Langsung ke konten utama

MUDITA; 23

Ketika Jeongguk menjejakkan kaki pertama kali memasuki kelas, yang meliputinya adalah perasaan excited dan sedikit gugup. Excited karena pada akhirnya dia tidak lagi mendekam di kamar setiap hari dan melakukan hal-hal membosankan. Sedangkan gugup memenuhi rongga dadanya akibat ingatan akan janji tentang topi yang hendak dia pinjamkan pada teman kelasnya Rose pagi tadi melalui pesan teks. 

Jeongguk melirik sekitar, mengedarkan pandangannya pada seluruh ruangan kelas dan buru-buru mengalihkan tatapan dengan segera menunduk saat obsidiannya menemukan sosok Rose yang juga sudah ada di tempat duduknya. Wanita itu tengah  sibuk mengobrol dengan Lisa dan Yerin, entah membahas dan menertawakan apa. 

Otak Jeongguk kontan bekerja membuat pemikiran tentang betapa tidak sopannya menginterupsi seseorang ketika dia tengah mengobrol dengan orang lainnya. Takutnya, ketimbang berterimakasih pada Jeongguk, Rose justru akan merasa risih atau terganggu. Jadi, Jeongguk memutuskan bahwa dia hanya akan menunggu sampai lonceng masuk berbunyi dan siswa mulai keluar kelas baru menyerahkannya pada Rose.

Masuk sekolah sangat pagi pada awal semester ganjil adalah keharusan dan rutinitas tahunan. Terutama bagi orang seperti Jeongguk yang tidak suka terlihat dan senang bermain ponsel di bawah kolong meja.  Tentu saja tujuannya adalah untuk mencari tempat duduk strategis di bagian belakang kelas.

Jadi, di pukul tujuh kurang lima menit ini, kelas sudah setengah penuh. Beruntung, ada dua kursi kosong yang tersisa di pojok belakang, membuat Jeongguk tanpa pikir panjang menghampiri kursi yang duduknya mepet pada dinding.  

Meletakkan tasnya di atas meja, Jeongguk dengan tenang membuka tas tersebut untuk mengambil topi yang akan dia pakai saat apel nanti dan satunya untuk dipinjamkan pada Rose. Dirinya tidak sabar untuk segera mengajak wanita itu bicara. Karena, mungkin saja ini awal yang bagus untuk dirinya memulai interaksi dengan teman-teman dan dia bisa menghabiskan satu tahun masa SMA dengan kenangan yang sedikit bagus. 

Namun kemudian, kernyitan di dahinya tiba-tiba tercipta ketika dirinya hanya menemukan satu topi di dalam tasnya. 

Jeongguk mendadak panik. Dengan tergesa dikeluarkannya semua buku-buku baru yang masih kosong dan kotak pensil serta bekal makanan yang sudah dia susun dengan rapi sebelumnya di ruang tas. Namun nihil. Tidak ada topi lagi selain topi yang dipegangnya.

Jeongguk melirik takut-takut Rose yang masih sibuk bercanda dengan teman-temannya, dan mengalihkan pandangan pada satu topi yang ada di tangannya. Kalau dirinya tidak memakai topi saat apel nanti, otomatis Jeongguk akan baris terpisah bersama dengan orang-orang yang akan mendapat hukuman; entah karena terlambat, tidak memakai atribut topi, sepatu atau kaos warna-warni, dan seabrek pelanggaran lainnya. 

Memikirkannya saja membuat Jeongguk didera rasa was-was. Dia tidak suka menjadi pusat perhatian. Berada di barisan berbeda yang posisinya menghadap lima ratus lebih siswa sekolahnya tentu bukan hal yang ingin Jeongguk lakukan dihari pertama dirinya masuk sekolah.

Tapi, jika berkata pada Rose bahwa topinya hanya satu dan satunya lagi tertinggal, Jeongguk takut wanita itu akan marah dan menyalahkan Jeongguk yang memberi harapan kosong padanya. Terlebih , dilihatnya Rose tampak tenang dan sama sekali tidak memikirkan mengenai dirinya yang tidak memiliki topi. Mungkin wanita itu sepenuhnya bergantung pada dia, pikir Jeongguk. Dan tentu saja Jeongguk tidak ingin mengecewakan konversasi yang coba dia bangun di jenjang terakhir masa sekolahnya.

Maka, hal lain yang bisa dia lakukan adalah pergi ke kantin dan membeli topi baru.  

Tapi sialnya, kantin tutup. Dan kabar buruk lainnya, lonceng sudah berbunyi. 

Jeongguk seharusnya tahu dari awal, ide untuk memulai interaksi dengan orang-orang di sekitarnya bukanlah hal yang bagus. Yang ada dirinya hanya akan dibuat repot dan kebingungan seperti sekarang. 

Panik semakin menderanya ketika dia melihat siswa-siswa sudah berbondong-bondong menuju lapangan dan berebut baris di bagian belakang. Dari kejauhan, dia melihat Rose tengah mengedarkan pandangannya ke berbagai arah. Seratus persen Jeongguk yakin, wanita itu tengah mencarinya. Terbukti ketika lambaian dia dapat disusul Rose yang berlari kecil menghampirinya dengan senyum sumringah.

"Gguk," Rose memanggil antusias, sedikit tersengal ketika dia telah tiba di hadapan Jeongguk, "Bawa kan, topinya?"

Jeongguk terdiam sebentar, meremat celana abu-abunya dengan gelisah. Menciptakan kernyitan bingung pada Rose ketika dilihatnya Jeongguk tidak juga menjawab.

"Jeongguk?" Rose menunduk dan melambai-lambaikan tangannya pada wajah Jeongguk, membuat pemuda itu sedikit tersentak. "Lo bawa, nggak?"

"Eum..," Jeongguk semakin bergerak gelisah, hendak melanjutkan kalimat tapi didahului oleh Rose yang mendadak panik, "Lo beneran nggak bawa?" ujarnya ikut gelisah, "Duh, udah mau mulai,"racaunya tidak karuan, "Gue kudu cari ke mana."

Mendengarnya, Jeongguk  sontak diliputi perasaan bersalah. Kalau saja sejak tadi dia berkata lebih dulu bahwa topi itu tertinggal, mungkin Rose masih memiliki waktu untuk mencari ke orang lain. Menghela napas, dia lantas mengeluarkan topi dari kantong dan menyodorkan pada Rose yang sebelumnya sudah hendak pergi meninggalkannya. "Pake aja."

Ekspresi Rose mendadak sumringah. Tanpa ragu dia mengambil topi yang di sodorkan Jeongguk dan mengucap terimakasih sebelum melambai pergi.

Di posisinya, Jeongguk hanya terpekur. Dan entah karena hal apa, dia tiba-tiba ingin menyalahkan Jimin atas semua kesialan di pagi harinya ini.

Komentar

  1. eh kahet banget, maksudnya kenapasi ko AAAAAA

    BalasHapus
  2. 2 TUH PUNYA KAMU SAMA JIMIN KALI GGUK

    BalasHapus
  3. Pasti jimin yang ambil topi nya !!!

    BalasHapus
  4. Sumpah kejadiannya relate bnget

    BalasHapus
  5. kaya aku bgt ga enakan orangnya mana suka canggung ggukk aku kaya ngaca liat kamu

    BalasHapus
  6. aku yg selalu jadi yg ga pny topi can't relate :)

    BalasHapus
  7. Gguk kalo lupa lagi pake ojol aja okey

    BalasHapus
  8. WOI ANJIRRR SIAH😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭

    BalasHapus
  9. Plisss ini kyak aku bgt😭😭

    BalasHapus
  10. Berasa lagi ngaca aku gguk liat kamu

    BalasHapus
  11. Kenapa relate banget siii wkwkwk

    BalasHapus
  12. Nggk tega banget liatnya,gguk ini kamu pkek topi ku aja,tangkep ya ini aku lempar ya,

    BalasHapus
  13. gguk, mari berteman, aku kayak jeongguk banget sikapnya :( bukan anti sosial, tapi suka canggung + ga pede kalau berinteraksi sama orang. terus orangnya suka insecure wkwk

    BalasHapus
  14. relate parah wkwkwkwkw emg ga punya temen memperumit pikiran kita 10x lipat

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUDITA; 246

Jeongguk tidak menyadari bahwa tubuhnya telah merosot ke lantai, air mata merembes melalui celah bulu lentiknya.Tidak ada  sekaan  dan usapan seperti biasa, kali ini Jeongguk membiarkannya tumpah begitu saja, mengalir untuk pertama kalinya dengan mulus melalui pipi hingga turun ke dagu. Rasanya sakit sekali. Dada Jeongguk begitu sesak, seakan tidak ada oksigen untuk bisa dikonsumsi parunya. Setiap taluan pada detak jantungnya mengantarkan denyut nyeri yang menjalar melalui aliran peredaran darahnya, menjadikan tubuh Jeongguk bergetar hebat oleh rasa remuk yang begitu hebat menghujam hatinya.   Jeongguk duduk dan meringkuk, terisak keras. Perkataan Bunda beberapa saat lalu mengawang di telinganya, sakitnya masih sama tiap kali ingatan itu berputar di memori Jeongguk, begitu sesak. Jeongguk sungguh-sungguh tidak mengharapkan kata itu keluar dari mulut Bunda untuk kedua kali. Alasan mengapa Jeongguk menjauh dari rumah, menghindar dari Bunda. Cukup sekali, cukup sekali Jeong...

MUDITA; epilogue (3.5/5)

“ Maaf.” Jeongguk menahan geli ketika keduanya telah berada di kamarnya. Taehyung yang salah tingkah adalah pemandangan menyenangkan untuk dilihat. Mereka baru saja dipergok oleh Nyonya Jeon beberapa saat lalu. Wajah pucat bundanya ketika menatap horor pada dirinya yang nyaris dilucuti oleh Taehyung di tempat terbuka pun masih terbayang di ingatan. Mereka kelabakan sewaktu teriakan Nyonya Jeon memecah suasana sensual di antara keduanya. Taehyung nyaris membuatnya terjerembab saat menurunkan Jeongguk dengan tiba-tiba. Jeongguk setengah menahan malu membenarkan pakaiannya yang tersingkap, sementara Taehyung hanya menyengir seperti orang kelimpungan dan mengucapkan hai canggung yang jelas dibalas delikan oleh Nyonya Jeon. “Kenapa minta maaf?” Jeongguk tergelak, mengambil posisi duduk di atas kasur menghadap Taehyung. Taehyung membuang napas keras-keras, “Yang tadi itu kelepasan.” Jeongguk mengangkat bahu tidak peduli, “Santai aja,” jawabnya ringan, “Bunda kaget doang pasti waktu tau anakn...

“The Moon and The Beautiful”

  “Aku mendapat pesan dari Namjoon  Hyung  beberapa saat lalu.” “ Hm ?” “Dia mencarimu, katanya kau menolak panggilannya dan tidak membuka pesan yang dia kirim.” “Aku menolak panggilannya?” “Ya, dan dia memintamu untuk ke ruangan kerjanya sekarang, ada yang ingin dibicarakan denganmu.” “Siapa?” “Namjoon  Hyung. ” “Apa katanya?” Sang lawan bicara — Jeongguk mulai merasa kesal, dia mendecih dan memutar bola mata jengah, menyaringkan nada bicaranya dan menekan setiap kata pada kalimatnya, “ Dia. Ingin. Kau. Ke. Ruangan. Kerjanya. Sekarang. ” “Namjoon  Hyung ?” Jeongguk menarik napas, setengah membanting stik  game- nya, ia kemudian bangkit dan melangkah menghampiri Taehyung. Pria besar itu tengah berbaring di sofa sejak beberapa jam lalu dengan pandangan fokus pada ponsel pintarnya. Dia bahkan mengabaikan Jeongguk ketika ditawari ajakan bermain  overwatch  bersama dan menolak panggilan serta tidak membaca pesan pribadi maupun pe...