cicitnya hati-hati.

Yeah,” Taehyung tertawa serak, ”Kau benar.” Dia menelan ludahnya kasar, “Sebaiknya kita tidur.”

Jeongguk mengangguk, dia tampak menunggu sesuatu namun Taehyung tidak melakukan apapun lagi. Jadi Jeongguk memberanikan diri berkata, “Apa kita tetap akan tidur dengan posisi seperti ini?”

Taehyung tersentak sadar, sedikit gelagapan dan terbatuk. Dia  dengan cepat melepas pelukannya. “Ah,” ujarnya,  “Maaf.”

“Tidak apa.” Jeongguk menyengir, merubah posisinya menjadi duduk, “ Aku rasa aku akan tidur di kamarku saja. Aku—”

“Tidak,” Taehyung menarik lengan Jeongguk hingga pemuda itu jatuh ke tempat tidur lagi. “Kau akan tetap tidur di sini.”

“Tapi—”

“Jangan membantahku,” ucap Taehyung dengan nada memperingati, kilatnya memancarkan emosi berbahaya. Tapi tak lama hal itu berubah menjadi seringai jenaka main-main,  “Aku lebih tua darimu, ingat?”

“Kau selalu mengancamku menggunakan faktor usia,” dengus Jeongguk namun dia tetap bertahan pada posisi berbaring kemudian. Jeongguk menyamankan diri, menarik selimut dengan kakinya dan menutupi setengah badan dengan fabrik lembut itu. Dia lalu memejamkan mata. “Selamat tidur, Taehyung.”

Taehyung merosotkan tubuhnya, menyusul Jeongguk untuk  masuk ke dalam selimut, matanya ikut terpejam. “Pakai 'hyung', dasar tidak sopan.”

Jeongguk berdecak, “Selamat tidur Taehyung Hyung.”

“Selamat tidur, Jeongguk-ie.”

“Hanya Jeongguk.”

Mm, selamat tidur hanya Jeongguk.”

“Dasar menyebalkan.”

* * * *

“Jeongguk-ie,” Taehyung memanggil Jeongguk lembut, menghasilkan sebuah suara erangan  pelan dan garukan pipi serta mulut terbuka yang mendengkur halus dari Jeongguk  sebagai respon.

Taehyung beranjak duduk hingga selimutnya turun sampai paha. Dia mengusak rambut berantakannya dan memijat kelopak mata, merasa perih serta panas juga mengantuk. Kepalanya pusing, akan tetapi dirinya tidak bisa tertidur sekalipun sudah berusaha keras untuk mencari bunga tidur. Sedangkan sosok lebih muda disampingnya yang memang mudah sekali untuk tidur dimana saja seperti Yoongi Hyung sudah menjelajah alam mimpi sedari tadi. Taehyung menghela napas, melirik jam dinding yang bergerak pada angka empat dinihari.

Dia meraih ponselnya dan menyalakan layar, matanya sedikit menyipit untuk beradaptasi dengan cahaya yang masuk pada penglihatannya. Taehyung lalu tiduran kembali dan menarik selimut. Dia menggulirkan jarinya sembarang, membuka sosial media sebentar, lalu mengecek notifikasi serta pesan masuk yang isinya tidak terlalu penting—hanya email berisi masalah pekerjaan dan Seokjin Hyung yang mengoceh di group chatberkata bahwa dia baru selesai belajar menu masakan baru dari youtube dan  akan memasak kudapan itu esok hari, jadi mereka harus ada di gedung pada pukul empat sore setelah sesi latihan koreografi selesai  sebagai bahan percobaannya. 

Taehyung awalnya sudah akan meletakkan kembali ponselnya dan mencoba untuk tidur lagi. Tapi jemarinya terpeleset memencet aplikasi untuk bacaan penggemar yang sering Jeongguk dan dirinya kunjung untuk membaca fanfiction. Setelah loading beberapa saat, terpampang cerita yang berisi lima ribu words dengan delapan puluh persen adalah unsur dewasa—Taehyung membaca itu dua hari lalu sebagai stimulus untuk ereksinya dan dia lupa mengembalikan cerita ke halaman awal.

Mendadak saja, Taehyung merasakan tubuhnya memanas. Dia menahan napas sementara jarinya begitu licin menggulirkan layar terus ke bawah; padahal, Taehyung sudah pernah membaca ini, tapi sensasinya tetap sama seperti sebelumnya. Ditambah ketika obsidiannya melirik beberapa kali pada sosok Jeongguk yang tertidur begitu pulas. Ketika Taehyung mendapat sinyal bahwa bagian selatannya mulai menunjukkan tanda-tanda ereksi, dia cepat-cepat menutup aplikasi dan meletakkan ponselnya ke atas nakas dengan sedikit gugup.

Taehyung meraup udara banyak-banyak, mengatur napasnya dengan susah payah untuk menjernihkan kembali isi otaknya. Setelah lima menit waktu yang menyiksa dan Taehyung merasa tubuhnya sudah bisa dikontrol kembali, dia melirik lagi pada jam dinding. Hanya terlewat lima belas menit dari waktu awal tadi.  Dia lantas mendengus frustrasi, hari semakin beranjak pagi tapi matanya sama sekali tidak mau diajak kompromi, sementara dirinya sendiri kebingungan untuk melakukan apa disaat begini. Membuka kembali ponselnya tentu hanya akan membuat Taehyung berakhir di kamar mandi dan itu bukan pilihan bagus; terlebih akan sangat riskan apabila Jeongguk mendengar bahwa setiap kali dia melakukan pelepasan, nama pemuda itulah yang dia selipkan di setiap geramannya.

Dia kemudian merubah posisinya menjadi berbaring menyamping. Taehyung memutuskan untuk menghabiskan waktunya  dengan mengamati wajah Jeongguk—dan rahang pria termuda yang mulai tirus kembali adalah alasan dia berdecak sebal kemudian.

Jeongguk bersikeras diet untuk mempersiapkan comeback mereka. Padahal menurut Taehyung, pemuda itu lebih cocok berpenampilan menggemaskan dan menjadi bayi semua orang. Tapi dipuji bagaimanapun, pria itu tetap ngotot untuk menurukan lima kilogram bobot tubuhnya, bahkan pelototan tajam dari Taehyung yang dia layangkan setiap kali Jeongguk menyuap makanan hanya beberapa sendok juga tidak mempan. Aku ingin menjaga penampilanku agar Army senang, katanya.

Dan Taehyung tidak punya alasan mendebat lebih jauh lagi apabila itu sudah berkaitan dengan penggemar mereka. Ditambah, Jeongguk sama keras kepalanya dengan dirinya. Memperpanjang hal itu tentu akan menambah daftar panjang pertengkaran remeh keduanya yang berujung dieksekusi oleh Namjoon dan dimarahi seharian.

Fokus Taehyung terusik saat Jeongguk sedikit menggigil yang membuatnya semakin merapatkan tubuhnya pada Taehyung dan memeluk lelaki itu secara tiba-tiba dengan begitu erat. Sifat naluriah manusia, ketika merasa dingin, maka dia akan mencari kehangatan. Taehyung terkekeh gemas. Tangannya bergerak untuk membenarkan letak selimut Jeongguk hingga pangkal leher pemuda itu, memastikan bahwa Jeongguk benar-benar dalam kondisi yang hangat. Jemarinya lalu beralih memainkan rambut pemuda itu, memelintirnya atau sekedar mengacak-acak lembut penuh sayang.

Taehyung tahu, Jeongguk tidak mudah dibangunkan, jadi dia memanfaatkan itu untuk beberapa kali mengecup kecil pipi Jeongguk. Dirinya tersenyum ketika merasakan kulit Jeongguk yang begitu halus menyentuh bibirnya. Jeongguk memiliki tekstur pipi seperti bayi, sangat enak untuk dicubuti. 

Mulanya, memang hanya sebuah kecupan kecil di pipi, namun rasa candu kemudian melingkupi dan membuatnya menambahkan kecupan-kecupan lain di sekujur wajah Jeongguk. Dia memejamkan matanya, merekam semua lekuk wajah Jeongguk dengan sentuhan bibirnya. Satu-satunya hal yang dia lewatkan hanya bibir Jeongguk, dia terlalu takut melakukannya, akan runyam perkara apabila dirinya kedapatan melakukannya. Gemas tidak lagi bisa menjadi alasan kepada Jeongguk ketika pemuda itu mengetahui hal tersebut jika dia benar-benar mencium bibirnya.

Hanya saja, kutuk Taehyung beserta rasa penasaran lelaki itu yang jauh lebih besar dan mendominasi dibanding ketakutannya sendiri. Salahkan juga angin musim dingin yang memasuki ventilasi jendela kamarnya.

Hanya ciuman kecil, Taehyung. Batinnya terus menerus meneriakkan kalimat yang sama.

Taehyung melirik Jeongguk, dia masih tertidur nyenyak dan tidak ada pertanda akan terbangun. Jadi, mengumpulkan seluruh keberanian, Taehyung mendekatkan wajah, melirik sekali lagi pada mata Jeongguk, menahan napasnya, sebelum mencium kilat dengan sangat sekilas bibir pemuda itu.

Hangat, kenyal, dan manis dengan caranya sendiri.

Jantung Taehyung berdentum anomali. Campuran antara adrenalin dan rasa was-was karena takut dipergok sang pemilik bibir.

Taehyung memerangi batinnya untuk berhenti tapi tubuhnya bersikap adiktif terhadap eksistensi Jeongguk tanpa sanggup dia cegah. Dia kembali menciumi bibir Jeongguk berulang-ulang. Lagi. Hanya berupa kecupan singkat. Akan tetapi, semakin lama kecupan itu berubah menjadi ciuman yang lumayan panjang bertahan di bibir Jeongguk, ditambah fakta bahwa saat dia melihat pemuda Jeon tampak tidak terusik sama sekali.

Lelaki itu benar-benar tidur dengan baik.

Menyadari itu, Taehyung mulai meliar dan ingin terus melakukan lebih dan lebih lagi. Dia bahkan  dengan berani telah menyelipkan lidahnya pada mulut Jeongguk yang sedikit terbuka, memeta mulut pemuda itu, menggerusi dinding mulutnya, dan memainkan lidah Jeongguk yang tidak memberikan respon apa-apa. Dengan napas tersengal dan suhu tubuh seakan terbakar, Taehyung kehilangan kewarasan dan terus melumatnya penuh tuntutan. Dia sudah sejak lama memfantasikan hal ini di kepalnya. Membayang betapa seksi dan panasnya Jeon Jeongguk jika berada dalam kukungannya. Taehyung terus menciumi Jeongguk, menggigit bibir atas dan bawah pemuda itu lalu menghisapnya secara bergantian. Dia hanya akan berhenti saat merasa Jeongguk dan dirinya membutuhkan asupan oksigen.

Hormon berlebihan yang menguasainya membuat ia tanpa sadar telah berpindah posisi dan menindihi Jeongguk. Setengah tersengal oleh napas yang terburu, Taehyung memandangi wajah pria itu lama dengan pandangan berkabut dan penuh nafsu. Ia kemudian dengan tidak sabaran menurunkan wajahnya untuk mengendusi tulang rahang Jeongguk, membauinya lamat-lamat sebelum menjilati dengan penuh afeksi menuju leher yang lebih muda.

“Sial,” Taehyung bernapas susah payah di kulit Jeongguk, “Aku bisa gila,” erangnya tertahan. Dia mengambil napas dalam-dalam di balik ceruk leher Jeongguk lantas menghisapnya dalam-dalam, tubuhnya seketika merinding bersaman dengan dirinya yang  memberikan tanda kemerahan di berbagai permukaan kulit pemuda itu. Taehyung memutuskan untuk persetan. Dirinya sudah kepalang nafsu, dia bisa mencari alasan kenapa leher Jeongguk penuh bercak merah besok.

Jemarinya perlahan turun, mengelusi perut Jeongguk dari fabrik kain sementara mulutnya masih sibuk dengan leher pemuda itu. Namun, tepat ketika telapaknya bergerak untuk menelusup ke dalam kaos Jeongguk, sebuah tangan menahan pergerakannya hingga membuat Taehyung membeku.

Taehyung menjauhkan wajahnya, obsidiannya bertabrakan dengan hazel kembar Jeongguk. Pemuda di bawahnya itu menatapnya begitu lekat, tidak ada ekspresi apa-apa di sana hingga Taehyung kesulitan untuk membaca Jeongguk. Namun, ketika sebuah kalimat begitu lirik keluar dari mulut Jeongguk yang serak, Taehyung kontan membisu. 

Hentikan, Taehyung.”

Maka Taehyung berhenti. Pergerakannya, sensor motoriknya, bahkan nyaris jantungnya.

Setelahnya, tidak perlu usaha keras untuk Jeongguk mendorong tubuh Taehyung yang menindihnya. Lantas ia kemudian ikut bangun, duduk menghadap Taehyung yang masih tak berkedip tanpa mengeluarkan sepatah kata. 

Taehyung membuka suara, hendak berucap namun tak ada suara apapun yang terutarakan oleh mulutnya. Keduanya saling menatap dalam sunyi yang menggelisahkan, saling menilisik isi hati masing-masing melalui bola mata yang berpendar, berharap keduanya dapat menyampaikan perasaan satu sama lain lewat sorot itu. Jeongguk menghela napas kemudian, mengambil aksi lebih dulu dengan beringsut sedikit menjauh dari posisi Taehyung dan berdeham canggung.

Seketika membuat Taehyung mengerti.

Apa yang dia lakukan barusan adalah kesalahan.

Pemahamannya mengenai semua aktifitas yang akhir-akhir ini dia lakukan bersama Jeongguk ternyata meleset, Jeongguk tidak memiliki pandangan sebagaimana Taehyung memandang Jeongguk. Jeongguk menerima ajakannya untuk menikmati bacaan gay hanya karena dia menghargai Taehyung dan tidak ingin membuat dirinya tersinggung. Jeongguk sebenarnya tidak menikmati itu; harusnya Taehyung dapat menangkap segala kerisihan yang Jeongguk tunjukan ketika mereka membaca cerita yang terlalu romansa dan clingy. Harusnya Taehyung dapat memahami bahwa Jeongguk hanya melakukan hal itu untuk memperbaiki hubungan mereka agar tidak memberikan dampak yang negatif terhadap pekerjaan keduanya. Jeongguk hanya kasihan.

Taehyung tersenyum tipis.

“Kau boleh ke kamarmu,” ucap Taehyung datar, tidak memandang sama sekali ke arah Jeongguk, “Atau kau bisa memukulku atas kekacauan tadi sebelum beranjak pergi.”

****

“Ada apa dengan memar di wajahmu?”

Taehyung hanya memutar bola matanya, tidak tertarik menjawab pertanyaan Seokjin dan memilih menuju lemari pendingin lalu mengambil karton susu dari sana, menuangnya ke dalam gelas  kemudian meletakan kembali ke dalam lantas menutupnya menggunakan kaki dan berjalan malas dengan langkah diseret menuju meja makan. Dia mendudukan dirinya dengan lemas dan helaan napas panjang seolah seluruh hidupnya memikul satu semesta beban.

Merasa Taehyung tak kunjung akan memberikan jawaban, Seokjin menendang tulang keringnya hingga Taehyung yang sedang minum tersedak parah.

Brengsek.” Taehyung berucap susah payah, matanya berair, dan keadaan tenggorokannya yang perih tidak lebih baik dari air susu yang bahkan keluar dari lubang pernapasannya.”Aku pikir aku akan mati.”

Mengabaikan perkataan penuh umpatan dari Taehyung, Seokjin kembali berucap, “Aku barusan bertanya padamu, bocah bodoh.”

Taehyung menyapu mulutnya dengan beberapa lembar tisu sebelum menjawab tak acuh, “Mm,” ia menggumam tidak tertarik, “Bukan hal penting untuk dibicarakan.”

Sebuah tarikan dari kursi lain menginterupsi, membuat keduanya menoleh bersamaan. Taehyung memandang tak berminat pada sosok yang sedang mendaratkan bokongnya dengan kasar ke tempat duduk dan bersikap cuek dengan mengunyah sarapan rotinya begitu santai sementara reaksi Seokjin justru melotot sempurna.

“Apa yang terjadi pada lehermu?!” Seokjin berseru histeris, menunjuk-nunjuk pada warna merah keunguan memanjang yang memenuhi leher Jeongguk.

Jeongguk yang ditanya hanya mengangkat bahu dan lanjut menggerus potongan roti dengan acuh, “Bukan hal penting untuk dibicarakan.”

Usai berkata demikian, seolah telah melakukan kesepakatan lebih dulu, baik Jeongguk maupun Taehyung beranjak bersamaan dan berjalan berlawanan arah.

Menghasilkan tatapan tak mengerti dan pemikiran-pemikiran yang sedang Seokjin coba untuk pahami.

****

Taehyung tidak ingat kapan terakhir kali dirinya menatap Jeongguk berbeda. Tatapan yang bukan sebagai seorang adik kesayangannya yang menggemaskan lagi. 

Perkara fanfiction, dia cukup yakin bahwa bukan itu penyebab utama dia menyukai Jeongguk yang tidak sebagaimana mestinya. Taehyung sudah merasa bahwa ada yang salah dengan perasaan jengkel tidak beralasannya saat Jeongguk terlalu dekat dengan member lain, terlalu posesif ketika Jeongguk berkata dia senang bermain dengan salah satu member dari group lain—Yugyeom. 

 Hanya saja, dia terlalu mengerti bahwa hal tersebut adalah tabu dan salah. Dia tidak boleh gegabah dan membuat persepsi yang berbahaya karena bisa saja itu hanyalah semacam brother complex atau cuma perasaan sesaat karena dia terlalu dekat dengan Jeongguk dan pilihan menjadi idol tidak bisa membuatnya berkencan dengan wanita manapun karena terlalu riskan. Dari situasi itulah, muncul perasaan aneh yang seharusnya tidak ada. Jadi, Taehyung terus meyakinkan pada dirinya bahwa dia hanya kesepian. 

Namun kenyataannya tidak begitu.

Untuk mencari pembenaran atas itu, Taehyung sudah beberapa kali mencoba berteman dan menjalin hubungan dengan wanita dari girl group lain, mengajak mereka bertemu dan mengabaikan resiko tertangkap media hanya untuk meyakinkan perasaannya. Tapi ketika dia menerima pesan dari Jeongguk bahwa pemuda itu sedang tidak enak badan dan meminta Taehyung membelikannya makan, Taehyung tanpa berpikir dua kali meninggalkan kencan mereka. 

Maka, Taehyung berhenti berusaha. 

Dia menerima segala perasaan yang dia rasakan pada Jeongguk dengan lapang. Menikmati semua emosi yang menyenangkan namun juga kadang membuatnya kelimpungan karena makin membengkak setiap harinya.  Tapi tetap saja, sangat sulit baginya untuk bersikap biasa pada Jeongguk. Taehyung kepayahan mengontrol hormonnya ketika Jeongguk dengan segala sikap serampangannya itu tidur di kamar Taehyung tanpa mengenakan baju. Dirinya tidak bisa berhenti terlonjak kaget setiap kali Jeongguk mulai melakukan skin ship yang berlebihan padanya; menggelondoti Taehyung layaknya bayi, kadang menciumi kepala Taehyung sesuka hatinya, memeluk Taehyung jika pemuda itu ingin, dan hal-hal lainnya yang membuat Taehyung tidak bisa bernapas dengan baik.

Karena itu lah,  dia memutuskan untuk mulai menghindari pemuda polos itu demi ketentraman jantung dan ereksinya. Taehyung sebenarnya hanya ingin mengurangi sedikit sentuhan berlebihan dari Jeongguk saja pada awalnya, tapi rupanya hubungan mereka justru semakin merenggang. Kedekatan Jeongguk dengan Jimin pada akhirnya menambah kecemburuan dalam diri Taehyung hingga dia menjadi muak dan menghindar secara totalitas.

Taehyung mendongak, bertumpu tangan pada pagar pembatas. Dirinya mendapati ketenangan yang menyenangkan bersamaan dengan dinginnya cuaca malam di rooftop yang sama sekali tidak menyebabkannya bergidik, dia sudah terbiasa dengan udara dingin. Taehyung menyukainya. Berbanding terbalik dengan Jeongguk yang sangat tidak menyukai udara dingin dan menaruh kecintaannya pada musim panas.

Ada helaan napas berat ketika dia mengingat Jeongguk memukulnya keras dan mengucapkan kalimat bagus kau menawarkannyaaku memang berniat melakukan itu lebih dulu dengan raut marah.

Tidak cukup sampai di sana, ketika Jeongguk bergesa keluar, suara anggap hal memalukan ini tidak pernah terjadi, dan bersikaplah sepantasnya pada dongsaeng-mu yang disertai bantingan keras pintu semakin menambah rasa bersalah pada diri Taehyung.

Suara langkah kaki yang menaiki tangga dengan langkah terseret membuat Taehyung membeku, dia mengenali suara langkah itu, bahkan aroma peach manis menguar yang sudah sangat dia hapal menjadi penguat asumsi yang membuatnya merasa tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa sosok yang kini berjalan semakin mendekat dan berhenti di sampingnya.

“Kau tidak berniat bunuh diri karena frustrasi ku tolak, kan?” tanya suara di sampingnya begitu santai. Mulutnya sibuk mengulum permen tangkai varian stroberi yang dia dapatkan hasil memalak dari Hoseok Hyung.

Taehyung melirik sekilas, mendengus malas dan bergumam, “Seperti kau pantas saja menjadi alasanku untuk mati.”

Jeongguk tertawa atas jawaban dari Taehyung. “Apa itu sakit?” tanya Jeongguk hati-hati, turut meringis ketika matanya melirik pada bekas keunguan hasil bogeman mentah yang  sudah dia perbuat kemarin malam.

Taehyung termenung sejenak, memandangi kerlipan lampu dengan suasana kota Seoul yang tidak juga istirahat bahkan ketika malam sudah menyambut. “Ya, sakit.

Jeongguk mengamati siluet tubuh Taehyung, mengagumi akan betapa sempurnanya pahatan wajah itu tercipta. Taehyung sangat tampan hingga terkadang Jeongguk merasa begitu kesal karena rasa iri yang membuncah dalam dadanya. Sorot mata pemuda itu  terlalu dominan, berbahaya, menyesatkan. Aroma tubuhnya terlalu maskulin, perpaduan antara cengkeh, bergamont, mint, sedikit aroma kopi, deterjen, dan keringat. Jeongguk terkadang muak dengan semua aura dominasi yang melingkupi seluruh intetitas Taehyung. Karena hal tersebut akan membuat pernapasannya tercekat, jantungnya berdetak tidak wajar, dan akalnya menjadi tidak waras.

“Taehyung.” Jeongguk berkata setelah mematahkan tangkai permen dari mulutnya, melempar tangkai tersebut tepat sasaran pada tong sampah di sudut ujung rooftop.

Taehyung berdengung sebagai jawaban, “Hm..” 

“Maaf aku tidak membawa P3K untuk mengobati wajahmu,” Jeongguk bersuara setelah selesai menggerus sisa permen dalam mulutnya sampai habis. Dia melirik lagi pada memar di wajah Taehyung yang sedikit membengkak, “Well, sepertinya kau juga tidak membutuhkanya. Kau bukan terkena luka tusuk, hanya tamparan ringan.”

Taehyung mendengus, memutar badan menghadap Jeongguk dan bersedekap dada. “Apa aku juga boleh melayangkan tamparan ringan padamu?” tanyanya sarkatik. Dia sedikit mendesis nyeri ketika membuka mulut untuk mengucapkan kalimat yang panjang.

Jeongguk mendecih, balas menatap Taehyung tepat di matanya, “Kau pendendam sekali.”

Setelahnya, hening cukup lama mengambil alih diantara keduanya, sampai Jeongguk kembali bersuara. Taehyung tidak berniat untuk menanggapi lebih lanjut karena dia juga tidak tahu harus membahas apa. Dia ingin sekali membahas mengenai hal yang terjadi tadi malam, tapi dirinya takut jika Jeongguk merasa tidak nyaman jika masalah itu diungkit kembali. Jadi, diam dan menunggu adalah pilihan paling bijak yang akan dia lakukan hingga Jeongguk akhirnya membuka suara lagi.

“Taehyung.”

“Ya?” Taehyung menjawab setenang mungkin, mengusahakan nadanya tidak terdengar terlalu antusias.

“Kau tahu..” Jeongguk berdehem kikuk, dia menjeda agak lama, hampir sekitar tiga menit menundukkan wajahnya ke bawah sebelum berkata dengan begitu lirih dan sangat pelan. “Aku minta maaf atas kejadian tadi malam.”

Taehyung mengerjap. Dia dapat menebak bahwa Jeongguk kemari karena ingin membahas hal ini padanya, tapi bukan permintaan maaf dari pemuda itu yang dia ekspetasikan. Taehyung mengira Jeongguk akan mengajaknya berbicara secara baik-baik dan meminta Taehyung membuang perasaannya pada Jeongguk lalu semuanya selesai dan keduanya memulai kehidupan baru seperti biasa. Bukan seperti ini. “Bukankah harusnya permintaan maaf itu bagianku?” tanya Taehyung setengah bercanda.

Jeongguk terkekeh ringan, dia mendongakkan kepalanya, menyengir main-main pada Taehyung. “Tentu saja kau harus minta maaf karena mencabuli orang yang sedang tidur.” ucapnya sengaja dengan nada yang dikesal-kesalkan. Taehyung menyoroti Jeongguk tajam saat kalimat cabul diucapkannya, tapi lelaki itu tetap melanjutkan, “Tapi aku juga ingin minta minta karena kata-kata kasarku..” dia menjeda, memelankan suaranya setengah mencicit, “..dan pukulan itu,” dia buru-buru menambahkan  lagi dengan cepat-cepat. “Aku hanya terkejut.”

Taehyung terdiam sepintas, namun senyumnya mengembang ketika dia membalas, “Tidak masalah,” kelakarnya santai, “Aku pantas menerimanya.”

“Dan..”

“Dan?” Taehyung mengernyit atas kalimat menggantung yang Jeongguk ucapkan.

Jeongguk menggaruk tengkuknya, dia mengigit bibir ragu. “Aku memang tidak bisa mengobati rahangmu,” katanya kikuk,  “Tapi aku bisa—ugh, mengobati hal lain.” Dia menunjuk dada Taehyung dengan jarinya sembari tersenyum gugup, sementara Taehyung terlalu dungu untuk bisa memproses keadaan ketika Jeongguk berjinjit sedikit dan mencondongkan badan ke arahnya. Lalu, entah keberanian dari mana yang membuat Jeongguk memberanikan diri untuk memejamkan mata perlahan dan membungkam Taehyung dengan sebuah kecupan ringan di bibir. 

Otak Taehyung macet sempurna dan tidak bisa memikirkan hal lain  saat Jeongguk menyudahi ciuman mereka dengan sebuah kalimat “The moon is beautiful, isn't it?” yang dibisikkan tepat di telinga.

“Ah, sial, Taehyung.” Jeongguk menutup wajahnya dengan kedua tangan setelah selesai mengucapkan kalimat itu, “Aku sangat malu.” dia memutar badannya membelakangi Taehyung. “A— aku harus pergi.”

Belum sempat Jeongguk melangkahkan kaki, Taehyung sudah menarik tangan Jeongguk, melingkarkan tangannya pada pinggang Jeongguk  dan membawa mereka pada sebuah ciuman yang lebih lama. Sebuah desiran menyenangkan yang meletup-letup pada rongga dada dan perasaan kunang-kunang yang berterbangan di atas kepala melingkupi keduanya. Tidak ada nafsu di sana, hanya kelembutan dan rasa tulus yang ingin keduanya hendak bagi satu sama lain.

Taehyung menautkan jemari mereka erat, menyalurkan rasa hangat yang mengakibatkan dentuman jantung keduanya semakin menggila. “Well, kalimatmu barusan memang agak memalukan dan sedikit cringe,” Taehyung tertawa saat merasakan Jeongguk memasang ekspresi masam, “Tapi,” Dia mengecup bibir Jeongguk sekali lagi, “Aku juga mencintaimu, Jeongguk.”

Rasanya, beban Taehyung yang berbulan-bulan ini dia rasakan dan menggerogotinya hingga Taehyung nyaris mati terangkat sepenuhnya bersamaan kalimat cinta yang dia utarakan pada Jeongguk. Keduanya saling berpelukan lama, berciuman panjang hingga napas keduanya sesak oleh rasa suka yang saling berdentum penuh euforia membahagiakan. Hingga keduanya berakhir dengan saling menyamankan posisi masing-masing dengan Jeongguk yang bersandar di bahu Taehyung dan Taehyung yang melingkarkan lengannya pada pinggang Jeongguk. 

“Tapi aku serius marah karena kau lancang sekali melakukannya ketika aku tidur.” ucap Jeongguk tiba-tiba, “Kau terlihat seperti pecundang.” cibirnya sedikit kesal jika mengingat peristiwa kemarin malam lagi. “Kau bahkan belum mengatakan apa-apa tentang perasaanmu tapi sudah hampir memperkosaku.”

Taehyung nyaris menyemburkan tawa karena perkataan Jeongguk, dia mencium kepala Jeongguk sayang. “Jadi kau marah karena itu?”

“Tentu saja,” sahut Jeongguk setengah kebingungan. “Memangnya apalagi?”

“Aku pikir kau tidak menyukaiku yang seperti itu.”  jemari kurusnya naik dan merambat ke pipi Jeongguk, mengelusnya dengan hangat.

Jeongguk memejamkan matanya, merasakan jemari Taehyung yang bersentuhan dengan permukaan kulitnya, dia merinding. “Tadinya.”

“Tadinya?” ulang Taehyung bingung.

“Sebelum aku cukup yakin dan sadar kalau aku ereksi tadi malam saat dicabuli olehmu.”

* * * *

“Kau dan sifat budak cinta-mu itu benar-benar membuatku sakit mata.”

Taehyung hanya mencibir Jimin yang lewat sambil lalu namun masih sempat-sempatnya melemparkan makian padanya. Sementara Taehyung sendiri sibuk memasukan potongan wartel, dua sendok gula, dan segelas air ke dalam blender lalu menekan tombol on.

Suara mesin yang menggiling potongan itu menjadi pengisi keheningan di ruangan dapur sebelum Taehyung berucap untuk membalas kalimat Jimin, “Seperti kau tidak saja.”

Jimin yang menghampirinya dengan menggigit satu buah apel yang tidak dikupas mengendikkan bahu, “Setidaknya Yoongi Hyung tidak memperlakukanku seperti pembantu.”

Taehyung mendecih, menekan tombol off  ketika dirasanya wortel itu telah berubah menjadi cukup halus. Dia lalu menuangkan cairan jingga itu  ke dalam gelas selagi dia berkata lagi, “Yeah, tidak heran.” Taehyung berujar mengejek, “Jangankan memperlakukanmu seperti pembantu, bahkan ketika kau menawarkan diri untuk menjadi budak pun, rasanya Yoongi akan enggan.” Sebuah seringai muncul di bibir Taehyung, “Kau tidak masuk kriteria manapun yang akan mendapat atensi darinya.”

“Kau benar.” Jimin mengangguk mengiyakan, dia tersenyum antipatif, “Seharusnya aku tidak membantu kalian berdua saat Jeongguk mendatangi kamarku dan berkata dengan panik bahwa dia telah mengasarimu karena terkejut kau hampir memperkosanya.  Aku yang menenangkannya dan meminta dia untuk tidak panik saat dirinya kebingungan karena ereksi akibat kelakuan brengsekmu. Seharusnya aku juga tidak perlu membantu kalian ketika kalian berdua hendak berterus terang kepada para Hyung dan pihak agensi mengenai hubungan kalian. Harusnya juga aku tidak perlu repot ikut  mengurus masalah skinship berlebihan kalian yang mengundang gosip miring dari media dan spekulasi-spekulasi aneh dari para penggemar. Seharusnya aku tidak menolong dengan melobi pada stalker gila yang memotret kalian ketika tengah makan malam di restoran waktu itu dan kedapatan tengah berciuman. Harusnya—”

Okay. Cukup sahabat. “ Taehyung menginterupsi, mulai jengah dengan Jimin apabila dia sudah kambuh mendikte segala jasanya atas hubungan Taehyung dengan Jeongguk. “Aku sangat amat mengerti akan jasa-jasa luar biasamu itu,” Taehyung memaksakan sebuah senyum muak, “Tapi Jeongguk-ku sedang membutuhkan jus wortelnya sekarang, dan dia tidak bisa menunggu.”

Taehyung beranjak meninggalkan Jimin yang mengumpat sepenuh hati kepadanya.

TAMAT.

p.s;

ini sebenarnya fiksi yang ingin kusetor untuk project sebuah fanbook, tapi karena shit things happen, aku nggak lagi jadi bagian dari sana.

So, dari pada tulisan yang aku persiapkan lama ini berdebu, aku kasih ke kalian aja.

Last;

Thank you for staying, thank you for coming back, thank you for leaving, and thank you for hating.

With love, Lunar. 

Komentar

  1. huhu😭😭😭kak lunar semangat apapun yg terjadi sayang kak lunar banyak banyak sekali 💜💜💜💜💜💜💜🍀🍀

    BalasHapus
  2. SAYANG KA LUNAR BANYAK BANYAK NO TIPU TIPU💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

    BalasHapus
  3. Sayang kak lun banyak7"🍀🍀🍀

    BalasHapus
  4. Indahnya bulan tak seindah taekook, manis madu tak semanis taekook~ *nyanyi

    Btw, bayangin Jungkook ngadu ke Jimin kalo lagi ereksi... Ugh

    BalasHapus
  5. G tau ...harus kasih suport yg kayak gimana lagi buat kmu ....
    Hanya segelintir orang yg Pham akan sifat kmu ...tp kmu ttep mmberi yg terbaik bgi readers mu..

    BalasHapus
  6. Apa kamu tahu kalau p.s nya sangat menusuk hati hamba 😭 Lunar love u so machaaaa. Be happy. Karya mu selalu bagus pokoknya 😭🍀💜💜💜

    BalasHapus
  7. 💜💜💜💜💜
    Always smile kak :)

    BalasHapus
  8. Lunar...... 💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀

    BalasHapus
  9. Gemes ga tuh😭😭😭💜💜💜 luv u kalunar

    BalasHapus
  10. Lunar,,,, thankyou udh kuat dan stay utk ttep nulis :")

    BalasHapus
  11. aku bayangin kalo ini nyata alias mampusss feelnya ngena bgt😭😭😭

    BalasHapus
  12. SAYANG KAK LUNAR 100 TON💜💜💜💜💜💜🍀

    BalasHapus
  13. Jujur aku suka banget sama karya tulisannya kak Lun. Km bener2 berbakat teruslah menulis ka tp jngn lupa jaga kesehatan! Ka Luna keren kenapa gk coba bikin fanbook ver. Pdf sendiri ka? Aku dukung banget semangat!

    BalasHapus
  14. Aku udah pernah baca ternyata. Di post di fb kan, kak? Oh, iya. P.s nya duh. Jangan disedihin ya kak project fanbooknya. Nanti bikin bareng aku aja. Tapi nunggu aku pantas dan terkenal dulu bersanding dgn kakak ya, ehehe. Love you😘

    BalasHapus
  15. GEMESS, SEMANGAT KA LUNAR!!!!😍💜

    BalasHapus
  16. Hello Kak Lunar ILY u know ❤️ Please be happy. We always with you~

    BalasHapus
  17. Trimakasih lunar.. Sdh bertahan.. Karya2mu sangat menginspirasi ku.. Untuk saat ini kamu author terbaik buatku..
    LOVE U

    BalasHapus
  18. Tumben sekali taekook kali ini gemoy banget hueee

    BalasHapus
  19. Whatever does shit things happen, however I will stay with u.

    BalasHapus
  20. KEREN BGT KAK LUNAR WOY YALLAH😭😭😭 SAYANG U BANYAK2, TAPI JANGAN SAYANG BALIK SAMA GUE😭😭

    BalasHapus
  21. kak lunaaarrr!!!💜💜💜💜💜 juara umum

    BalasHapus
  22. Thankyou juga udah bertahan dan lanjut sharing karya-karya yang bagus kaya gini 💜

    BalasHapus
  23. Did i deserve this beautiful fic?🥺Kak lunar makasih buat segalanya, ya. Makasih buat karya karya indahnya💜

    BalasHapus
  24. As always yah kak gak pernah mengecewakan baca karya kakak 💜💜💜

    BalasHapus
  25. Kak Lunar??
    The moon is beautiful, isn't it?🥺💜

    BalasHapus
  26. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  27. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  28. Ini bagus bgt kak huhuuuuu.... Ringan dan manisnya nyampe.
    Ttp semangat kak.
    Dan terima kasih banyak kita bisa baca cerita ini secara gratis dan sekaligus dapat ketulusan dr kk. Makasih banyak juga buat gak berhenti nulis cerita2 indah.

    Request part yoonminnya tambahin kak. Eheeee

    BalasHapus
  29. Lunar makasih bangeet. Ini bagus banget :') kenapa kamu baik banget sih :(( ini harusnya kita baca dengan bayaran malah dikasih gratis modal kuota doang sama kamu :( semoga selalu diberi kebahagiaan yaa.. aku dan teman2 selalu support kamu. Semangaatt♡♡♡

    BalasHapus
  30. SUKA BANGET SAMA CERITANYA
    MAKASIH
    LOVE YOU 💜

    BalasHapus
  31. kak lunar keren 💜😭😭😭

    BalasHapus
  32. Keren bgt pokonyaa semangttt ka lunar

    BalasHapus
  33. Yaampuun 😭😭 tadi sempet down liat komen katanya ini sad ending, taunya -- 🤧🤧🤧 luv kak Lunar 🍀🍀

    BalasHapus
  34. Gapapa cuy, makasih juga mental lo kuat gini, bukan bagian dari mereka ga akan rugiin lo kok, karna lo sendiri bisa bangkit tanpa harus bareng mereka. disini masih banyak yang dukung lo walopun orng² ini bukan penulis juga kayak lo 💜💜💜

    BalasHapus
  35. BAGUSSSSSSS BANGEETTTT GA NGERTI LAGII UEUEEEE😭😭😭😭😭😭
    SEMANGAT TERUS KAAA😍KARYA2 KAKA LUAR BIASAA💜💜

    BalasHapus
  36. BAGUS BANGET NGGA NGERTI LAGI 😭💜💜💜💜💜

    BalasHapus
  37. kaaluunnn bikin ginian lagi dong 😭 BAGUS BANGET HUEHUE, GW UDAH BACA SAMPE BERKALI KALI TETEP KAGA BOSEN 😭😭😭💜

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUDITA; 246

Jeongguk tidak menyadari bahwa tubuhnya telah merosot ke lantai, air mata merembes melalui celah bulu lentiknya.Tidak ada  sekaan  dan usapan seperti biasa, kali ini Jeongguk membiarkannya tumpah begitu saja, mengalir untuk pertama kalinya dengan mulus melalui pipi hingga turun ke dagu. Rasanya sakit sekali. Dada Jeongguk begitu sesak, seakan tidak ada oksigen untuk bisa dikonsumsi parunya. Setiap taluan pada detak jantungnya mengantarkan denyut nyeri yang menjalar melalui aliran peredaran darahnya, menjadikan tubuh Jeongguk bergetar hebat oleh rasa remuk yang begitu hebat menghujam hatinya.   Jeongguk duduk dan meringkuk, terisak keras. Perkataan Bunda beberapa saat lalu mengawang di telinganya, sakitnya masih sama tiap kali ingatan itu berputar di memori Jeongguk, begitu sesak. Jeongguk sungguh-sungguh tidak mengharapkan kata itu keluar dari mulut Bunda untuk kedua kali. Alasan mengapa Jeongguk menjauh dari rumah, menghindar dari Bunda. Cukup sekali, cukup sekali Jeong...

MUDITA; epilogue (3.5/5)

“ Maaf.” Jeongguk menahan geli ketika keduanya telah berada di kamarnya. Taehyung yang salah tingkah adalah pemandangan menyenangkan untuk dilihat. Mereka baru saja dipergok oleh Nyonya Jeon beberapa saat lalu. Wajah pucat bundanya ketika menatap horor pada dirinya yang nyaris dilucuti oleh Taehyung di tempat terbuka pun masih terbayang di ingatan. Mereka kelabakan sewaktu teriakan Nyonya Jeon memecah suasana sensual di antara keduanya. Taehyung nyaris membuatnya terjerembab saat menurunkan Jeongguk dengan tiba-tiba. Jeongguk setengah menahan malu membenarkan pakaiannya yang tersingkap, sementara Taehyung hanya menyengir seperti orang kelimpungan dan mengucapkan hai canggung yang jelas dibalas delikan oleh Nyonya Jeon. “Kenapa minta maaf?” Jeongguk tergelak, mengambil posisi duduk di atas kasur menghadap Taehyung. Taehyung membuang napas keras-keras, “Yang tadi itu kelepasan.” Jeongguk mengangkat bahu tidak peduli, “Santai aja,” jawabnya ringan, “Bunda kaget doang pasti waktu tau anakn...