Langsung ke konten utama

Interlude; 236

"Apa?" Jeongguk melotot pada Taehyung yang sedari tadi memandanginya dengan sorot tak bersahabat. Namun tangan pria itu tetap bergerak menyuapi makanan ke mulut Jeongguk, mengambilkan teh hangat tanpa banyak bicara ketika Jeongguk tersedak bubur yang dia konsumsi dan mengusapi punggungnya pelan.

Meletakkan mangkok kosong ke atas nakas, Taehyung berdiri dan membuka lemari. Mengeluarkan selimut dan kembali menghampiri Jeongguk. Memutari selimut itu pada tubuh Jeongguk yang duduk meringkuk dengan jaket dan tubuh setengah menggigil, Taehyung kemudian memposisikan dirinya di sisi ranjang sementara obsidiannya menatap penuh emosi pada sosok pemuda yang mengalihkan pandangannya ke sudut lain kamar. Menghindari tatapan Taehyung.

"Danaunya dangkal," adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Taehyung dari sejak dia membawa Jeongguk yang dengan kondisi menggigil ke unit lama mereka; unit yang menjadi tempat tinggal keduanya setelah melangsungkan pernikahan. "Nggak sampai dua meter," tambahnya, intonasinya kasar, "Dan kamu bisa berenang." Jeongguk dapat merasakan gelembung kemarahan dari nada bicara Taehyung yang sedang dia tahan setengah mati, "Tapi kenapa, Jeongguk?" 

Paru-paru Jeongguk terasa luar biasa menyesakkan saat menyaksikan Taehyung yang tampak sangat kacau dan ketakutan. Rasa sesak itu menjalar hingga ulu hati Jeongguk, hingga membuat napasnya tercekat.

Sebenarnya, Jeongguk juga tidak ingin mati konyol, dasar sial. Dia juga tahu bahwa sungai itu dangkal dan kelihaian Jeongguk dalam berenang bukan hal yang bisa dianggap remeh. Tapi segala sesuatu yang tidak sesuai rencana memang sering terjadi dalam situasi tidak tepat

"Kakiku keram," balas Jeongguk akhirnya dengan sangat lirih.

Penuturan dari Jeongguk menjadikan Taehyung mengerjap terpana, "Keram?" ulang Taehyung dengan nada gamang, "Bukan sengaja?"

Jeongguk mendecih, sedikit malu mengakuinya namun dia akhirnya mengangguk juga. "Pas mau berenang malah nggak bisa gerak," decitnya sangat pelan, wajahnya menunduk dan pandangannya berpendar gelisah ketika atensi Taehyung sepenuhnya tertuju padanya. "jadi, yaaa, gitu deh."

Taehyung menarik napas panjang dan berat, memijat kepalanya yang tiba-tiba berdenyut sakit menanggapi kalimat terakhir Jeongguk, "Lagian kamu ngapain loncat?" tanya Taehyung, tidak bisa lagi menahan kekesalan atas perkataan konyol dari Jeongguk, "Kamu nggak perlu gini buat nyari perhatian dari aku."

Jeongguk sangat tahu bahwa Taehyung adalah skill dewa jika terkait dengan menurunkan mood orang lain dengan ucapan-ucapan tajam menyebalkannya. Jadi dia memukul kepala Taehyung untuk menyalurkan kekesalan dan menaikkan intonasi bicara, "Yang nyuruh gue loncat tadi siapa, bangsat?"

"Kamu berani loncat juga karena airnya dangkal, kan?" terka Taehyung tepat sasaran.

Dalam hatinya Jeongguk merasa tersentil karena kalimat Taehyung seratus persen benar. Jeongguk takut mati. Dia memiliki semacam gangguan kecemasan akibat penyakit asam lambung yang dideritanya dan sering kali kambuh ketika merasa nyawanya tengah terancam. 

Jika Taehyung bermanja-manja ketika sakit, maka dirinya akan bertingkah seperti seseorang yang akan habis umur besok hari dan menulis banyak surat wasiat pada Taehyung dan orang-orang terdekatnya hingga membuat Taehyung repot. Maka dari itu, jika mulai ada tanda-tanda tidak beres pada kesehatan Jeongguk, Taehyung akan langsung membawanya ke dokter untuk mendengar langsung vonis dari dokter tentang penyakit yang dialami suaminya sebelum Jeongguk menjadi tidak terkontrol dan melakukan self diagnosa terhadap penyakitnya sendiri yang berujung dirinya akan mengalami gangguan panik.

Namun tetap saja, Taehyung tidak ingin mengambil resiko apapun mengingat Jeongguk adalah seseorang yang mudah sekali tersulut emosi. Pria itu bisa saja nekat, dan Taehyung tidak tahu kapan Jeongguk akan serius dengan ancaman bunuh diri kekanakan yang selalu pria itu layangkan ketika mereka bertengkar. 

"Tetep aja," Jeongguk bersungut-sungut, "Kalo lo nggak provokasi gue, gue nggak bakal loncat."

Taehyung mendengus pasrah, dia mengangkat tangannya, menyerah. "Ya, oke," kelakarnya, "Salahku." 

Dibalik selimutnya, diam-diam Jeongguk menyengir, dia menjulurkan tangannya dan menatap Taehyung tersenyum.

"Apa?" Taehyung mengernyit.

"Peluk," Jeongguk mengayun-ayunkan nada bicaranya setengah merengek, sengaja. Membuat Taehyung yang menyaksikan sikap Jeongguk barusan memutar bola mata jengah. Pemuda Kim lantas balas berkata penuh ketegasan, "Tapi habis ini kita bicara."

"Iya," sahut Jeongguk pendek, tangannya yang terulur ia goyang-goyangkan tidak sabar, "Buruan, brengsek. Pegel."

Ketika hangatnya kulit mereka saling bersentuhan, baik Taehyung dan Jeongguk sendiri tahu; mereka adalah pasangan sempurna. Tidak ada seseorang yang lebih mengerti Jeongguk dibanding Taehyung, dan tidak ada yang begitu memahami Taehyung selain Jeongguk sendiri.

Tidak siapapun, bahkan semesta.

Karena kisah ini adalah milik Kim Taehyung dan Jeon Jeongguk. Hanya mereka.


TAMAT


;tapi boong hahahahhaa.

Komentar

  1. "tapi boong hahahahha" ngslinnnn

    BalasHapus
  2. KAGET KIRAIN TAMAT BENER ANJRI ALIAS GUE BELOM PUASSSSS 😭😭😭😭

    BalasHapus
  3. BACA YANG AKHIR LAHSUNG LAHH LOH LAH LOH

    BalasHapus
  4. anjir kaget ku kira tamat beneran

    BalasHapus
  5. Kurang kecil deh tapi boongnya... Masih keliatan wleeeee

    BalasHapus
  6. sebel bgt kirain beneran tamat sjads

    BalasHapus
  7. UNTUNG TAPI BOONGNYA KEBACA :')

    BalasHapus
  8. skdjskdjs gue pikir tamat beneran

    BalasHapus
  9. APAAA MAUMUUUUU? JANGANN LAGIII😠

    BalasHapus
  10. anjir kaget beneran kirain end :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUDITA; 246

Jeongguk tidak menyadari bahwa tubuhnya telah merosot ke lantai, air mata merembes melalui celah bulu lentiknya.Tidak ada  sekaan  dan usapan seperti biasa, kali ini Jeongguk membiarkannya tumpah begitu saja, mengalir untuk pertama kalinya dengan mulus melalui pipi hingga turun ke dagu. Rasanya sakit sekali. Dada Jeongguk begitu sesak, seakan tidak ada oksigen untuk bisa dikonsumsi parunya. Setiap taluan pada detak jantungnya mengantarkan denyut nyeri yang menjalar melalui aliran peredaran darahnya, menjadikan tubuh Jeongguk bergetar hebat oleh rasa remuk yang begitu hebat menghujam hatinya.   Jeongguk duduk dan meringkuk, terisak keras. Perkataan Bunda beberapa saat lalu mengawang di telinganya, sakitnya masih sama tiap kali ingatan itu berputar di memori Jeongguk, begitu sesak. Jeongguk sungguh-sungguh tidak mengharapkan kata itu keluar dari mulut Bunda untuk kedua kali. Alasan mengapa Jeongguk menjauh dari rumah, menghindar dari Bunda. Cukup sekali, cukup sekali Jeong...

MUDITA; epilogue (3.5/5)

“ Maaf.” Jeongguk menahan geli ketika keduanya telah berada di kamarnya. Taehyung yang salah tingkah adalah pemandangan menyenangkan untuk dilihat. Mereka baru saja dipergok oleh Nyonya Jeon beberapa saat lalu. Wajah pucat bundanya ketika menatap horor pada dirinya yang nyaris dilucuti oleh Taehyung di tempat terbuka pun masih terbayang di ingatan. Mereka kelabakan sewaktu teriakan Nyonya Jeon memecah suasana sensual di antara keduanya. Taehyung nyaris membuatnya terjerembab saat menurunkan Jeongguk dengan tiba-tiba. Jeongguk setengah menahan malu membenarkan pakaiannya yang tersingkap, sementara Taehyung hanya menyengir seperti orang kelimpungan dan mengucapkan hai canggung yang jelas dibalas delikan oleh Nyonya Jeon. “Kenapa minta maaf?” Jeongguk tergelak, mengambil posisi duduk di atas kasur menghadap Taehyung. Taehyung membuang napas keras-keras, “Yang tadi itu kelepasan.” Jeongguk mengangkat bahu tidak peduli, “Santai aja,” jawabnya ringan, “Bunda kaget doang pasti waktu tau anakn...

“The Moon and The Beautiful”

  “Aku mendapat pesan dari Namjoon  Hyung  beberapa saat lalu.” “ Hm ?” “Dia mencarimu, katanya kau menolak panggilannya dan tidak membuka pesan yang dia kirim.” “Aku menolak panggilannya?” “Ya, dan dia memintamu untuk ke ruangan kerjanya sekarang, ada yang ingin dibicarakan denganmu.” “Siapa?” “Namjoon  Hyung. ” “Apa katanya?” Sang lawan bicara — Jeongguk mulai merasa kesal, dia mendecih dan memutar bola mata jengah, menyaringkan nada bicaranya dan menekan setiap kata pada kalimatnya, “ Dia. Ingin. Kau. Ke. Ruangan. Kerjanya. Sekarang. ” “Namjoon  Hyung ?” Jeongguk menarik napas, setengah membanting stik  game- nya, ia kemudian bangkit dan melangkah menghampiri Taehyung. Pria besar itu tengah berbaring di sofa sejak beberapa jam lalu dengan pandangan fokus pada ponsel pintarnya. Dia bahkan mengabaikan Jeongguk ketika ditawari ajakan bermain  overwatch  bersama dan menolak panggilan serta tidak membaca pesan pribadi maupun pe...